Dharmasraya – Bebal, meskipun sudah berkali-kali diterbitkan di beberapa media tentang aktifitas perambahan hutan mengunakan alat berat jenis excavator yang berlokasi di Bukit Asahan, Jorong Sibubuik Kampung Surau, Kenagarian Gunung Selasih, Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya, karena diduga aktifitas tersebut berada dalam kawasan hutan produksi terbatas. Namun belum juga ada tindakan dari pihak Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat untuk pencegahan aktifitas tersebut. Atau bisa jadi, apakah pihak Dinas Kehutanan sengaja tutup mata?
Kepala UPTD KPHP Dharmasraya Unit VIII, Pemerintah Provinsi Sumbar, Dinas Kehutànan, Hendra Bakti Puntra, pada Selasa 14 Februari 2023 di rumah makan Pulau Sawah Nagari Sungai Kambut, mengatakan bahwa hutan nagari yang dikelolanya tidak ada masalah, dan tidak ada pidananya, masalah hutan nagari yang dibabat oleh oknum meskipun menggunakan alat berat.
Hendra menyebut jika wewenang itu ada pada ketua Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN). “Selagi tidak ada laporan dari ketua LPHN, kami dari pihak pemerintah Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat belum bisa untuk menindaklanjutinya,” kilah singkatnya Hendra.
Sementara ketua Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Nagari Gunung Selasih, Edwin di tempat yang sama, menjelaskan bahwa hutan nagari bisa dikelola kayunya oleh masyarakat untuk kebutuhan fasilitas umum seperti membangun mesjid dan untuk buat jembatan, itupun bisa dikelola dengan secara manual, tidak dibolehkan menggunakan alat berat.
Lanjut Edwin lagi, hasil hutan nagari pun tidak bisa diolah di luar daerah sendiri. “Apalagi tidak memiliki izin lengkap. Dan sampai saat ini orang yang mengelola hutan tersebut belum ada kordinasi sama saya, saya akan cek ke lokasi secepatnya, apakah yang dikelola itu hutan nagari atau hutan yang lain,” jelas Edwin.
Di sisi lain, Edwar Bendang dari LSM Ampera Indonesia menanggapi dengan tegas, apa yang dikatakan kepala UPTD KPHP Unit VIII Dharmasraya, Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat itu. Menurutnya jawaban itu terkesan ngawur, dan terindikasi ada unsur pembodohan, “Masak dia mengatakan kalau pelaku pembabatan hutan adat tidak ada pidananya. Batang pisang saja kalau ditumbangkan tanpa seizin pemiliknya ada pidananya, apalagi hutan alam. Hutan alam itu benar tumbuh dengan sendirinya, tapi untuk menjaga keutuhannya adalah wewenang negara, melalui pemerintah dinas kehutanan. Secara pemahaman hutan alam itu adalah milik negara di setiap kandungan batang kayu itu ada hak negara,” kata Edwar.
Sambung Edwar lagi, memang ada program pemerintah sekarang ini hutan negara dengan luas yang ditentukan dijadikan hutan nagari, hutan nagari bisa dikelola oleh masyarakat, misalnya di nagari atau desa itu sendiri membutuhkan material perkayuan untuk pembangunan fasilitas umum itu bisa diambil kayunya di lokasi hutan nagari, hanya bisa pengolahan kayu dengan cara manual, tidak boleh menggunakan alat berat, hutan nagari juga tidak boleh dikelola oleh perusahaan atau perorangan dengan cara ilegal.
“Nah, apabila belum mengantongi izin yang lengkap berati ada pidananya, kalau tidak ada upaya dari instansi terkait untuk mencegah perbuatan perusakan hutan tersebut, jangan salahkan apabila ada asumsi dari masyarakat adanya indikasi pembiaran dari instansi terkait. Pertanyaannya apakah ada indikasi sebab penyebab terjadinya pembiaran terhadap pelaku perambahan hutan tersebut sehingga aktifitas perusakan hutan di Bukit Asahan Kampung Surau itu bisa berjalan mulus?” terangnya.
Padahal perusakan hutan itu suatu perbuatan kejahatan yang sangat luar biasa, lanjut Edwar, jelas ada sangsinya sesuai dengan Pasal 83 ayat 1 huruf (b) Undang Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, “Dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimum Rp 100 miliyar,” tegasnya Edwar. (tim)
Discussion about this post