DHARMASRAYA — Material sedimen proyek pembangunan PLTM Batang Hari, berserakan di jalan. Alhasil, tumpukan tanah di jalan umum itu, licin saat hujan dan berdebu saat panas. Wajar saja, masyarakat mengutuk keras terhadap penyedia jasa proyek pembangunan PLTM Batang Hari itu.
Padahal, saat proses tender, mobil untuk membersihkan jalan dari tanah berserakan harus tersedia di lokasi pekerjaan di Batu Bakaruik Jorong Muara Maung Nagari Sungai Kambut, Kecamatan Pulau Punjung Kabupaten Dharmasraya.
Karena itu, juga termasuk dalam kontrak kerja. Salah satunya tidak menganggu kenyamanan warga dan jalan. Apalagi, akses jalan fasilitas umum Kabupaten Darmasraya menuju Kabupaten Solok Selatan itu terkesan berceceran tanah urung untuk penimbunan bahu sungai Batang Hari disepanjang jalan umum. Diperkirakan kurang lebih 1km.
Parahnya, itupun telah menelan korban kecelakaan. Penyebabnya, ceceran tanah dan mengakibatkan akses jalan umum rusak becek dan licin.
Selain itu pengambilan tanah untuk pemufaatan timbunan bahu sungai Batang Hari cukup dahsyat itu, diduga tidak mengantongi izin sesuai dengan peraturan dan perundang undangan. Proyek ini sebagai pemberi kerja PT Brantas Total Energi (BTE) dan penyedia jasa PT Brantas Abipraya dengan nilai kontrak Rp.116.383.500.000.
Proyek bernomor kontrak: 001/KK/BTE-OPS/V/2022, waktu pelaksana 18 bulan (540 hari kelender), sumberdana dari equitas (BE) 30%. Ditambah dari kredit investasi (BSI) 70%, sekarang menuai cercaan warga.
Anehnya, Zulkifli Project Manager, di ruangannya, Kamis (8/9), saat dikonfirmasi membenarkan adanya pengendara jatuh di jalan tersebut. Alasanya karena jalan becek dan peristiwa itu terjadi di pagi hari. Tapi sudah melaporkan ke penjaga malam.
“Kami dari perusahaan sudah memberi rambu rambu juga supaya pengguna jalan agar berhati hati dan akses jalan artenatif tidak ada lagi,” kata Zul, sembari mengatakan sesuai dengan kesepakatan kami dengan Kepala Jorong jalan tersebut akan dibenahi sekali dua hari. Dan disekrop, bahkan tiap harinya selalu dilakukan penyiraman agar tidak menimbulkan kabut.
Ia juga mengatakan tentang masalah izin pengambilan tanah untuk timbunan itu, dia berdalih jika pihaknya hanya pelaksana. “Kami hanya pelaksana. Kalau masalah izinnya itu urusan orang Balai. Untuk lebih jelasnya tanya aja sama awnernya,” dalihnya.
Menyikapi hal tersebut Wahyu Damsi LSM KPK Tipikor, mengatakan apabila benar aktifitas galian tanah yang dilakukan oleh PT Brantas cs tidak mengantongi izin IUP, IPR, berarti ada unsur pidananya sesuai dengan Undang Undang Minerba No 4, Pasal 158.
Disebutkan, setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagai mana yang dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat 3 Pasal 48, Pasal 67 ayat 1, Pasal 74 ayat 1, atau ayat 5 dipidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 10 miliyar. Meskipun itu penyedia jasa siapapun dia.
Dan apabila dengan sengaja merusak akses jalan umum akan mengakibatkan orang luka ringan luka berat dan mati bisa dituntut dengan Pasal 273 Undang Undang No 22 tahun 2009, tentang Lalulintas. Ini jelas juga sangsi pidananya.
“Jadi apa yang disampaikan project manager perusahaan tersebut dia harus bertanggung jawab terhadap pelaksana proyek yang dimulai dari kegiatan awal hingga proyek selesai. Dan, bertanggung jawab terhadap organisasi maupun proyeknya sendiri. Termasuk tim yang bekerja dalam proyek itu. Sebab itu, merupakan tugas pokoknya project manager. Jangan mentang mentang merasa perusahaan BUMN bekerja sesuka perutnya aja. Perusahaan mau cari untung besar silahkan, tapi jangan masyarakat dapat celakanya,” terangnya Wahyu. (ARP)
Discussion about this post