Oleh Syafri Piliang
Wartawan Muda
Dharmasraya – Malam itu, aula Kantor Wali Nagari Koto Baru dipenuhi wajah-wajah serius. Para ninik mamak, alim ulama, pemuda, dan ibu-ibu duduk berdampingan bersama aparat Babinsa dan Bhabinkamtibmas. Mereka tak sedang merayakan hajatan, melainkan membicarakan sesuatu yang jauh lebih genting: maraknya pencurian sawit dan dugaan peredaran narkoba yang mulai menyasar anak-anak muda nagari.
Musyawarah nagari yang digelar Rabu malam (8/10/2025) itu dipimpin langsung oleh Wali Nagari Anggun Saputra. Ia membuka forum dengan nada prihatin. Dalam beberapa bulan terakhir, laporan kehilangan hasil kebun dan sawit warga semakin sering terdengar.Tak jarang pelakunya justru anak muda nagari sendiri.
“Beberapa kasus pencurian yang terjadi di nagari ini diduga dilakukan oleh anak-anak muda yang terjerat narkoba. Mereka mencuri untuk mendapatkan uang membeli barang haram itu,” ujar Ketua Bamus Koto Baru, Tomi Kusnadi, di hadapan peserta musyawarah.
Fenomena ini, kata Tomi, menjadi alarm keras bagi masyarakat. Sawit yang selama ini menjadi sumber penghidupan utama warga, kini berubah menjadi pemicu keresahan. Di sisi lain, jeratan narkoba kian merusak sendi sosial di nagari yang dikenal religius itu.
Permasalahan tak berhenti sampai di situ. Sejumlah aparat dan tokoh masyarakat menilai ada celah hukum yang membuat pelaku kerap lolos dari jeratan pidana berat. Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2012, pencurian dengan nilai kerugian di bawah Rp 2,5 juta tergolong tindak pidana ringan (tipiring). Artinya, pelaku tidak bisa ditahan.
“Bagi masyarakat, nilai Rp 2,5 juta itu sangat berarti. Kalau dibiarkan, bisa menimbulkan keresahan berkepanjangan,” tegas Wali Nagari Anggun Saputra.
Situasi inilah yang mendorong Pemerintah Nagari Koto Baru mengambil langkah konkret. Dalam musyawarah tersebut, disepakati pembentukan Peraturan Nagari (Perna) tentang Ketertiban dan Keamanan Masyarakat (Kamtibmas).
Perna ini nantinya akan menjadi dasar hukum lokal bagi masyarakat untuk menegakkan aturan secara mandiri, tanpa bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi. Dalam rancangan awal, Perna Kamtibmas akan mengatur pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Keamanan Nagari, mekanisme pemberian sanksi sosial, serta prosedur penyelesaian kasus di tingkat nagari.
“Perna ini nantinya menjadi dasar bagi masyarakat untuk menegakkan aturan lokal tanpa melanggar hukum yang lebih tinggi, sambil menutup celah hukum yang selama ini ada,” tambah Anggun.
Gerakan Sosial Melawan Narkoba, selain menyoroti aspek keamanan musyawarah juga menelurkan komitmen bersama untuk melawan peredaran narkoba. Pemerintah nagari bersama tokoh agama akan menggencarkan sosialisasi bahaya narkoba di sekolah-sekolah dan tempat ibadah.
Pemuda nagari pun berjanji ikut aktif dalam pengawasan lingkungan, terutama di titik-titik rawan tempat anak muda biasa berkumpul. Dukungan dari Polsek Koto Baru dan Koramil Koto Baru juga diharapkan memperkuat langkah pencegahan di lapangan.
“Masalah narkoba tidak bisa diserahkan hanya kepada aparat saja. Ini soal masa depan anak-anak kita. Kami semua harus ikut bertanggung jawab,” ujar salah satu tokoh masyarakat, Dt. Rajo Nan Sati.
Tentunya untuk menjaga wajah nagari bagi warga Koto Baru, upaya ini bukan hanya sekadar menjaga keamanan kebun, melainkan juga menjaga marwah nagari. Dalam budaya Minangkabau, nagari adalah rumah besar yang harus dijaga bersama. Ketika satu anak muda terjerumus narkoba, seluruh nagari merasa jelas akan merasa kehilangan masa sekarang dan masa depan.
Musyawarah malam itu menjadi simbol bahwa masyarakat tak ingin menyerah pada keadaan. Mereka memilih bangkit, menegakkan kearifan lokal, dan membangun ketahanan sosial dari akar rumput.
“Kalau bukan kita yang menjaga nagari, siapa lagi ” kata Anggun menutup pertemuan dengan suara mantap.
Langkah yang diambil Nagari Koto Baru sejalan dengan semangat restorative justice yang kini banyak diusung di berbagai daerah. Ketika hukum formal belum mampu menyentuh akar masalah sosial, pendekatan berbasis komunitas menjadi kunci untuk membangun ketertiban dan ketahanan sosial dari tingkat paling bawah.***
Discussion about this post