Dewasa ini tantangan keterbukaan lapangan pekerjaan menjadi momok bagi para pencari kerja.
Sempitnya lapangan pekerjaan tidak hanya dirasakan oleh para pencari kerja biasa namun juga dialami oleh para pencari kerja terdidik.
Ribuan lulusan sarjana berbagai disiplin ilmu terus dilahirkan dari berbagai kampus setiap semesternya.
Lulusan sarjana ini diharapkan dapat berkarir di bidangnya masing-masing dan bahkan diharapkan dapat membuka lapangan kerja.
Semangat Revolusi Mental yang digaungkan oleh pemerintah pusat mengharapkan agar penyebaran lulusan sarjana tidak lagi menjadikan ibu kota sebagai pusat untuk mendapatkan pekerjaan.
Mereka diminta agar mau kembali ke daerah masing-masing dengan tujuan agar dapat mengambil bagian untuk membangun daerah setelah sekian lama menimba ilmu di perguruan tinggi.
Pemerataan pembangunan dan kemajuan menjadi visi yang ingin diwujudkan dengan tersebarnya para intelektual-intelektual muda ke kampung halamannya tersebut.
Namun menariknya, setelah mereka menyelesaikan pendidikan dan memperoleh predikat sarjana, kenyataanya banyak di antara mereka yang sulit memperoleh pekerjaan.
Hal itu disebabkan sedikitnya perusahaan atau terbatasnya lowongan kerja.
Salah satunya kita rasakan di Kota Pariaman. Terbatasnya lapangan pekerjaan membuat para lulusan sarjana kehilangan akal untuk mengaplikasikan ilmu yang selama ini dipelajari.
Akhirnya pilihan mereka musti memutar otak agar bisa mendapatkan pekerjaan, ada yang memilih merantau, ada yang memilih asal dapat pekerjaan yang penting tidak menganggur meski pekerjaan itu bukanlah bagian dari disiplin ilmunya.
Atau ada juga bela-belain honor di sebuah instansi walaupun gaji tak seberapa, demi sekedar memiliki aktivitas harian sehingga terhindar dari omongan orang atau keluarga, sarjana tapi kok ndak kerja..!
Paling parahnya lagi, saking sulitnya mendapatkan pekerjaan sebagian dari mereka musti bertebal muka bekerja sebagai kuli jika ada proyek-proyek di desa.
Apa boleh buat kalau nggak bekerja ya mau makan apa? Kebutuhan yang perlu dipenuhi tidak hanya untuk makan tapi juga paket data.
Ironinya lagi, judi online menjadi sasaran untuk mendapatkan keberuntungan mencari tambahan uang belanja. Itupun jika sedang ada hokkinya.
Kondisi tersebut tentu harus menjadi perhatian bagi kita semua, terutama pemerintah daerah.
Pemerintah tidak boleh berdiam diri dan membiarkan kondisi ini terjadi bergitu saja. Musti ada langkah kongkrit yang tersistematis, masif dan terukur untuk membuka potensi lapangan kerja. Dan itu dilakukan wajib tanpa pilih kasih, sehingga semua mendapatkan peluang yang sama.
Nah, di sini penulis Ingin memunculkan ide dan semoga dapat menjadi buah pemikiran kita bersama.
Pengetasan pengangguran ini tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja.
Musti ada upaya konvergensi atau secara bersama -sama untuk melakukanya.
Ide yang ingin penulis tuangkan adalah adanya sebuah “inkubator kewirausahaan”.
Inkubator kewirausahaan ini maksudnya adalah sebuah sarana untuk melakukan menghimpun para pencari kerja terutama lulusan sarjana untuk dilakukan pendampingan dan penguatan keilmuan.
Di sini ada proses mentoring kepada mereka yang ikut serta. Contoh konkritnya seperti ini:
Setiap lulusan sarjana dihimpun sesuai dengan disiplin ilmu mereka. Dan mereka didampingi oleh satu mentor yang mempunyai disiplin ilmu yang sama dan sudah berkarya tentunya.
Semua orentasi akhirnya adalah semuanya lulusan sarjana ini nanti siap kerja atau siap membuka lapangan pekerjaan minimal untuk diri sendiri sesuai dengan bidang keilmuan masing-masing dengan konsep akhir sebagai enterprenuer.
Akhirnya lulusan pendidikan, bisa buka usaha private tanpa harus honor di sekolah.
Sarjana pertanian bisa garap usaha pertanian baik dari hulu ke hilir dengan penerapan teknologi pertanian, dan penguatan distrubusi hasil panen dengan pola jejaring yang mungkin bisa di dapat dari para mentor yang ada.
Atau lulusan parawisata bisa diarahakan menjadi penyedia jasa wisata.
Atau bentuk lainya yang bisa dioptimalkan adalah, mereka yang mengikuti program mentoring ini dapat didistribusikan ke desa masing-masing untuk mendukung usaha BUMDES.
Program mentoring ini dapat melibatkan banyak pihak seperti OPD terkait, Kadin, asosiasi tertentu, HIPMI , dan kalangan profesional lainnya.
***
Discussion about this post