PADANG — Profesi nelayan memiliki risiko kecelakaan kerja yang tinggi. Mereka menangkap ikan dengan mengarungi lautan hingga berhari-hari lamanya. Namun pada umumnya nelayan belum memiliki asuransi sebagai perlindungan diri dan pemberdayaan keluarganya.
Oleh sebab itu, sejak tahun 2023, secara bertahap Pemprov Sumbar telah mendaftarkan para nelayan di daerahnya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Setidaknya, hingga Tahun 2024 sudah 7.000 lebih nelayan yang sudah diansuransikan.
Iurannya dibayarkan oleh Pemprov melalui APBD Sumbar untuk masa 1 tahun. Setelah itu, diharapkan nelayan dapat melanjutkan pembayaran iurannya secara mandiri dengan menyisihkan uang dari pendapatannya.
“Tidak ada orang yang ingin anggota keluarganya mendapat musibah saat bekerja. Namun risiko kecelakaan kerja tidak bisa diprediksi, termasuk risiko nelayan saat melaut. Jadi nelayan perlu dilindungi dengan memberikannya asuransi atau jaminan sosial,” kata Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah di Padang, Kamis (12/9/2024).
Asuransi atau jaminan sosial untuk nelayan ini tertuang dalam Perda Pemprov Sumbar Nomor 4 tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan. Perda ini merupakan tindak lanjut dari UU Nomor 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam yang mengatur tentang risiko-risiko yang yang dihadapi nelayan, pembudi daya ikan dan petambak garam diantaranya berupa kecelakaan kerja, meninggal dunia dan lainnya.
“Diharapkan, perlindungan yang diberikan melalui asuransi atau jaminan sosial ini berdampak terhadap kesejahteraan nelayan dan bisa menjadi solusi bagi mereka,” ujar Mahyeldi.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar, Reti Wafda menambahkan, sesuai ketentuan Perda Nomor 4 tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, maka Gubernur Sumbar menjalin kesepakatan bersama dengan BPJS Ketenagakerjaan Wilayah Sumbar-Riau.
“Kemudian kesepakatan itu kita tindak lanjuti dalam bentuk perjanjikan kerjasama (PKS) dengan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Padang. Perlindungan yang diberikan kepada nelayan berupa jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKm) yang iurannya dibayarkan oleh Pemprov Sumbar,” terang Reti Wafda.
Besaran iuran yang dibayarkan itu Rp 16.800 per bulan. Pada tahun 2023, sebanyak 4.109 nelayan yang tersebar pada 10 kabupaten/kota menjadi penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Ketenagakerjaan. Para penerima bantuan iuran (PBI) ini diusulkan oleh masing-masing kabupaten/kota.
“Nelayan yang diberikan jaminan sosial ini adalah mereka yang terdaftar sebagai pemegang Kartu Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan (Kusuka), termasuk kategori nelayan kecil, nelayan tradisional dan nelayan buruh yang memiliki kapal atau perahu dengan mesin di bawah 5 GT,” katanya.
Iuran yang dibayarkan Pemprov Sumbar kepada BPJS Ketenagakerjaan hanya untuk 12 bulan atau 1 tahun. Pada tahun kedua dan seterusnya, diharapkan nelayan membayar iuran secara mandiri dengan menyisihkan uang sebesar Rp 16.800 setiap bulan. Misalnya bagi kaum bapak merokok agar dapat mengurangi konsumsi rokok untuk membayar iuran ini. Sebab jaminan sosial ketenagakerjaan ini manfaatnya adalah untuk nelayan dan keluarganya.
Pada tahun 2024, Pemprov Sumbar mengalokasikan anggaran jaminan sosial ketenagakerjaan untuk 3.000 nelayan. Penerima jaminan sosial ini sedikit berkurang dibanding tahun sebelumnya. Persoalannya terkendala pada anggaran yang terbatas.
“Karena keterbatasan anggaran, tidak semua nelayan yang diusulkan Pemko/Pemkab yang bisa diakomodir sebagai penerima jaminan sosial ketenagakerjaan ini,” katanya.
Pihaknya berharap, Pemko/Pemkab juga dapat mengalokasikan anggaran dari APBD masing-masing untuk memberikan asuransi atau jaminan sosial ketenagakerjaan bagi nelayan di daerahnya. Hingga saat ini, ada 2 daerah yang sudah memberikan asuransi serupa untuk nelayan, yaitu Kota Padang dan Kabupaten Mentawai.
Pembayaran Santunan Kematian
Musibah datang kapan saja. Hal itu yang dialami keluarga nelayan di Jorong Sikabau Parit, Kecamatan Koto Balingka, Kabupaten Pasaman Barat. Sang nelayan, Diflaizar yang tercatat sebagai peserta jaminan sosial yang dibiayai Pemprov Sumbar, meninggal dunia. Sesuai ketentuannya, ahli waris peserta jaminan sosial ketenagakerjaan yang meninggal dunia mendapat santunan sebesar Rp 42 juta.
Duka keluarga yang kehilangan nakhoda dalam rumah tangga itu, sedikit terobati dengan santunan yang diterima. Sebab sang istri tidak bekerja dan anak-anak sedang sekolah dan kuliah yang tentunya membutuhkan biaya banyak, menjadi beban pikiran yang tak tahu bagaimana jalan keluarnya.
“Jika harus memilih, tentu mereka ingin ayah mereka tetap hidup. Tetapi ini adalah takdir Yang Kuasa, maka mereka bersyukur menerima uang santunan jaminan kematian (JKm) dari BPJS Ketenagakerjaan,” terang Yuni, staf Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar yang mendampingi keluarga korban.
Sang istri, lanjutnya, akan menggunakan sebagian uang santunan itu sebagai modal untuk membuka usaha. Dan sebagian lagi akan dimanfaatkan untuk biaya sekolah dan kuliah anak-anaknya.
Selama tahun 2023, tercatat 2 kali pembayaran santunan jaminan kecelakaan kerja (JKK), masing-masing 1 nelayan di Pesisir Selatan dengan santunan Rp 7,2 juta dan nelayan di Agam dengan santunan Rp 2,8 juta. Sedangkan pembayaran santunan kematian (JKm) sebanyak 7 klaim dengan total Rp 294 juta, masing-masing 1 klaim di Agam, Mentawai, Kota Pariaman, Limapuluh Kota dan Kota Solok, serta 2 klaim di Pasaman Barat. (adpsb/bud)
Discussion about this post