Oleh : Syafri Piliang
Wartawan Muda
Dharmasraya – Di sebuah pagi yang lembut di Nagari Ampang Kuranji, suara burung-burung kecil yang bertengger di ranting rambutan sering menjadi pengantar bagi Leli Arni kecil untuk berangkat sekolah.
Jalan tanah yang berdebu atau berlumpur setelah hujan bukanlah suatu hambatan. Di pundaknya, sebuah tas kain yang berisikan buku dan di kepalanya, doa kedua orang tua agar ia kelak menjadi perempuan yang bermanfaat bagi banyak orang.
Lebih dari enam dekade setelah pagi-pagi itu, Leli Arni, S.Pd., M.Si., kembali menapak jalan yang sama. Kali ini sebagai Wakil Bupati Dharmasraya periode 2025–2030. Di usianya yang matang, 67 tahun, langkahnya justru terlihat semakin mantap.
“Bagi dirinya sekolah adalah pintu yang bisa membuka pintu lain,” begitu ia sering mengulang kepada murid-murid dan kader yang pernah ia bimbing. Perempuan kelahiran 17 April 1958 ini memang tumbuh dalam kultur keluarga yang memandang pendidikan sebagai bekal utama.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di kampung, ia melanjutkan hingga meraih gelar Sarjana Pendidikan dari STKIP Bangko, institusi yang kelak bertransformasi menjadi Universitas Merangin.
Hasratnya memahami dinamika pembangunan daerah membuatnya mengambil gelar Magister Sains di Universitas Andalas, pada Program Studi Pembangunan Wilayah dan Pedesaan.
Pendidikan ini membentuk perspektifnya, bahwa kemajuan suatu daerah tak hanya diukur dari kokohnya bangunan, tetapi dari kokohnya manusia.
Pada awal 2000-an, ketika suara pemekaran Dharmasraya masih menjadi wacana yang berbaur dengan kepentingan politik dan tarik – menarik birokrasi, nama Leli Arni mulai sering disebut-sebut.
Ia bukan orator yang menggelegar, bukan pula pemain panggung yang gemar tampil. Perannya lebih banyak berlangsung di rapat-rapat panjang, konsolidasi senyap, dan upaya merumuskan kebutuhan daerah yang kelak berdiri sendiri.
“Leli itu bukan tipe yang ingin dilihat orang, tapi kalau dia sudah turun tangan, pekerjaan selesai,” kata salah seorang tokoh pemekeran yang juga Ex Ketua DPRD Dharmasraya periode 2014 – 2019 H. Masrul Maas dalam sebuah perbincangan informal di kediamnnya koto baru.
Sejak saat itu, ia dikenal sebagai salah satu perempuan paling dihormati dalam lingkar pembangunan ranah Cati Nan Tigo. Bukan sekadar karena senioritas umur, tetapi karena rekam jejak.
Ketika banyak teman seangkatannya menikmati masa pensiun, Leli justru kembali memasuki gelanggang. Keputusan untuk mendampingi Bupati Annisa Suci Ramadhani yang merupakan bupati perempuan pertama di Sumatera Barat. Ini adalah sebuah langkah yang sempat membuat banyak pihak terkejut.
Dua Srikandi memimpin sebuah kabupaten yang akan menginjak 21 tahun. Yang satu lebih muda dan progresif. Dan yang satu lebih matang dan penuh jam terbang. Sebuah kombinasi yang jarang muncul dalam panggung politik Sumatera Barat.
Keduanya, menurut Leli, bukan pasangan yang harus saling menutupi kelemahan, tetapi saling menguatkan.
“Anak muda punya energi. Orang tua punya pengalaman. Kalau digabung, insya Allah bisa menggerakkan banyak hal,” ujarnya pada suatu sore di sela pertemuan dengan kelompok perempuan tani.
Sebagai Wakil Bupati, Leli Arni menempatkan dua agenda besar di depan, peningkatan kualitas sumber daya manusia
Baginya, mutu SDM bukan hanya soal pendidikan formal. Ia menyebut literasi digital, keterampilan produktif nagari, dan penguatan peran perempuan sebagai pilar yang harus didorong secara serius.
Penguatan sektor pertanian
Dharmasraya dikenal sebagai lumbung pangan. Tetapi, menurut Leli, lumbung itu harus diisi oleh petani yang sejahtera dan teknologi yang terus diperbarui. Ia ingin petani tidak sekadar menanam dan panen, tetapi menjadi pelaku utama ekonomi daerah.
Dengan latar akademik di bidang pembangunan wilayah, ia memahami bagaimana nagari bisa hidup mandiri jika akar ekonominya diperkuat.
Di banyak kesempatan, Leli Arni tampil sangat sederhana. Tengkuluk atau selendang yang ia pakai saat kegiatan nagari masih melekat pada dirinya, seolah mengingatkan bahwa jabatan hanyalah titipan.
Ia tak pernah benar-benar berhenti mencatat sebuah ide program, masukan masyarakat, keluhan petani, atau cerita pedagang kecil yang ia jumpai di pasar. “Kalau tidak dicatat, semuanya hilang seperti angin lalu ,” katanya
Di usia saat banyak orang memperlambat hidup, Leli justru mempercepat langkah. Mungkin karena bagi perempuan ini, pengabdian bukan periode lima tahunan. Ia seperti utang yang terus ingin ia lunasi kepada tanah kelahirannya.
Bagi Dharmasraya, Leli Arni bukan sekadar Wakil Bupati. Ia adalah saksi hidup dari perjalanan panjang kabupaten ini, dimulai dari nagari-nagari sunyi yang dulu minim infrastruktur, hingga daerah yang kini bergerak cepat dengan visi pembangunan nan kuat.
Dan bagi dirinya, Dharmasraya adalah tempat di mana cerita hidupnya dimulai dan mungkin akan ia akhiri. Dengan tenang, dengan kerja yang tak banyak dipamerkan, tetapi terasa dampaknya. Seperti pepatah di ranah Cati Nan Tigo, “duduak barundiang, sa langkah barisi”. Sedikit bicara, setiap langkah memberi arti. ***



Discussion about this post