Padang Pariaman — Belum lagi tuntas tuntutan masyarakat Tarok soal ganti rugi tanaman yang sudah diratakan oleh penguasa negeri ini, di kawasan Tarok, Nagari Kapalo Hilalang, Kecamatan 2×11 Kayu Tanam. Di mana ratusan hektar tanaman masyarakarat, pada lahan tanah bekas kebun Belanda di daerah tarok ini belum jelas ujung pangkalnya.
Berbagai masalah muncul ke permukaan terkait persoalan Tarok yang direncanakan Ali Mukhni, Bupati Padang Pariaman sebagai kawasan pendidikan terpadu ini. Ratusan hektar kebun masyarakat tanpa belas kasihan sudah diratakan dengan tanah.
Yang jadi persoalan, janji yang disampaikan kepada pemilik kebun, yang notabene ialah korban, tidak akan merugikan masyarakat. Kebun yang ditanami berbagai jenis tanaman akan diberikan ganti rugi. Namun sampai kini, janji yang diucapkan Ali Mukhni hanya bualan saja, demikian hal yang diungkapkan petani yang mengolah lahan pemerintah bekas kebun Belanda ini kepada media.
“Satu senpun belum ada ganti rugi yg diberikan oleh Pemda Padang Pariaman,” terang petani tersebut dalam sebuah kesempatan belum lama ini.
Kini DPRD sebagai ujung tombak suara rakyat, dengan lantang kembali mempersoalkan wacana Ali Mukhni yang katanya akan menjadikan Tarok sebagai kawasan pendidikan terpadu itu dengan penamaan baru, yakni Tarok City.
Menurut Hamardian, anggota DPRD Fraksi Gerindra, nama kekinian Tarok yang ditambah dengan ‘City’, dengan menjadi Tarok City merupakan sebuah perpaduan nama daerah yang keren. Akan tetapi pemberian nama ini banyak disorot sehingga menimbulkan polemik baru, di luar sejibun polemik lainnya yang menghantui wacana Ali Mukhni dalam mimpi “Tarok City”-nya.
Hamardian yang cukup keras menentang pemberian nama Tarok City oleh Ali Mukhni tanpa ada dasar hukum yang jelas. “Kalau diartikan, city adalah kota dalam bahasa asing. Kini desa Tarok ditambah embel embel dengan city yang artinya kota besar Tarok. Padahal untuk perubahan nama dalam sebuah wilayah itu tertuang dalam Permendagri Nomor 30 Tahun 2012,” ungkap Hamardian.
Anggota DPRD asal Kasang ini secara tegas menolak pemberian nama Tarok City ini. Karena menurutnya, tidak sesuai dengan aturan dan undang undang yang berlaku yang dituangkan dalam Permendagri No.30 Tahun 2012.
“Jadi untuk nama Tarok City itu dianggap ‘haram’ karena dengan sengaja Bupati Ali Mukhni telah melabrak aturan pemerintah pusat dengan pemberian nama Tarok City ini tanpa didukung dengan paraturan daerah yang disahksn oleh DPRD Padang Pariaman,” terang Hamardian.
Ketua DPRD Padang Pariaman kepada Edi Josep, Kontributor reportaseinvestigasi.com diruangannya mengatakan, sebenarnya nama Tarok City belum bisa disebarkan. Karena katanya, pemberian sebuah nama pada sebuah daerah harus ada tatanannya, serta ada aturannya. “Permendagri-nya nomor 30 tahun 2012, itu sudah aturan main. Dan Perpres inilah yang dilabrak oleh bupati yang tidak mengacu kepada aturan yang berlaku,” sebut Arwinsyah.
Sementara, nama yang diajukan kepada DPRD adalah Kota Pusat Pendidikan Tarok, bukan Tarok City. “Jadi kalau disebutkan nama Tarok City, tidak pernah diajukan kepada DPRD Padang Pariaman,” ulas Ketua DPRD dari Partai Gerindra ini.
Sementara masalah lainnya di kawasan Tarok ini, masih banyak masalah yang belum terpecahkan seperti: Belum ada RTRW-nya dan juga belum ada sertifikat lahan kebun Belanda ini, begitu juga dengan tanaman masyarakat tidak jelas, karena belum ada dibayar ganti rugi tanaman masyarakat puluhan hektar.
Praktisi hukum Alwis Ilyas mengatakan, dirinya menilai kurang tepat penunjukan kata ‘haram’ dalam persoalan nama Tarok yang disebut dengan Tarok City ini. Namun demikian, Alwis Ilyas menyarankan agar kepala daerah dan instansi terkait berpedoman kepada aturan yang berlaku.
“Penamaan yang dilekatkan kepada desa Tarok, yaitu Tarok City. Untuk dikatakan ‘haram’ terlalu kurang elok, walaupun ada aturan dan undang undang yang dilabrak dalam membuat atau pengganti nama daerah, seharusnya kepala daerah dan intansi terkait harus berpedoman kepada aturan yang berlaku,” ujar Alwis.
Adapun Permendagri Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pemberian Nama Daerah yang dimaksud dalam Pasal 2, 3, 4, 5 dan 6adalah sebagai berikut:
a.penggunaan abjad romawi;
b.satu unsur rupabumi satu nama;
c.penggunaan nama lokal/daerah;
h.paling banyak tiga kata.
Persyaratan
b.budaya;
c.adat istiadat; dan/atau
d.adanya nama yang sama.
a.aspirasi masyarakat;
Tata Cara
Discussion about this post