Tokoh dan pahlawan itu dilahirkan pada masa serta kepemimpinannya, sesuai dengan kapasitasnya. Yang jelas ia tidak lahir dengan begitu saja untuk dicatat oleh sejarah atau minimal oleh orang-orang atau kalangan yang merasakannya.
Inilay mungkin yang perlu dicatat dan dikenang oleh insan jurnalis dari dulu dikenal sebagai “kuli tinta” sampai kini disebut dengan “awak media” di Bukittinggi dan sekitarnya. Sejak di Kota ini berdiri organisasi kaum jurnalis hampir 40 tahun silam. Sejak mulai terbentuknya organisasi para wartawan semasa masih bernama Balai Wartawan (BW) dan kini sudah menjadi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Pada awal tahun 1980-an, tepatnya 1981, dengan terlaksananta program Koran Masuk Desa (KMD), kerjasama Departemen Penerangan (Deppen) melalui kota dan kabupaten dengan surat kabar, menjadi wadah munculnya wartawan untuk mendukung program tersebut.
Walau saat itu, program KMD dilaksanakan oleh Harian Haluan yang waktu itu pusat pemerintahannya berada di Bukittinggi, dengan sendirinya pengelolaan bahan-bahan berita dan tulisan dilakukan di untuk diterbitkan seminggu sekali sehalaman penuh di Bukittinggi, pada sisi lain memberi kesempatan kepada mereka untuk ikut serta dalam pekerjaan yang madih tetbilang langka ini.
Ditambah dengan adanya wartawan dari surat kabar lain seperti Harian Singgalang dan Srmangat, kemudian disusul oleh Mingguan Cabang, serta koran terbitan Jakarta, Medan serta RRI yang memiliki stasiun di Bukittinggi, pada awal dekade 1980-an itulah jumlah wartawan di Bukittinggi dan Agam tentunya bertambah secara signifikan.
Dengan kondisi seperti itulah muncul gagasan kemudian kesepakatan untuk membentuk sebuah wadah perhimpunan wartawan. Niat tersebut ibarat bibit tanaman yang segera tumbuh setelah mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak dan paling besar dari pimpinan ABRI {saat itu), dengan kesatuan tertingginya Komando Resor Militer (Korem) 032/Wurabraja (WBR), sebelum beberapa tahun kemudian dilikuidasi.
Adalah Kolonel CZI.Ali Geno yang menjadi Komandan Korem/032 WBR, tokoh ABRI yang memang dikenak dengan bahkan bisa disebut sahabat wartawan, yang meminjamkan sebuah ruangan cukup luas di lingkungan markas di Jl.Sudirman itu untuk dijadikan sebagai Sekretariat Balai Wartawan, yang pada awalnya bahkan memiliki ruang lingkup wilayahnya untuk kawasan Sumbar Bagian Utara (Sumbarut).
Kenapa dinamakan BW, kareba sesuai sesuai dengan Peraturan Dasar (PD) dan Peraturan Rumah Tangga PRT) PWI, satu-satunya organisasi wartawan yang diperbolehkan oleh rezim Orde Baru, mensaratkan bahwa untuk kota dan kabupaten itu minimal harus sudah sefikitnya 5 orang wartawan pemegang kartu Anggota Biasa belum tetpenuhi, sehingga hanya dapat berbentuk paguyuban, namun sudah dijadikan sebagai perpsnjangan tangsn PWI Sumbar.
Dengan adanya sekretariat, yang kemudian bahkan diberi bsntuan sebuah mesin cetak foto hitam putih, menjadi pendukung berita bagi wartawan waktu, menjadi sebuah wahana pettumbuhan jumlah wartawan di Bukittinggi dan Sumbarut, dan kemudian menjadi cikal-bakal berdirinya PWI di kawasan ini, setelah sebelum memunculkan BW-BW di kota dan kabupaten lain. Sekedar untuk diingat dan dicatata, BW Bukittinggi ini bahkan oleh Menteri Penerangan H.Harmoko sempat mentasbihkannya sebagsi BW petama di Indonesia ketika berkunjung ke Sumbar saat itu.
Sang “pahlawan” bagi organisasi wartawan, Ali Geno, setelah itu karirnya begitu menanjak, karena sebelum Komando Daerah Militer III/17 Agustus yang bermarkas di Padang, dipercaya menjadi Pabgdamnya. Dan begitu Kodam III/17 Agustus akhirnya juga dilikuidasi, Ali Geno bahkan dipercaya menjadi Pangdam I/Bukit Barisan yang berkedudukan di Medan
Selain dikenal kedekatannya dengan wartawan, Aki Geno, saat masih menjadi Danrem 032/WBR, juga dicatat selalu sukses melaksanakan ABRI Masuk Desa (AMD), juga sukses mendukung pelaksanaan MTQ Tingkat Nasional di Padang , ketika beliau menjadi Pangdam III/17 Agustus, dengan gubernur Sumbar Ir.Azwar Anas.
Seiring berlalunya waktu, meski kemudian BW Bukittinggi yang sempat pula bernama BW Rohana Kudus,sudah berkembang menjadi PWI, untuk waktu cukup lama seperti ayam kehilangan taji, karena tidak memiliki lagi sekretariat. Berbagai upaya pengurus untuk mendapatkan pinjaman sebuah ruangan, baik kepada Walikota Bukittinggi maupun Bupati, karena di Bukittinggi cukup banyak aset Pemkab.Agam ternyata hasilnya *nol*
Setelah hampir 40 tahun, para wartawan Bukittinggi bagai menemukan kembali tokoh yang memberikan perhatian. Dialah Letkol.Inf.Viktor Andhyka Tjokro, Komandan Kodim 0304/Agam saat ini yang menunjukan kepedulian dengan meminjamkan sebuah ruang cukup memadai untuk menjadi srkretatiat PWI Bukittinggi, sehingga seperti kembali bangun dari tidur cukup panjang.
Mungkin tidak akan persis sama dengan pendahulunya, namun kedekatan Viktor dengan wartawan sudah terlihat begitu mendapat kepercayaan sebagai Dandim 0304/Agam, karena langsung menjamu dan berkenan melakukan pertemuan
Viktor pun mengakui, antara TNI drngan wartawan memiliki sinergitas dan kemitraan yang saling mendukung. Menurutnya, TNI akan semakin terdukung menjalankan tugas dsn fungsinya dengan keberadaan serta peran wartawan.
Posisi kedua lembaga dan profesi ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, TNI dan wartawan.
Tempat berkumpul dan semoga juga tentunya menjadi rumah bersama bagi wartawan, tidak hanya untuk menunjang pekerjaannya, tapi juga sebagaj tempat berbagi rasa dan mampu menunjukan jati dirinya sebagai pilar keempat dari tatanan demokrasi kita, seperti pernah diwujudkan ketika tergabung dalam BW dulu.
Seiring terimakasih para wartawsn Bukittinggi kepada Dandim 0304/Agam, Letkol.Inf.Tjokro, S.IP, tentu juga doa dan dukungan, agar diberi kekuatan terutama kesuksesan pendahulu Bapak, alm. Mayjen TNI Purn.Ali Geno. Aamiin.
Pon
Discussion about this post