MEGELANG,RI – Dunia maya tidak hanya menjadikan masyarakat, termasuk anak dan remaja sebagai konsumen, namun juga sebagai pencipta informasi layaknya konten kreator. Berdasarkan data Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) terdapat 143,26 juta pengguna internet aktif di Indonesia atau 51,8 persen dari total populasi penduduk Indonesia.
Penetrasi terbesar internet berusia 13 – 18 atau disebut Gen-Z, yakni sebesar 75,50 persen. Apalagi, saat ini profesi sebagai konten kreator, seperti _Youtuber_ dan _Selebgram_ tengah digandrungi oleh kaum milenial.
Internet dan media sosial bisa menjadi gerbang masuknya anak menjadi korban eksploitasi seksual. Anak juga bisa menjadi sasaran cyberbullying, radikalisme, incaran para predator pedofil, hingga pengaruh konten yang tidak pantas.
Anak-anak perlu kita bekali agar bersikap bijak dalam memanfaatkan media sosial. Maka dari itu, kami sangat mendukung pelibatan seluruh lapisan, baik media, komunitas, masyarakat, dan pemerintah untuk mewujudkan pemenuhan hak dan perlindungan bagi perempuan dan anak di Indonesia,” jelas Deputi Bidang Partisipasi Media Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Indra Gunawan pada kegiatan Festival Media Komunitas 2019 di Kab. Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (19/10).
Perwakilan dari Twitter Indonesia, Agung Yudha mengatakan bahwa dalam mengelola akun media sosial pribadi, selain diberikan pendampingan, remaja perlu diberikan pemahaman agar mereka menjaga akun tersebut layaknya ruang bermain mereka. “Masing – masing wadah media sosial punya aturan dan persyaratannya sendiri. Nah, ketika kita ingin membuat sebuah aku media sosial apa kita pernah membaca secara detail aturannya? Pasti mayoritas dari kita langsung klik “setuju”.
Padahal, ini sangat bermanfaat bagi keamanan dan privasi akun kita. Hal ini sama seperti menjaga tempat bermain kita. Misalnya, dalam sebuah kolam bola kita tidak diperbolehkan menggunakan sepatu karena demi keamanan dan kenyamanan kita,” tutur Agung.
Agung juga memberikan tips untuk membuat konten positif dan edukatif. Menurutnya, konten video yang memberikan tips cara membuat sesuatu atau _how to_ , seperti memasak sangat menarik dan edukatif. Hal tersebut bisa ditiru formula atau tekniknya. Selanjutnya, konten dapat digali dengan humor keseharian, serta dikaitkan dengan momen atau hal yang sedang ramai dibicarakan oleh banyak orang.
Selain Agung Yudha, dalam sesi dialog “Beradu Konten secara Kreatif di Sosial Media”, Bripka Herman Hadi Basuki dari Polres Purworejo atau akrab disapa Pak Babin dan pemilik akun Youtube Polisi Motret juga ikut berbagi pengalaman menjadi konten kreator secara autodidak.
“Awal saya membuat konten video adalah untuk mensosialisasikan program kepolisian, namun yang tertarik untuk menonton sangatlah sedikit. Nah, ketika saya iseng membuat konten bersama anak – anak dengan gaya yang santai dan humoris, dalam satu malam sudah dilihat banyak orang hingga mencapai satu juta orang. Padahal, hanya dengan menggunakan kamera _handphone_ . Maka dari itu, saya terus termotivasi untuk menyampaikan nilai – nilai positif dengan gaya yang natural dan humoris,” cerita Bripka Herman.
Bripka Herman juga berpesan kepada para milenial agar terus belajar dan kreatif dalam membuat konten, maka _followers_ akan mengikuti. “Walaupun saya tidak tahu banyak teknik pengambilan gambar dan edit video, namun saya secara autodidak terus belajar dan akhirnya bisa. Percuma jika hanya punya alat canggih, namun tidak memiliki ide konten yang kreatif. Ayo adik – adik jadi konten kreator yang kreatif dan edukatif. Belilah _followers_ dengan kreativitasmu!” ajak Bripka Herman.
Festival Media Komunitas 2019 diselenggarakan oleh Kemen PPPA bekerjasama dengan Perkumpulan Masyarakat Peduli Media (MPM) Yogyakarta. Kegiatan ini juga melibatkan Karang Taruna Desa Borobudur, komunitas konten kreator, komunitas _Blogger_ , komunitas _Vlogger_ , dan Jaringan Radio Komunitas Jawa Tengah. (Inv.02/rel)
Discussion about this post