Dharmasraya – Di tengah terik yang tak menyurutkan semangat, dan di antara pekikan anak negeri yang melingkar bagai doa, lapangan Tuanku Kerajaan Sungai Rumbai kembali menjadi saksi pertemuan suku-suku yang telah lama hidup berdampingan, namun kali ini dalam balutan bola kaki, bukan sengketa.
Memasuki hari kedua turnamen sepak bola antar suku, suasana kian membara. Ketua DPRD Dharmasraya, Jemi Hendra, hadir langsung menyaksikan laga, bukan sekadar datang, tetapi merayakan semangat persaudaraan yang menetes dari peluh para pemain.
Pertandingan pertama mempertemukan Suku Melayu Talao Rumah Nan Ampek melawan Melayu Koto Tinggi. Seperti langit yang enggan memihak, laga berlangsung sama kuat. Bola bergulir tak sekadar mengejar gol, tapi membawa harga diri dan marwah suku yang mereka junjung. Sentuhan kaki bukan hanya strategi, tapi puisi tubuh dalam dinamika persatuan.
Sore menjelang senja, giliran Suku Patopang dan Talao Aia Hitam yang bertarung. Sorak penonton menggema, sesekali berubah jadi senyap menegangkan saat bola melintasi garis-garis takdir yang mereka ukir di tanah lapang. Tak ada yang mudah, tapi semua penuh semangat.
Pada menit pertama pemain Wahid dari suku Talao Aia Hitam berhasil mencetak gol satu kosong atas lawanya suku patopang . Sementara 10 menit terakhir pemain suku petopang Dodo berhasil membuat kedudukan menjadi satu sama.
Suku patopang dibawah pimpinan Afrizal, Dt.Jo Mudo menegaskan kepada segenap pemuda dan pemudi suku patopang agar bermain dengan suportif dan ia selaku pemimpin kaun berikan apresiasi kepada anak cucu keponakan suku patopang telah berhasil menyamakan kedudukan menjadi satu sama.
Turnamen ini bukan hanya soal menang atau kalah. Di balik duel bola, terselip makna yang lebih dalam: bahwa anak-anak suku bukanlah lawan, tetapi saudara yang sedang menguji diri dalam harmoni.
Namun, di balik euforia dan riuh sorai, tersisa satu pertanyaan lirih, mampukah semangat di lapangan ini menjelma jadi fondasi kebersamaan yang lebih luas, atau hanya menjadi panggung musiman yang akan senyap ketika sorotan hilang..?
Sungai Rumbai tak hanya mengalirkan air, tapi juga sejarah, dendam yang dulu ditenangkan oleh adat, dan kini dilenturkan oleh sepak bola. Mungkin inilah cara baru merawat warisan untuk mengolahragakan masyarakat dan memasyarakatkan olahraga , bukan dengan pedang, tapi dengan bola dan pelukan di garis akhir. SP.
Discussion about this post