Setahun berselang kemudian sang Kolonel Angkatan Udara itu, kembali melakukan terobosan untuk Bukittinggi. Langkah yang tidak mudah dilakukan pada era pemerintahan yang sentralistis, Walikota Bukittinggi kala itu mampu menembus birokrasi terpusat itu.
Terobosan ini berlangsung pada awal tahun 1985. Bukittinggi melakukan kerjasama KOTA BERSAUDARA (SISTERS CITY) dengan Seremban, Negeri Sembilan, kemudian lebih dikenal dengan Kota Kembar, tepatnya 18 Januari 1985 dengan nomor surat kerjasama: 650/356/bintal-85.
Seremban serta daerah yang masuk dalam wilayah negara bagian Seremban, secara kultur, bahasa sampai arsitektur bangunannya banyak memiliki kesamaan dengan daerah minangkabau. Bila kita berkunjung ke Seremban atau kota pantai Port Dickson, akan disuguhi oleh bangunan “bagonjong” termasuk hotel-hotelnya, sehingga terasa di kampung sendiri.
Begitu juga bahasa sehari-hari, di beberapa daerah seperti Jelebu dan Kuala Pilah, yang digunakan sehari-hari masyarakatnya berupa bahasa minang, terutama mirip dengan bahasa yang juga digunakan masyarakat 50 Kota berbatasan dengan Kampar.
Ikatan kerjasama itu diantaranya meliputi perdagangan, pendidikan dan seni budaya. Hampir setiap tahun delegasi kedua kota atau bandar saling melakukan kunjungan muhibah, baik diantara pejabat/aparat atau delegasi dagang maupun seni-budaya, atau semua berlangsung secara bersamaan.
Di setiap berlangsung ivent dan momen berbentuk festival atau pameran dagang atau industri baik di Bukittinggi atau Seremban, bahkan di kota atau bandar lain di Sumbar atau Malaysia, kedua belah pihak akan saling memberikan undangan kepada kota saudaranya untuk ikut serta.
Suasana persaudaraan yang saling menghargai, terus terang juga pernah penulis rasakan. Saya bersama Ismet Fanani MD, pada tahun 1991 diikutkan dalam rombongan muhibah ke Seremban bersama sanggar seni Saayun Salangkah. Di setiap daerah yang kami datangi selalu disuguhi dengan tarian Kompang, biasa ditampilkan untuk menyambut tamu kehormatan, dan dielu-elukan oleh masyarakat setempat. Kami merasa tersanjung dengan sambutan kakitangan kerajaan dan masyarakat yang ditemui.
Setelah kembali ke Bukittinggi pun, para pengerusi (pengurus) MBS khususnya maupun sejumlah “kaki tangan kerajaan” masih tetap melakukan komunikasi, walau saat itu masih dilakukan melalui surat-menyurat. Hubungan yang terjalin layaknya diantara saudara sendiri.
Di luar kunjungan resmi, tidak sedikit pelaku ekonomi atau perdagangan dari Bukittinggi khususnya, yang ternyata mampu menembus pemasaran barang dagangan di Seremban dan berbagai bandar di Malaysia bahkan Singapura. Apalagi yang mendapatkan rekomendasi dari pemerintah Kota Bukittinggi.
Bagi wartawan Bukittinggi kerjasama Kota Kembar tersebut ikut memberi peluang untuk mempelajari situasi dunia kewartawanan di negara jiran, karena di setiap kunjungan ke Malaysia mendapatkan kemudahan melakukan kunjungan ke pemerintahan tingkat pusat kerajaan.
Tidak jarang pula dari kerjasama Kota Kembar Bukittinggi-Seremban, membuka kembali tali darah dan keturunan beberapa warga Malaysia asal Minangkabau yang sempat kabur atau terputus, dengan kedatangan delegasi kota Bukittinggi yang kadangkala juga didampingi oleh pejabat dari provinsi Sumbar. Tidak sedikit akhirnya menemukan garis keturunan nenek-moyang mereka di Minangkabau atau Sumbar. Apalagi masih banyak warga Malaysia yang memakai suku mereka sesuai dengan daerah asal, seperti Agam, Payokumbuah atau Tanah Datar, sehingga memudahkan melalukan penelusuran kembali.
Paling tidak pada dua dasawarsa berjalannya kerjasama Kota Kembar, manfaat yang dirasakan bukan hanya antara pemerintahan kedua belah pihak. Masyarakat dari berbagai unsur ikut mendapatkan pelajaran serta manfaat sesuai bidangnya masing-masing.
Pada kurun waktu yang sama, sedikitnya juga terjalin kerjasama antara KNPI Bukittinggi dengan Majelis Belia Seremban (MBS), dan PWI (Perw) Bukittinggi dengan Persatuan Wartawan Malaysia (PWM) Seremban. Sehingga wakil lembaga di atas juga sering saling melakukan kunjungan muhibah satu sama lain.
Memasuki kurun waktu pertengahan dasawarsa ketiga sejak terjalinnya kerjasama, intensitas apalagi kontinuitasnya terasa kian menurun.
Aroma kerjasama tersebut semakin sirna sejak Walikota Bukittinggi dijabat Ismet Amzis, Ramlan Nurmatias sampai Erman Safar saat ini. Program dan kegiatan Kota Kembar tersebut entah di mana berada. Apakah masih ada? Entahlah.
Sebagai bukti bahwa Bukittinggi pernah memiliki saudara kembar Seremban, Negeri Sembilan, kini masih dapat dilihat dalam bentuk sebuah tugu yang terletak di taman depan kantor DPRD Bukittinggi.
Discussion about this post