Padang — Sebagai upaya penguatan pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi di Sumatera Barat, Wakil Gubernur Audy Joinaldy didampingi Sekdaprov Sumbar Hansastri menggelar Focus Group Discussion (FGD) bersama jajaran Forkompimda dan BPS Sumbar, Jum’at (27/1/2023). Pada kesempatan itu, Wagub menanggapi Inflasi Sumbar pada tahun 2022 yang secara keseluruhan mencapai 7,43% (yoy), naik 1,4% (yoy) jika dibandingkan tahun sebelumnya.
Wagub menyampaikan bahwa inflasi sebetulnya baik asalkan terkontrol, karena merupakan sinyal dari adanya geliat ekonomi.
Salah satu penyebab tingginya catatan inflasi di Sumatera Barat pada tahun 2022 menurut Wagub, disebabkan karena pada tahun 2021 harga-harga maupun inflasi di Sumbar tergolong rendah. Sehingga pada saat ekonomi mulai menggeliat dan terjadi perubahan harga di tahun 2022, mengakibatkan delta harga dan inflasi di Sumbar menjadi tinggi.
Meski begitu Wagub Audy mengatakan bahwa inflasi yang terjadi hanya dalam catatan angka saja, Sementara fakta di lapangan tidak merasakan secara langsung. Justru tingkat kemiskinan di Sumatera Barat termasuk yang paling rendah di Indonesia dan nilai tukar petani mengalami kenaikan.
“Inflasi ini kan banyak sumbangan dari bahan-bahan pertanian. Dengan naiknya harga pertanian ekonomi masyarakat kita yang 60 persen nya petani dan Nelayan justru naik,” jelas Wagub Audy.
Wagub juga optimis, pada tahun 2023 inflasi nantinya akan kembali turun. “Kalau tahun ini saya yakin berdasarkan kalkulasi hitungan inflasi kita akan rendah lagi, karena sudah mulai di angka yang tinggi,” ujarnya.
Turut menambahkan, Sekdaprov Sumbar Hansastri mengingatkan perlunya kehati-hatian menafsirkan angka agar tidak terjadi kekeliruan, khususnya dalam mengambil kebijakan. Ia menjelaskan pada data inflasi, yang dihitung adalah delta atau selisih pertambahan harga.
“Jadi inflasi tertinggi bukan berarti harga kita paling tinggi di Indonesia. Tapi itu kita dibandingkan dengan periode sebelumnya,” terang Hansastri.
Menurutnya bahkan petani bersyukur, karena disamping inflasi itu terdapat peningkatan nilai tukar petani.
Hal serupa juga disampaikan BPS Sumbar. Data BPS menyatakan bahwa pada tahun 2021 surplus produksi pangan di Sumbar menyebabkan harga pangan rendah. Setelah terjadi delta kenaikan harga pada akhir tahun 2022, bahkan Indeks Harga Konsumen yang menjadi penentu inflasi di Sumbar masih sama dengan provinsi-provinsi lainnya.
Tercatat secara keseluruhan, inflasi di Sumatera Barat terutama disumbang oleh delta pertambahan harga pada komoditas bensin, beras, angkutan udara, cabai merah, telur, rokok kretek dan rokok filter, mobil, bahan bakar rumah tangga, dan sabun detergen.
Sementara diantara upaya yang dilakukan dalam pengendalian inflasi yaitu operasi-operasi pasar murah, pencanangan gerakan tanam cabe, program produksi pupuk organik dan bantuan rumah kompos, pendampingan smart digital farming, bantuan alsintan dan saprodi, optimalisasi alokasi BTT, DTU dan dana desa, serta pemberian subsidi transportasi Trans Padang. (MC)
Discussion about this post