Di tengah efisiensi anggaran, isu reshuffle kabinet di bumi mekar Dharmasraya, membuat galau sejumlah ASN. Malah, ini sangat menganggu psikologis abdi negara itu. Terlebih, saat ini mereka nampak agak sedikit malas-malasan dalam bekerja.
Mungkin kondisi tersebut lantaran belum adanya kejelasan, terutama sekali terkait dengan rencana perombakan kabinet Bupati dan Wakil Bupati terpilih, Annisa – Leli. Tidak saja itu, para ASN pun terlihat bak seperti anak ayam kehilangan induk.
Isu reshuffle kabinet bisa berdampak kepada kinerja aparatur sipil negara (ASN). Hal itu tentu tergantung bagaimana perubahan tersebut, dilakukan dan bagaimana pula sikap ASN yang berada di lingkungan Pemkab Dharmasraya meresponsnya.
Hal ketidak pastian berpotensi terjadinya gangguan pada arah kebijakan pasrinya. Pergantian pejabat tinggi bisa menimbulkan ketidakjelasan arah kebijakan, terutama jika penggantinya membawa visi atau pendekatan nan berbeda.
Penyesuaian ulang program kerja ASN bisa terganggu dengan kebutuhan, untuk menyesuaikan atau merevisi program-program yang sudah berjalan demi menyesuaikan dengan pemimpin baru.
Kondisi psikologis dan motivasi kerja terkait isu reshuffle sering menimbulkan ketegangan, terutama jika disertai spekulasi politik. Hal ini bisa memengaruhi semangat kerja ASN.
Perubahan struktur organisasi, jika reshuffle disertai dengan perombakan struktur birokrasi, maka proses adaptasi bisa menyita waktu dan energi.
Namun, jika transisinya dilakukan dengan baik dan komunikasinya jelas, ASN yang profesional seharusnya bisa tetap bekerja secara optimal.
Sesuai dengan arahan Mendagri setelah pelantikan kepala daerah serentak, telah memberikan sinyal kepada kepala daerah yang mengikuti retret ( pembekalan) untuk lakukan pelantikan pejabat di daerah, dalam rangka mendukung kinerja bupati dan wakil bupati terpilih.
Bila kepala daerah yang baru belum melakukan reshuffle (perombakan) terhadap jajaran pejabat atau struktur pemerintahan daerah.
Tentu ada beberapa dampak yang bisa terjadi—baik positif maupun negatif, tergantung konteks dan dinamika politik serta administrasi di daerah.
Sementara, dampak negatifnya sudah terlihat sekarang ini, kinerja pemerintah tidak optimal dan terlihat di beberapa kantor OPD terlihat sepi. Para ASN kurang gairah dalam bekerja.
Jika pejabat lama tidak sejalan dengan visi dan misi kepala daerah yang baru, maka implementasi program bisa tersendat atau tidak berjalan sesuai harapan.Selain itu, kurangnya loyalitas
para pejabat lama, mungkin masih berafiliasi atau loyal terhadap kepala daerah yang sebelumnya, yang bisa memengaruhi komitmen mereka dalam mendukung kebijakan baru.
Salah satu hambatan dalam inovasi kepala daerah baru, mungkin membawa ide atau gaya kepemimpinan baru yang butuh eksekutor segar. Tanpa reshuffle, perubahan bisa terhambat oleh budaya kerja lama.
Ketidakpastian di internal pemerintah daerah ketika belum ada kepastian soal siapa yang akan tetap menjabat, muncul ketidakjelasan dan kecemasan yang bisa menurunkan semangat kerja pegawai.
Sedangkan dampak positifnya dimasa transisi lebih halus tidak terburu-buru merombak struktur bisa memberi waktu adaptasi dan memungkinkan evaluasi kinerja pejabat yang masih menjabat.
Kemudian menjaga stabilitas administrasi, jika terlalu cepat reshuffle, bisa terjadi kekacauan birokrasi. Sebaliknya, jika ditunda bisa menjaga kelangsungan program dan layanan publik.
Membangun kepercayaan
memberi kesempatan pada pejabat lama, menunjukkan bahwa kepala daerah baru tidak bertindak berdasarkan balas budi atau politik, tapi meritokrasi.
Terkait dengan itu pula, memakai pejabat lama bukanlah hal mudah, namun penuh pertimbagan. Karena belum sejalan arah politiknya bisa membawa resiko bagi bupati dan wakil bupati terpilih.
Seperti kurangnya loyalitas
pejabat lama atau mungkin masih loyal kepada bupati sebelumnya, sehingga bisa kurang mendukung program dan visi dan misi bupati baru yakni ” Dharmasraya Merata Sejahtera.” Implementasi kebijakan.
jika arah kepemimpinan berbeda, pejabat yang tidak sevisi bisa memperlambat, atau bahkan menghambat pelaksanaan kebijakan baru. Selain itu, potensi konflik internal perbedaan pandangan bisa menimbulkan gesekan di internal pemerintahan, mengganggu keharmonisan dan efektivitas kerja.
Akhirnya, berujung pada resiko kebocoran informasi bagi
pejabat yang tidak sejalan, bisa menjadi sumber kebocoran informasi strategis, terutama jika mereka memiliki kedekatan dengan lawan politik ataupun pemimpin sebelumnya.
Nah, supaya tidak terjadi kebocoran saat masih memakai pejabat lama.
Artinya, dalam konteks pengelolaan data, informasi penting, atau aset negara/perusahaan), maka dengan kondisi ini, bupati terpilih mengambil langkah dengan melakukan evaluasi dan pembatasan akses untuk
meniinjau ulang akses yang dimiliki pejabat lama.
Batasi akses terhadap informasi sensitif yang tidak relevan lagi dengan tugasnya saat ini.
Tentunya, penandatanganan pakta integritas / NDA (Non-Disclosure Agreement), yang meminta pejabat lama untuk menandatangani pernyataan tertulis yang menjamin tidak akan membocorkan informasi penting atau rahasia setelah diberi jabatan nantinya.
Setelah itu, lakukan audit internal terhadap kegiatan yang dilakukan oleh pejabat lama di tempat dia menjabat untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan wewenang yang diperbuat sebelumnya.
Selanjutnya, melakukan serah terima yang transparan, dimana
proses serah jabatan harus dilakukan secara terbuka dan terdokumentasi, sehingga segala tanggung jawab dan data tercatat dengan baik.
Bupati terpilih juga harus membentuk tim khusus dan memberikan pengawasan selama masa transisi atau sampai pejabat baru dilantik.
Namun, yang sangat vital yakni pengamanan sistem dan data digital yang digunakan.
Pastikan semua akses dikendalikan dengan baik. Reset password dan login yang sebelumnya digunakan oleh pejabat lama, dikarenakan hal ini dapat menjadi salah satu sumber mala petaka bagi bupati dan wakil bupati terpilih.*
Discussion about this post