Oleh Syafri Piliang
Wartawan Muda
Dharmasraya – Di bawah langit yang tak lagi biru sempurna, di antara tanah-tanah tidur yang sekian lama menanti sentuhan, deru alat berat dan langkah sepatu lars menggema di bumi Nagari. Bukan dalam irama perang, tapi dalam simfoni pembangunan pada Selasa (05/08/2025). Ini bukan hanya jalan yang dibuka, tapi juga lembaran baru tentang harapan dan ketahanan.
Satuan Tugas TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) kembali melangkah dengan pasti. Namun kali ini, tidak hanya dengan beton dan aspal, tapi dengan benih dan pupuk. Mereka membuka lahan untuk jagung, komoditas yang sederhana tapi strategis. Sebab di masa ketika dunia gentar pada ancaman krisis pangan, segenggam jagung bisa berarti satu napas panjang bagi masa depan menyamai visi dan visi Bupati ” Dharmasraya Sejahterah Merata” hingga kepelosok negeri ini.
“Ini bukan sekadar ladang, ini lembar jawab kami atas panggilan zaman,” ujar salah seorang anggota Satgas sembari mengayunkan cangkul di sela – sela terik matahari yang mulai menyegat kulit yang terbalut baju loreng warna hijau pertanda menang bak seperti gumpalan debu ditengah padang pasir, mereda menunggu cerah.
Program ini adalah sisi lain dari TMMD ke wajah non-fisik nan lembut namun berdampak. Ketika jalan dibangun untuk mobilitas, lahan jagung dibuka untuk kesinambungan. Tanah yang selama ini diam, kini bergelora oleh harapan. Di sela-sela gumpalan tanah yang dibalik, terselip mimpi-mimpi petani kecil yang selama ini tertunduk oleh keterbatasan.
“Ketahanan pangan,” kata-kata itu dulu terdengar jauh, mungkin hanya wacana di layar televisi atau seminar kementerian. Tapi di Pulau Punjung, kata-kata itu menjelma nyata. Ia tumbuh dari tanah, disiram keringat rakyat dan tentara, lalu mengakar di hati yang berharap lebih dari sekadar cukup.
Warga menyambut program ini dengan tangan terbuka dan cangkul di pundak. Mereka tidak sekadar dibantu, tapi juga diajak.Diedukasi, berdayakan. Karena perubahan itu sejati tak datang dari atas, melainkan tumbuh dari akar rumput serta dari pemahaman bahwa sejengkal tanah yang ditanam lebih berarti dari lahan luas yang terbengkalai.
Namun, di balik semangat itu, kritik pun mengintip. Apakah program ini akan berlanjut setelah tenda-tenda TMMD dibongkar? Apakah lahan itu akan tetap hidup, atau kembali sunyi ketika truk terakhir pergi? Ketahanan pangan tak bisa dicapai hanya dengan upacara tanam. Ia membutuhkan kesinambungan dan bukan sebatas seremoni semata.
Sebab, sejatinya, pangan bukan hanya tentang perut yang kenyang, tapi tentang kedaulatan negeri ini. Dan kedaulatan tak bisa dipinjam. Ia harus ditanam, dirawat, lalu dipanen seperti tanaman jagung yang saat ini ditanam di Pulau Punjung yang kini mulai tumbuh di sela keraguan dan harapan petani negeri ini.****
Discussion about this post