Bukittinggi — Setelah dua tahun lebih berfungsi dan tanpa diikat dengan beban atau tanggungjawab bagi para pedagang , Pasar Ateh Bukittinggi segera memperoleh status apakah dengan status sewa atau membayar pajak serta retribusi.
Gedung yang sudah diserahkan oleh pemerintah pusat kepada Pemko Bukittinggi pasca dibangun setelah terbakar, mulai dimanfaatkan oleh pedagang akhir tahun 2019 sampai kini belum memiliki regulasi yang mengikat pedagang.
Sesuai dengan salah fungsi unggulannya sebagai Kota Perdagangan dan Jasa merupakan salah satu aset daerah yang menjadi bagian pendapatan asli daerah (PAD) bagi Bukittinggi.
Dengan posisi seperti itu sempat memunculkan pertanyaan dari berbagai pihak, termasuk Anggota DPRD Kota Bukitttinggi,tentang sistim pengelolaannya.
Kepala Dinas Koperasi UKM dan Perdagangan Kota Bukittinggi, Nauli Handayani menjelaskan, acuan pengelolaan pasar Ateh sesuai statusnya sebagai pasar Rakyat berpijak kepada Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD).
Dari landasan konstitusi itulah akan dilahirkan Peraturan Daerah (Perda) kota Bukittinggi tentang Pengelolaan Pasar Rakyat yang sudah difasilitasi Gubenur Sumbar Ranperdanya.
“Proses penerbitan Perda tentang Pengelolaan Pasar Rakyat tersebut sedang dibahas bersama Panitia Khusus DPRD kota Bukittinggi,” ulas Nauli.
Dari hasil pembahasan itulah akan ditentukan sistim Pengelolaan Pasar Ateh, apakah dengan sistim sewa atau dikenakan pajak maupun dalan bentuk retribusi.
Kasus Koperasi UKM dan Perdagangan berharap menjelang akhir tahun 2022 ini pembahasan Ranperda menjadi Perda bisa diselesaikan, sehingga tahun 2023 mendatang sudah bisa diterapkan sehingga memberikan kontribusi terhadap PAD kota Bukittinggi. (Pon)
Discussion about this post