Pulau Punjung – Suasana sore itu dirumah bagaonjong, Jumat 24 Oktober 2025, semula berjalan tenang. Di ruang aula, sejumlah pejabat administrator dan fungsional tampak berseragam rapi, menanti momen pelantikan oleh Penjabat Sekretaris Daerah, Drs. Jasman Rizal Dt. Bandaro Bendang, MM. Tak ada yang menyangka, usai pelantikan itu justru meninggalkan cerita lain di balik pintu tertutup.
Bagi Wakil Bupati Dharmasraya, Leli Arni, sore itu menjadi salah satu momen paling mengejutkan selama masa jabatannya. Ia mengaku tidak mengetahui adanya agenda pelantikan tersebut sebelumnya.
“Saya kaget, saya tidak diberi tahu apa – apa. Padahal saya saat itu sedang berada di kantor, di ruangan saya sendiri,” ungkapnya dengan nada kecewa saat ditemui dikediamannya Jorong Sungai Betung, Nagari Koto Baru pada Sabtu (25/10/2025) malam.
Begitu mendapat kabar pelantikan sudah terlaksana, Leli langsung melangkah cepat menuju ruang Sekda. Di dalam ruangan berpendingin udara itu terlihat Penkabat Sekda dengan Plt BKPSDM Hum, suasana mendadak agak sedikit tegang. Dengan ekspresi yang menahan emosi, ia bertanya lantang, mengapa dirinya tidak diberitahu.
Keteganganpun sempat pecah ketika Leli, yang merasa dilewati dalam proses penting pemerintahan itu, sontak saja memukul meja di depan Sekda sembari melontarkan kata-kata kecewa.“Ini bukan soal jabatan, tapi soal harga diri yang sudah menanggung sabar untuk yang kesekian kalinya.” Saya ini wakil bupati, bukan orang luar,” ujarnya dengan nada tegas.
Peristiwa itu, kata Leli, bukan kali pertama terjadi. Ia menuturkan, sudah dua kali pelantikan berlangsung tanpa pemberitahuan resmi kepadanya.“Selama ini saya masih bisa menahan diri. Tapi kalau sudah dua kali, rasanya terlalu,” katanya lirih.
Penjabat Sekda, Jasman Rizal, disebut telah menyampaikan permintaan maaf atas ketidak keterlibatan Wakil Bupati dalam agenda tersebut. Namun, bagi Leli, luka batin akibat rasa tak dihargai itu tak mudah terhapus.“Saya sadar dengan posisi saya, tapi seharusnya pemerintah ini berjalan seiring sejalan. Ada tata aturan, ada etika dalam birokrasi. Jangan seperti ini,” ucapnya menahan nada getir.
Sepertinya kejadian itu menjadi cermin dinamika hubungan internal di tubuh pemerintahan daerah yang terkesan dingin. Dalam sistem yang menuntut sinergi antara kepala daerah dan wakilnya, komunikasi yang terputus bisa melahirkan luka yang lebih dalam dari sekadar salah jadwal. Mungkin saja salah satu penyebabnya koordinasi tidak berjalan dengan baik, siapa yang salah..?. Silahkan publik menilainya.
Sore itu, di balik dinding tebal ruang sekretariat daerah, ketegangan perlahan mulai mereda. Tapi percakapan panjang soal tata kelola, etika birokrasi, dan rasa saling menghormati dan menghargai di antara pejabat Dharmasraya tampaknya baru saja dimulai.SP


Discussion about this post