Oleh Syafri piliang
Wartawan Muda
Dharmasraya – Suasana langit agak sedikit cerah, disetiap sudut jalan di Sembilan Koto terlihat lebih ramai dari pada biasanya. Puluhan warga dari Silago, Koto Nan Ampek Dibawuah, hingga Lubuk Karak berkumpul, bukan sekadar menunggu seremoni, melainkan sebuah kesempatan langka, bertatap muka dengan bupati Jumat (12/09/2025) siang menjelang sore.
Annisa Suci Ramadhani, perempuan muda yang kini memimpin Dharmasraya, hadir bukan dengan pidato panjang di panggung nan megah. Ia memilih turun langsung ke tanah nagari yang merindu, duduk di satu hamparan, hingga menyeruput kopi di warung yang sangat sederhana.
“Kadang yang sampai ke meja bupati tidak sepenuhnya mencerminkan kebutuhan rakyat,” katanya lirih namun tegas. “Karena itu, saya merasa perlu untuk datang langsung ke nagari ini
Sembilan Koto menyimpan jejak tapak sejarah di masa lalu yang tak mungkin dapat terlupakan.Dua puluh tahun sudah berlalu, di bawah kepemimpinan Ex Bupati Marlon Martua Dt. Rangkayo Mulieh priode 2005 – 2010 dengan visi dan misi ” Maju Dalam Keseimbangan “. Ia merupakan bupati definitif pertama , ayah kandung dari Annisa Suci Ramadhani akrap disapa Caca yang kini sedang menjabat sebagai bupati perempuan pertama pula di Provinsi Sumbar.
Beliau dimasa itu berikan jalan aspal pertama kali menginjak bumi Sembilan Koto yang sebelumnya hanya jalan tanah dan listrik pun tak ada jauh dari ketertinggalan. Namun, berkat kegigihannya akhir listrik mulai menyala, mengusir gelap panjang di rumah-rumah kayu yang sebelumnya mengunakan alat penerangan seadanya semisal lampu cogok dan petromat meski ada mesin diesel tapi tak banyak
Kini, generasi baru muncul kepemimpinan datang dengan membawa janji yang tak kalah beratnya, menjaga kesinambunganpembangunan.Kalau dulu kami bisa menikmati listrik dan jalan aspal untuk pertama kalinya, tentu sekarang kami berharap kesinambungan pembangunan tetap berlanjut,” ungkap Malus seorang tokoh masyarakat
Dalam dialog menerima aspirasi warga dari Nagari Silago, warga menuntut jalan lingkar dan perbaikan jalan usaha tani. Di Lubuk Karak aspirasi juga mengalir deras jembatan Batang Momong, irigasi sawah, hingga hutan sosial untuk kebun kopi. Sementara di Koto Nan Ampek Dibawuah, suara rakyat terdengar di warung kopi yakni tentang air bersih, jembatan gantung, jalan menuju kebun, dan akses internet yang labur.
Oleh Sang Srikandi semua aspirasi ditampung dan dicatat. Tapi catatan saja tentu tak cukup. Namun masyarakat tahu betul, terlalu banyak janji sering berakhir jadi lembaran kertas tanpa eksekusi.
Kunjungan Annisa ke Sembilan Koto bukan hanya sekadar inspeksi pembangunan. Ia juga menyampaikan pesan politik yang halus namun tegas, pemerintah hadir, dan nagari tidak boleh merasa diabaikan.
Empat wali nagari sepakat untuk bersatu. Mereka menyatakan tak ingin dipecah belah oleh kepentingan politik yang kerap menyusup dari luar, sehingga menjadi bola liar. “Kami siap seayun selangkah dengan Bupati,” tegas mereka.
Namun, di balik hangatnya dialog dan senyum ramah bupati, ada terselip sebuah pertanyaan yang masih menggantung. Dengan efisiensi anggaran, seberapa jauh semua aspirasi ini benar-benar bisa diwujudkan dalam keterbatasan APBD saat ini. Tentunya capaian itu tidak lah mudah bupati harus bekerja keras demi mewujudkan visi dan misinya sebagai pemimpin baru.
Annisa berulang kali menegaskan, “Tidak sedikitpun ada niat untuk mengabaikan Sembilan Koto.” Tapi rakyat tentu tak lagi hanya menunggu janji, mereka ingin bukti. Jalan berlubang, jembatan tua, irigasi yang tersendat, semua itu bukan retorika, melainkan denyut nadi kehidupan sehari-hari.
Bagi masyarakat, kunjungan ini memang memberi harapan. Tapi harapan, sebagaimana sejarah pembangunan di negeri ini, sering kali diuji oleh realitas politik dan anggaran.
Dari forum resmi hingga obrolan warung kopi, Sembilan Koto menyuarakan satu hal, jangan biarkan pembangunan berhenti di catatan musrenbang. Mereka ingin sejarah keberlanjutan, bukan sekadar nostalgia listrik dan aspal masa lalu.
Maka, di tangan dingin Annisa yang membawa visi dan misi ” Dharmasraya Sejahterah Merata “harapan itu kini tertompangkan dan diuji. Apakah ia akan melanjutkan jejak sang ayahnya dengan capaian nyata, ataukah hanya meninggalkan catatan kunjungan dan janji yang tak kunjung tertunaikan.***
Discussion about this post