Oleh Syafri Piliang
Wartawan Muda
Dharmasraya – Di balik deru
pembangunan dan debu proyek
infrastruktur, terselip aroma tak sedap dari dunia distribusi semen. Lies, semen yang dikemas manis dalam bentuk bersubsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi luar Provinsi Sumbar, justru membanjiri pasar di Sungai Rumbai, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Ironisnya, produk yang masuk itu bercorak warna hitam, berbeda dengan lies merah yang semestinya berlaku di Sumbar.
Warna bukan sekadar penanda. Tapi, Ia adalah identitas, petunjuk jalur distribusi, sekaligus pengingat akan batas wilayah subsidi. Namun kini, batas-batas itu seperti dihapus oleh para pemain mafia distribusi semen. Lies hitam yang mestinya yang pemasarannya hanya diluar daerah, kini dipasarkan bebas di Dharmasraya dengan harga Rp76.000 per zak, lebih murah bila dibandingkan lies merah khas Sumbar yang dipatok Rp 83.000.
Tak hanya soal harga. Kualitas pun jadi sorotan. Para tukang bangunan dan kontraktor lokal menyebutkan bahwa lies hitam lebih rapuh, tidak sekuat lies merah yang selama ini jadi andalan proyek-proyek konstruksi di Sumbar.
“Bangunan seperti manusia, butuh fondasi yang kuat. Kalau sejak awal sudah pakai material setengah hati, jangan salahkan kalau roboh nanti,” ujar salah seorang mandor proyek berinisial Eri di Pulau Punjung, Dharmasraya.
Pertanyaannya, kenapa semen bersubsidi dari Jambi bisa masuk begitu mudah ke Sumbar. Di mana peran pengawasan dari pihak distributor resmi..? Apakah ada pembiaran? Atau justru, seperti gunung es, kita hanya melihat puncak dari jaringan mafia distribusi yang lebih besar.
Menurut Warman salah seorang warga di sungai rumbai, katanya Fenomena ini bukan hanya tentang bisnis. Ini tentang integritas.Tentang bagaimana celah-celah regulasi dimanfaatkan oleh segelintir pihak yang bermain di balik bayang-bayang, demi keuntungan sesaat, sementara masyarakat menjadi korban dari sistem yang abu-abu.
Saat Sumbar diminta membangun dengan hati, justru diberi material dengan niat yang kabur. Lies hitam bukan hanya tentang warna, tapi tentang kenyataan kelam distribusi yang butuh dibongkar terang.
Dharmasraya butuh jawaban. Sumbar menunggu sikap tegas dari PT. Semen Padang yang berdiri sejak 18 Maret 1910 dengan selogan ‘ kami telah berbuat sebelum yang lain memikirkannya.” Saat ini masyarakat menunggu dan berharap pembangunan tak lagi dibangun di atas kebohongan.***
Discussion about this post