Payakumbuh — Komisi C DPRD Kota Payakumbuh melaksanakan pertemuan bersama Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit RSUD Adnaan WD Kota Payakumbuh untuk mendengarkan penjelasan terkait polemik pembayaran jasa medis dan insentif Covid-19 yang terjadi di RSUD, bertempat di Ruang Rapat Paripurna DPRD, Kamis (6/5).
Rapar diikuti Koordinator Komisi C Armen Faindal, Ketua Komisi C Ahmaz Zifal bersama Wakil Ketua Komisi C Mesrawati, Sekretaris Syafrizal, dan anggota YB Dt. Parmato Alam, Fahlevi Mazni Dt. Bandaro Nan Balidah, Ismet Harius, Mustafa, dan Suparman. Serta turut hadir Kepala Dinas Kesehatan dr. Bakhrizal, Direktur RSUD Adnaan WD dr. Yanti dan jajaran.
Para wakil rakyat mendengarkan pemaparan dari Direktur Rumah Sakit dr. Yanti yang menerangkan akibat klaim BPJS yang terlambatlah yang membuat jasa pelayanan rumah sakit juga ikut terlambat dibayarkan kepada petugas di rumah sakit.
dr. Yanti menambahkan, saat ini JM (jasa medis) rumah sakit sudah dibayarkan untuk bulan Oktober 2020 pada bulan Mei 2021. Sementara itu, untuk JM bulan November 2020 hingga sekarang masih belum bisa dibayarkan karena Perwako baru terkait perubahan nomenklatur managemen rumah sakit dan aturan lainnya belum keluar.
“Kami sedang memproses Perwako baru itu, insyaallah dalam waktu dekat selesai,” ungkapnya.
Terkait dana insentif Covid-19 bagi tenaga kesehatan di rumah sakit, dr. Yanti mengakui memang dana BOK tahap kedua tidak dikucurkan lagi oleh pusat akibat keterlambatan pelaporan tahap satu.
Sementara itu, kepala dinas kesehatan dr. Bahkrizal menjelaskan terkait insentif Covid-19 bagi puskesmas bisa dibayarkan hingga Desember 2020 karena dinas menganggarkan Biaya Tak Terduga (BTT), sehingga tidak ada kendala dari tenaga kesehatan puskesmas sampai kini.
Untuk Rumah Sakit, Bakhrizal menerangkan sesuai PP Nomor 72 Tahun 2019, menyebutkan semuanya telah merubah SPTK RSUD, dimana direktur rumah sakit bertanggung jawab kepada dinas kesehatan, rumah sakit memiliki otonomi khusus.
Terkait terjadinya riak-riak di internal rumah sakit, Bakhrizal menerangkan adanya pemahaman yang keliru selama ini dari bawah karena kurangnya informasi yang bisa diakses dokter, perawat, dan bidan di Rumah Sakit tentang mekanisme pembayaran hak (JM-red) mereka.
“Buka sejelas-jelasnya apa yang mereka terima dan rumus apa yang dipakai. Ketika pihak RS tidak terbuka, maka ini muncul ke media. Tata kelola informasi yang harus dibenahi, bukan sistemnya,” ujar kadis yang akrab disapa Dokter Bek itu.
Setelah mendengarkan pemaparan tersebut, Ketua Komisi C Ahmad Zifal mengatakan sebenarnya dengan manajemen rumah sakit yang sekarang, kesenjangan pembayaran jasa medis dari 10 bulan sekarang sudah membaik, tunggakannya hanya mendekati 4 bulan.
“Dalam tahun ini semoga bisa dinormalkan, baik itu pembayaran jasa pelayanan/jasa medis yang terlambat, maupun hak-hak lain dari tenaga di rumah sakit. Kami minta komunikasi antara dinas dan rumah sakit harus diperkuat, karena kedepan ada beberapa agenda pertenuan lagi yang kita laksanakan untuk menyelesaikan masalah iniomunikasi antara dinas dan rumah sakit harus diperkuat, karena kedepan ada beberapa agenda pertenuan lagi yang kita laksanakan untuk menyelesaikan masalah ini,” kata Ahmad Zifal.
Ahmad Zifal dari Fraksi PPP juga menjelaskan perlu hearing dengan komite untuk mendengarkan kejelasan yang terjadi, barulah setelah itu dilaksanakan lagi rapat internal Komisi C untuk tindak lanjut kedepannyaapat internal Komisi C untuk tindak lanjut kedepannya.
Ismet Harius dari Fraksi Nasdem Bintang Perjuangan sempat meradang saat membahas insentif Covid-19, dirinya merasa jasa mereka yang berada di lini depan seperti tidak dihargai oleh pihak rumah sakit.
“Duit dikasih oleh pemerjntah pusat masak harus kembali gara-gara kelalaian dalam membuat SPJ. Masalah rumah sakit ini bukan gampang, tapi sensitif. Isu kemasyarakatan apalagi petugas medis, satu hari saja mogok, banyak orang mati,” kata Ismet.
Dari sisi Wakil Ketua Komisi C Mesrawati, dirinya menyebut biasanya apabila ada dana yang dikucurkan pusat pasti berbarengan dengan juknis dan pelatihan-pelatihan. Tidak mungkin ketidakjelasan aturan dijadikan alasan mengapa dana insentif Covid-19 dari dana BOK tidak dapat dicairkan.
“Besok tolong saat rapat lanjutan beri kami DPRD berkas aturannya. Merugi rasanya kita, dikasih duit sama pemerintah pusat untuk penanganan Covid-19 tetapi tidak termaksimalkan dicairkan, hanya alasan laporan SPJ telat,” ujar Mesrawati yang juga Ketua DPD PAN.
Lain lagi dengan politikus Golkar YB Parmato Alam yang sempat juga meradang, dirinya menyayangkan kenapa hak tenaga medis Covid-19 di lini depan 3 bulan tidak dibayarkan hanya alasan SPJ telat.
“Alasan yang tidak masuk akal ini menjadi bukti kalau dinas kesehatan dan RSUD tidak satu persepsi. Tidak mampu membelanjakan uang dengan baik, apalagi di saat wabah corona sekarang harusnya mereka renaga medis menjadi prioritas,” ujarnya.
Dt. Parmato Alam mengingatkan dengan tegas agar petugas di lini depan diperhatikan sekali insentif Covid-19nya. DPRD memahami sudahlah pendapatan menurunemahami sudahlah pendapatan menurun karena pandemi, daya beli juga menurun, ekonomi daerah bisa ambruk.
“Ini sebenarnya tidak harus terjadi, kenapa puskesmas bisa sampai menerima Desember sementara rumah sakit tidak? Uangnya ada, kenapa tidak bisa dibayarkan?,” tanyanya.
Sekarang ada sebanyak 2,7 Miliar insentif Covid-19 di rumah sakit yang harus dibayarkan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) nomor HK.01.07/MENKES/4239/2021 tentang Pemberian Insentif dan Santunan Kematian bagi Tenaga Kesehatan yang Menangani Covid-19. Menurut Dt. Parmato Alam, bisa dibayar tunggakan tahun 2020 kemarin yang 3 bulan.
“Dengan tegas saya minta tunggakan ini dibayarkan segera, karena ada aturan yang memperbolehkan, termasuk JM mereka yang masih menunggak hingga perwako baru dikeluarkan,” pungkasnya. (Rel)
Discussion about this post