AGAM, REPINVESCOM
Dengan banyaknya isu yang berkembang terhadap kebijakan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Agam dalam melakukan Identifikasi Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) K.3 atas areal Tanah Masyarakat Nagari Gadut (Eks Landasan Pacu Pesawat Tentara Jepang) seluas 287.6 hektar, akhirnya membuat Ketua Himpunan Pemilik Tanah Masyarakat Gadut (HPTMG), Amril Anwar angkat bicara.
Isu yang mengatakan bahwa pihak Jorong terkait mengambil kesempatan pada proses pengajuan Identifikasi PTSL, dengan cara memungut biaya yang besaran nilainya Rp 700 ribu sampai Rp 1,5 juta, hingga pernyataan BPN yang tidak menjamin bahwa Identifikasi PTSL K.3 dapat diproses pembukuan sertifikatpun dijelaskannya.
“Sebenarnya ini semua sedang kita proses, baik ditingkat BPN Kabupaten Agam hingga ke Kementerian Hukum dan HAM dan bahkan ke DPR RI hingga Presiden, jadi saya minta semua pihak agar tenang dulu sehingga masalah yang dihadapi oleh masyarakat Gadut mendapatkan hasil yang positif terhadap kasus ini,” katanya.
Amril menyebutkan, bahwa pihaknya berencana akan mengundang seluruh Instansi terkait dalam menjelaskan hal tersebut. “Semuanya akan kita bahas pada pertemuan nanti, yang mudah-mudahan akan dilaksanakan pada Sabtu (16/03) depan. Kita musti jelaskan ini kembali kepada masyarakat, bahwa pihak HPTMG itu betul-betul menginginkan tanah yang di Klaim oleh TNI AU itu adalah milik masyarakat Gadut, dengan cara Identifikasi tersebut. Tujuan Identifikasi ini jelas, bahwa itu bahagian dari proses yang diminta oleh Menteri Agraria yang dituangkan dalam sebuah surat permintaan kepada BPN Agam,” paparnya.
Perihal pernyataan kepala kantor BPN Agam yang mengatakan bahwa Identifikasi PTSL K.3 yang diajukan oleh masyarakat dalam areal Klaim TNI AU seluas 287.6 hektar, itu tidak dijamin dikeluarkan nya sertifikat menurut Amril itu benar adanya. Namun dirinya mengatakan bahwa dalam persoalan ini yang perlu diperhatikan adalah posisi BPN Agam bukanlah sebagai penentu diputuskannya kepemilikan sah terhadap tanah tersebut.
“Identifikasi yang kita ajukan, itu bukanlah hasil keputusan dari BPN Agam, namun perintah dari Kementerian Agraria kepada BPN agar dalam batas waktu 14 hari, BPN Agam musti memberikan laporan kepada Menteri Agraria terhadap laporan yang dikirimkan oleh HPTMG. Artinya, munculnya permintaan Identifikasi PTSL K.3 itu, murni dari laporan kita, agar kejelasan dari Klaim TNI AU tersebut diperjelas, apakah tanah yang diklaim oleh TNI AU itu memang benar atau tidak, sebab setelah Klaim itu muncul, pihak DPRD Kabupaten Agam telah mengeluarkan hasil Pansus DPRD yang menyatakan bahwa Klaim tersebut tidak berdasar karena data yang ditemukan oleh DPRD Kabupaten Agam, tanah yang diakui oleh TNI AU seluas 287.6 hektar, ternyata yang teregistrasi di Kementerian Keuangan Negara cuma 47 hektar,” katanya.
Jadi, menurut Amril persoalan ini sebenarnya telah dijabarkan oleh Kepala Kantor BPN Agam pada sosialisasi PTSL beberapa Minggu lalu, namun mungkin masyarakat kurang memahami sehingga pihaknya berencana untuk melakukan pertemuan ulang guna memperjelas kembali maksud dilakukan Identifikasi PTSL K.3 tersebut di atas lahan seluas 287.6 hektar itu.
“Inilah yang musti kita perjelas kembali kepada masyarakat, bahwa maksud Identifikasi PTSL K.3 itu adalah memperjelas bahwa tanah yang diklaim oleh TNI AU itu, bukanlah tanah yang selama ini ditelantarkan atau tanpa ada pemiliknya, selain kita juga menjelaskan bahwa adanya pungutan di atas pengajuan permohonan Identifikasi yang diduga dilakukan oleh pihak Jorong, itu tidak ada kaitannya dengan HPTMG. Sebab, selaku ketua HPTMG yang notabenenya organisasi perhimpunan tentu kita bertindak berdasarkan fungsi yang melekat. Artinya, sebagai organisasi non pemerintah, sifatnya kita hanya fokus terhadap bagaimana memperjuangkan hak kepemilikan semata. Sedangkan kepengurusan hak kepemilikan, tentu itu dilakukan oleh aparatur negara yang ditunjuk oleh negara,” jelas Amril.
Discussion about this post