Agam — Pasca terjadinya aksi boikot masyarakat Kenagarian Canduang, Senin (5/8) di mana beradanya lokasi Kompleks Pondok Pesantren MTI Canduang di bawah naungan Yayasan Syekh Sulaiman Arrasuli (Inyiak Canduang), hari ini Selasa (6/8), pihak yayasan yang langsung dipimpin oleh Ketua Badan Pengurus Yayasan Syekh Sulaiman Arrasuli Prof. Dr. H. Syukri Iska, M.Ag lakukan konferensi pers, di mana dikatakan bahwa pihaknya saat ini betul-betul intensif melakukan penyelesaian, baik secara hukum maupun secara pengembalian nama baik Pondok Pesantren MTI Canduang.
“Bagaimanapun Yayasan Syekh Sulaiman Arrasuli itu dibangun langsung oleh Syekh Sulaiman Arrasuli bersama masyarakat. Dan memang atas dukungan masyarakat di Nagari Canduang selama inilah makanya seluruh kegiatan belajar mengajar para santri di Ponpes MTI Canduang ini berjalan dengan baik,” kata Syukri Iska pada wartawan saat konferensi pers berlangsung.
Menurut Syukri, terjadinya aksi boikot dari masyarakat Canduang tidaklah dirinya pungkiri mengingat insiden perbuatan asusila yang terjadi di lingkungan Ponpes MTI Canduang, yang mana saat ini tengah berjalan proses hukumnya di Polresta Bukittinggi.
Hal itu menjadi kekhawatiran serius khususnya bagi masyarakat Canduang, mengingat nama besar Syekh Sulaiman Arrasuli yang telah menjadikan MTI Canduang salah satu pesantren terbaik di Sumatera Barat, namun keinginan yang ditumpangi dari aksi tersebut menghendaki dirinya untuk mundur sebagai Ketua Yayasan tentu tidak segampang yang diucapkan.
“Yayasan itu kan berbadan hukum, memang pendirian awalnya atas kerjasama antara Syekh Sulaiman Arrasuli bersama masyarakat, namun pendirian itu tentunya ditindaklanjuti berdasarkan aturan perundangan yang berlaku, tentu seluruh proses tersebut musti dilalui terlebih dahulu,” jelasnya.
Dikatakan bahwa pihaknya saat ini betul-betul serius menyelesaikan persoalan pasca terjadinya dugaan tindakan perbuatan asusila (sodomi-red) yang dilakukan oleh dua orang oknum guru MTI Canduang terhadap lebih dari 40 santri, sehingga dirinya meminta agar masyarakat Canduang untuk memberikan kesempatan tersebut kepada pihak yayasan.
“Dari pihak yayasan, kita tidak berlepas tangan. Kita tetap selalu intens mengawasi management. Dan bahkan kita sudah lakukan beberapa kali komunikasi dengan para wali murid, hingga menerima masukan demi masukan dari para wali murid, mulai masukan penambahan titik-titik CCTV yang dapat diakses langsung via smartphone oleh para wali murid, mengganti dan mempersingkat masa tugas seluruh Pembina Asrama yang tadinya 5 tahun menjadi 1 tahun, hingga penempatan security yang langsung diawasi oleh kepala pondok tingkat Tsanawiyah dan Aliyah,” tambahnya.
Persoalan rekrutmen penerimaan tenaga pengajar dan pengawas Ponpes ke depan, Syukri juga mengatakan bahwa pihak yayasan musti kembali memberikan saran kepada management Ponpes untuk memperketat syarat dan ketentuan, di mana tidak menutup kemungkinan tes kejiwaan akan dilakukan.
“Hal ini bukan saja berlaku untuk kedepannya, namun para tenaga pengajar kita saat inipun juga kita persiapkan tes kejiwaannya. Sementara untuk para santri (di luar korban) dalam waktu dekat kita juga lakukan pembimbingan konseling, hingga bimbingan bela diri,” cakapnya.
Demikian ini dilakukan, lanjut Syukri, atas keinginan bersama pihak yayasan untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap Ponpes MTI Canduang, agar kejadian serupa tidak akan terjadi lagi di masa yang akan datang.
“Nah, bagi para korban yang lebih dari 40 santri tersebut, memang kita akui dua orang diantaranya saat ini sudah pindah atas permintaan orang tua murid, namun kita tetap melakukan komunikasi terus menerus guna memperbaiki mental santri. Sementara santri yang manjadi korban lainnya, kita lakukan pemulihan mentalnya kembali secara intensif di bawah pengawasan tenaga psikologi yang kita datangkan dari tenaga profesional,” ungkapnya mengakhiri. (Jhon)
Discussion about this post