Lagi-lagi carut-marut pengerjaan proyek dengan pola pelaksanaan swakelola di Desa Apar, Kecamatan Pariaman Utara, yang bersumber dari Dana Desa tahun anggaran 2017 terpantau kacau lagi. Kali ini aroma mark-up kembali menyengat pada proyek Pembuatan Jalan Desa, di Dusun II By Pass, Apar
PARIAMAN, REPINVESCOM
Berdasarkan hasil telusuran media ke lokasi proyek belum lama ini. Proyek dengan judul: Pembuatan Jalan Desa, di Jalan By Pass, Desa Apar, Kota Pariaman terindikasi asal-asalan. Proyek swakelola dengan nilai pagudana Rp 241.020.000 ini, disebut hanyut tergerus genangan air hujan yang meluap.
Keterangan itu dikemukakan oleh sumber aktual media ini yang tak lain juga merupakan warga setempat. “Itu proyek pembangunan jalan yang baru dibangun di Jalan By Pass tahun anggaran 2017 (pagudana Rp241 juta) sudah hanyut,” tutur sumber, Selasa (20/2) menerangkan di balik ponselnya.
Disinyalir diantara beberapa faktor penyebab terjadinya kegagalan proyek di Desa Apar ini salah satunya dikarenakan oleh intensitas curah hujan yang tinggi selama beberapa hari belakang. Akibatnya, hujan lebat yang mengguyur wilayah Kota Pariaman bagian utara selama beberapa hari inilah, yang tak urung menghanyutkan pasangan material proyek, terlebih proyek tersebut berkualitas asal jadi.
Sepengamatan media ke lokasi, Sabtu (17/2/2018). Sejatinya proyek Pembuatan Jalan Desa yang menghabiskan anggaran Rp241 juta, dengan volume 142.81 meter serta lebar yang katanya 4 meter ini, kuat beraroma mark-up.
Pasalnya, kerapuhan pasangan batu pada dinding pembatas jalan (talut) di kedua sisi terlihat memprihatinkan. Kondisi pasangan talut bisa dengan mudah dapat dirontokan. Buktinya, di beberapa titik pasangan itu sudah banyak menggelupas dan amblas.Tak lain hal itu terjadi, disebabkan kurangnya adonan semen yang melenceng dari RAB.
Wajar kerapuhan mutu pasangan di lokasi proyek saat ini, sekaligus menjadi penyingkap tabir misteri tentang sejauh mana pertanggung jawaban Hendrik selaku Kepala Desa Apar mengelola kegiatan proyek yang dituding tak mementingkan kualitas, serta terkesan hanya memperbesar keuntungan dengan indikasi mark-up.
Lebih jauh menelisik kecurangan pengerjaan proyek milik Desa Apar yang dikepalai Hendrik ini. Soal agregat lapisan material yang terhampar di ruas jalan dengan lebar 4 meter katanya itu, nyata dilakukan tanpa proses pengerasan dan penggillingan.
Perihal tersebut terlihat jelas, bidang ruas jalan yang dibuat sama sekali tidak padat dan gembur.
Tak cuma itu. Timbunan yang dipakai untuk segmen penghamparan ruas jalan ini juga dicurangi dengan menggunakan tanah tebing. “Material timbunan yang digunakan saat penghamparan memakai tanah tebing, bukan timbunan pilihan. Dan campuran material tanah tebing dengan komposisi batu mangga yang terhampar di ruas badan jalan, itu dibiarkan saja tanpa ada pengerasan jalan. Jadi begitulah hasilnya, jalan yang dibuat gembur dan pasangan talutnya juga lembek, sebab takaran semennya dikurangi,” jelas narasumber lainnya memaparkan dalam kesempatan yang berbeda.
Padahal sepengetahuan media, sebelum proses pemadatan dan penggilingan bidang jalan. Agregat timbunan yang dipakai untuk memenuhi agregasi lapisan secara spesifik, sewaktu proses penghamparan dilangsungkan, biasanya memakai material timbunan pilihan dengan kombinasi kerikil atau batu pecah, bukan tanah tebing yang dicampur dengan batu mangga seperti proses yang diduga dikerjakan oleh tim TPK Kades Hendrik.
Sebelumnya, Kepala Desa Apar ini sudah dilaporkan oleh warganya ke Unit Tipikor Polresta Pariaman, dengan objek laporan seputar proyek pembangunan irigasi yang terletak tak jauh dari kantor desa, menggunakan Dana Desa tahun anggaran 2016 lalu. Menurut laporan warga setempat menyatakan bahwa proyek tersebut hancur dalam hitungan bulan.
Konon, Hendrik juga dikabarkan telah dipanggil Unit Tipikor mengenai proyek yang berjudul Pembuatan Saluran Drainase yang ditayangkan media ini tanggal 22 Januari 2018 sekitar sebulan yang lampau. Aroma mark-up pada pembuatan proyek drainase itu teramat menyengat, sebab harga satuan perkubik yang dibuat dalam perencanaan memang tak masuk akal sehat. Bayangkan, estimasi harga untuk kubikasi proyek ini jauh melebihi di atas standar PU. Hitungannya, proyek yang bernilai Rp 147.609.000 ini cuma memiliki volume sekitar 2.31 mᶾ.
Sejauh ini belum ada tanggapan dari Hendrik semenjak media ini menghubunginya terakhir kali Sabtu, (20/1/2018). Saat itu Hendrik berjanji pada media untuk menyempatkan diri memberikan klarifikasi seputar temuan-temuan kecurangan pengerjaan proyek yang sudah media kantongi. Namun sayang, Hendrik mengingkari janjinya dengan bermacam-macam alasan kesibukan yang dia paparkan.
“Maaf Pak. Saya tidak ada waktu, dalam minggu ini jadwal padat, Selasa (23/1) ada rapat, Rabu (24/1) ada acara Sertijab Camat Pariaman Utara, Kamis saya ke Padang,” bunyi SMS yang dikirimkan Hendrik menghindari media setelah tukak proyek mark-up yang diduga dilakukannya diberitakan media ini.
(Bersambung…)
Discussion about this post