Jembatan Anjolai, antara Swadaya Dipelintir dan CSR yang Terlupakan

Oleh Syafri Piliang
Wartawan Muda

Dharmasraya – Di sebuah sudut Kecamatan Sembilan Koto, persis di Jorong Pulau Anjolai, ada sebuah jembatan yang remuk redam, sempat menjadi panggung salah paham. Jembatan yang seharusnya menjadi simbol penghubung antarwarga, justru nyaris disulap menjadi jurang fitnah yang menelan logika diluar akal sehat .

Beberapa hari terakhir, kabar berhembus deras, “jembatan diperbaiki swadaya murni masyarakat, bupati tutup mata.” Kabar itu berlari lebih kencang dari kebenaran, menggiring opini bahwa pemerintah daerah tak peduli, seolah masyarakat dibiarkan berjuang sendiri di atas papan reyot yang nyaris putus.

Namun, pada Sabtu (6/9/2025), Pemkab Dharmasraya memutus benang kusut itu. Klarifikasi disampaikan, menegaskan bahwa perbaikan Jembatan Pulau Anjolai bukanlah buah swadaya murni masyarakat, melainkan hasil sinergi dan inisiasi bupati, eksekusi perusahaan, dengan bendera CSR berkibar di atasnya.

Plt Kadis Komimfo Bobby Perdana Riza melalui Amrijal, Kepala Bidang IKP, bicara lantang. “Berita itu tidak sesuai fakta. Perbaikan jembatan adalah bantuan CSR dari PT Swarna Bumi Ilman Persada, atas permintaan Bupati Dharmasraya melalui Dinas PU dan Dinas PMPTSP,” ujarnya. Ada nada tegas sekaligus getir: berita yang sudah telanjur viral itu bukan sekadar keliru, tapi seperti sengaja diarahkan untuk menyudutkan.

Sutan Riki Al Khaliq, Direktur PT Swarna Bumi Ilman Persada sekaligus anggota DPRD dari Fraksi PDIP, membenarkan. Proposal dari Pemkab masuk ke mejanya sebulan lalu. Setelah kajian dan hitungan anggaran rampung, barulah perbaikan bisa berjalan. Bukan sekadar wacana, tapi kerja nyata.

Di balik simpang-siur, ada pula Kepala Jorong Pulau Anjolai, Bobi Dion Basmen, yang merasa namanya ditarik-tarik dalam narasi pemberitaan. Ia mengaku pernah diwawancarai oleh salah seorang oknum wartawati, tapi konteks tak pernah dijelaskan. Pernyataannya dipelintir, dimaknai seolah mewakili Pemkab. “Saya menarik kembali pernyataan sebelumnya. Itu tidak mewakili Pemda,” tegasnya.

Narasi pun mulai luruh, yang sebelumnya bupati dituding abai, kini terbaca jelas bahwa pemerintah justru hadir, meski dengan cara yang mungkin tak semua orang lihat. Hadir melalui proposal, jejaring dan melalui pintu CSR dari sebuah jalan tengah di kala anggaran daerah terbatas.

Camat Sembilan Koto, Fajar Robie Yunika, menyebut kolaborasi semacam ini ibarat oase. “Di tengah keterbatasan fiskal, kerja sama Pemkab dan dunia usaha melalui CSR benar-benar membantu. Manfaatnya nyata langsung dirasakan masyarakat,” katanya.

Pada akhirnya, Jembatan Pulau Anjolai bukan hanya sekadar urusan papan kayu atau baja yang direkatkan. Ia menjadi simbol tentang bagaimana informasi bisa menyesatkan bila dilepaskan tanpa verifikasi. Ia juga menjadi saksi bahwa pembangunan tak selalu lahir dari APBD, tapi juga dari kolaborasi serta kepedulian perusahaan yang mau ikut menambal lubang jalan pembangunan daerah ini.

Pulau Anjolai kini disamping punya jembatan yang lebih layak juga punya cerita yang mesti diluruskan dan bulan diplesetkan. Sementara bumi mekar yang baru berumur 21 tahun ini juga punya pelajaran berharga bahwa kebenaran itu perlu dijaga, agar tak kembali hanyut dan larut di arus deras kabar tak elok yang dipelintir.***