Bukittinggi — Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Mahyeldi Ansharullah menyebut pola pengelolaan hutan saat ini harus mengedepankan prinsip-prinsip kelestarian. Menurutnya, itu perlu agar fungsi lingkungan dan fungsi sosial ekonomi dari hutan dapat dioptimalkan.
“Melalui Rapat Kerja ini, kita berharap akan lahir program-program serta semangat kerja baru, dalam pengelolaan hutan di Indonesia yang mengedepankan prinsip kelestarian,” ucap Gubernur Mahyeldi saat menghadiri Rapat Kerja Bidang Pengelolaan Hutan Lestari Investasi Hijau,” di Hotel Santika, Bukittinggi, Rabu (31/5/2023).
Menurutnya, dewasa ini keberadaan kawasan hutan menjadi semakin nyata fungsinya bagi masyarakat, baik dari segi lingkungan maupun sosial ekonomi.
Berdasarkan data Dinas Kehutanan Prov. Sumbar, sekitar 82 persen nagari yang ada di Sumbar berada di dalam dan di sekitar kawasan hutan.
Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan kebutuhan lahan untuk pertanian serta pembangunan ditengah masyarakat, potensi terjadinya penyimpangan dalam pemanfaatan tentu menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam menjaga kelestarian hutan.
“Banyak manfaat yang kita peroleh dari keberadaan hutan di Sumbar. Jangan sampai itu semua rusak karena alasan kebutuhan pembangunan dan pertanian, kita harus bijak dalam menentukan sikap,” ajak Mahyeldi.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (Dirjen PHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Agus Justianto mengatakan Indonesia bisa mencapai penyerapan bersih karbon (net sink) sektor hutan dan lahan (forest and other land use/FoLU) pada 2030. Meskipun masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan agar harapan tersebut dapat terwujud.
“Harapan tersebut bisa tercapai, lantaran pemerintah sudah mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang berkontribusi terhadap penurunan emisi sektor kehutanan,” ungkap Agus Justianto.
Dikatakannya, setidaknya ada empat langkah penting yang berhasil di identifikasi oleh KLHK antara lain Pertama, pengurangan emisi dari degradasi dan deforestasi hutan. Kedua, menjalankan sustainable forest management. Ketiga, rehabilitasi lahan dan Keempat, pengelolaan lahan gambut yang dinilai berkontribusi paling besar dalam penurunan emisi.
Ia menegaskan, pemerintah jangan sampai melupakan keterlibatan masyarakat dalam upaya mencapai net sink di sektor FoLU pada 2030. Banyak contoh, masyarakat justru mampu berperan dalam mempertahankan kondisi hutan dan manfaat nilai kayu dan non kayu.
“Seperti di Jawa, hutan rakyat itu sangat berperan dalam mencapai itu,” katanya. (adpsb)
Discussion about this post