Di bagian Sekretariat Daerah (Setda), ada yang namanya Humas Protokoler. Fungsinya, selain katanya sebagai juru bicara kepala daerah, salah satu fungsi bagian di Setda ini berhubungan langsung dengan informasi kemasyarakatan.
Seluruh media yang ada di daerah, baik yang telah menjalin kerjasama-pun-yang akan menjalin kerjasama ataupun tidak, apabila itu menyangkut informasi seputar pemerintah daerah, maka jalurnya adalah bagian Humas Protokoler.
Lebih tepatnya Humas Protokoler itu adalah corong informasi dari pemda. Apapun bentuk kegiatan pemda akan disampaikan melalui bagian ini, tentunya dibantu oleh media massa yang ada. Informasi yang bakal dishare itu pastinya bersifat seremoni.
Nah, bagaimana jika ada pejabat aktif atau kepala daerahnya tersangkut kasus korupsi atau indikasi, lalu diberitakan misalnya? Bermacam-macam upaya dilakukan.
Kemungkin bagi mereka yang loyal terhadap junjungannya secara spontanitas, mereka akan mencari media atau wartawan yang memberitakan untuk menetralisir pemberitaan yang beredar. Biasalah, kata kids jaman now itu namanya “cari muka”.
Dengan begitu, jangan harap jika ada pemberitaan miring apalagi kontennya berisi menyerang si kepala daerah, pasti diblacklist dah itu media. Tak salah tugas yang seperti itu tergolong perbuatan koruptif.
Mustinya, ente yang mengisi jabatan di Humas Protokoler itu pro-aktif, komunikatif, “suple” kata anak milenial. Ente harusnya masih banyak belajar dengan melakukan pendekatan pendekatan humanis sesuai namanya lah Humas, minimal kuasailah “lapangan”, gitu lhoh..
Bukan dikit-dikit blokir, bila ada konten dari suatu media yang isinya menyerang. Situ paham nggak, yang situ hadapi saban hari adalah wartawan. Wartawan itu, memang sepintas lalu keliatan ibarat “kambing” yang siap nurut pengembala, tapi ente sadar nggak kalau naluri kuli tinta itu isinya adalah macan. Yang siap menerkam ente dan kroni kapan saja.
Dan lebih penting bagian Humas itu merupakan leading sektor, maju mundurnya cover pemerintahan itu ujung tombaknya, tugas ente-ente yang ngisi jabatan di sana.
Loyalitas terhadap pimpinan melalui cara penyajian informasi yang ente lakukan-asal bapak senang (abs)-itu, “palsu” alias keliru. Ente boleh loyal, tetapi terhadap pekerjaan, bukan terhadap pimpinan. Ingat itu ! Kalau tidak mau dikatakan penjilat.
Humas Protokoler Padang Pariaman !! Dari nurani yang paling dalam saya berpesan. Jadilah kalian sebenar-benarnya corong, bukan “Gentong P3K”. “Gentong P3K” tak sama dengan Kotak P3K. Tau apa itu artinya? “Gentong Pembohong Pembawa Pepesan Kosong” alias gentong kosong.
Paham kan? Itu lhoh.., apabila dipukul bunyinya nyaring, tapi isinya kosong. Sebab peran Humas itu adalah usaha untuk membangun dan mempertahankan reputasi, citra dan komunikasi yang baik dan bermanfaat antara organisasi dan masyarakat.
Dan saran saya kalian harus pandai-pandai, tak cukup cuma pandai saja. Sekali lagi, harus pandai-pandai. Jikalau ada konten pemberitaan yang isinya menyerang, nggak boleh cengeng, bersikaplah legowo, berjiwa satria.
Jangan cuma nama saja yang Satria, seperti Satria di film-film yang tayangnya ditungguin sama anak-anak usia dini. Sebab yang ente hadapi itu ‘macan berbulu kambing’. Putar itu otak. Wong pimpinan situ bilang “Jadikanlah kritikan sebagai bahan bakar”, kok malah ente yang meleduk-leduk? Arogan namanya itu, biasanya arogan itu gejala awal stroke. Wassalam..
Discussion about this post