Eks Kapal Perang Teluk Bone 511 viral lagi Minggu (31/3), setelah beberapa kali sempat mencoba terombang ambing untuk lepas dari tepian lautan lepas Samudra Hindia.
Kini kapal bekas yang pernah digunakan tentara US sebagai alutsista pertahanan saat Perang Dunia ke II berkecamuk itu, resmi terhempas ke tepian ombak Piaman, lantas kandas.
Sedari awal kasus eks kapal perang yang dibuat di galangan kapal American Bridge Company, Ambridge, Pennsylvania, AS pada 25 September 1944 itu dibawa ke Pariaman, memang diprediksi hanyalah bagian dari ambisi Genius sewaktu menjabat walikota untuk memunahkan uang APBD saja.
Buktinya, konon biaya penderekan kapal dengan takeboat, setelah dilepas hibah oleh Kementerian Pertahanan rupanya menguras APBD Rp 2 miliar. Dan itupun masuk secara “bim salabim” ke rekening belanja Dinas Perhubungan, yang sempat membuat pejabat Dishub shock serta kelimpungan.
Tak ayal informasi yang berseliweran ketika itu, ramai menyebut dana yang ditransfer ke rekening belanja Dishub untuk penderekan kapal, digadang-gadang tanpa sepengetahuan DPRD? Jika itu benar, kacau memang!
Belum lagi ihwal informasi mengenai biaya penderekan kapal dari Surabaya ke Pariaman, dengan tonase yang sama menggunakan takeboat yang juga diduga kuat tidak realistis. Hanya kisaran 800-an juta. Nah, ke mana sisanya? Inilah yang membuat khalayak bertanya-tanya.
Selain tanpa perencanaan yang matang, serta terindikasi kongkalikong dengan pihak ketiga. Hal yang menguatkan adalah pengadaan kapal perang bekas ini dikebut Genius di akhir masa jabatannya, di saat keuangan pemerintah daerah sedang susah alias APBD mengalami defisit.
Terang saja, jika sebuah program dibuat tanpa perencanaan yang matang dengan mengedepankan ambisi cari cuan dan keuntungan semata, maka output dari program tersebut tak tentu arah. Jelas hal ini dijustice sebagai sebuah kegagalan dan dosa besar kepala daerah.
Belum habis kegilaan yang dibuat, untuk menutupi kegagalan dari program kapal perang bekas ini, maka dibuatlah sebuah klausul pembenaran serta pembodohan, yaitu : kapal perang bekas tersebut sudah ada yang menampung untuk dijual kiloan dengan harga 5.000 per kilonya, dengan bobot kapal 3.000 ton, yang jelas-jelas klausul ini tidak ada dalam proposal permintaan hibah kapal ke kementrian.
Memang tak salah kegilaan ini sedang ditutupi dengan kebodohan untuk menutupi urat malu. Sungguh lucu! Seolah-olah jika dijual per kilo, maka pemerintah daerah akan mendapat keuntungan dari penjualan kapal ini dengan nilai Rp 15 miliar. Untung Rp 13 miliar, karena modal membawa kapal ini hanya Rp 2 miliar. Kacau bukan?
Discussion about this post