Oleh Syafr Piliang
Wartawan Muda
Dharmasraya — Pemerintah daerah Dharmasraya mulai menerapkan langkah-langkah efisiensi anggaran, sebagai salah satu upaya guna mengoptimalkan penggunaan dana publik dan meningkatkan efektivitas pelayanan kepada masyarakat.
Sebetulnya, efisiensi anggaran adalah menggunakan anggaran untuk hal yang lebih penting dari pada penting. Jadi, efisiensi bukan sekadar memangkas, namun lebih dari prioritas penggunaan anggaran itu sendiri.
Langkah ini mencakup peninjauan ulang belanja operasional, pengurangan kegiatan seremonial yang tidak berdampak langsung pada pelayanan publik, serta digitalisasi sejumlah layanan untuk menekan biaya administrasi.
Akibat dari efisiensi anggaran akan terjadi pengurangan atau penundaan kegiatan yang telah disusun sebelumnya. Hal itu terkait dengan beberapa program atau kegiatan lain yang dianggap tidak menjadi prioritas.
Perubahan alokasi anggaran, dana bisa dialihkan ke sektor yang lebih mendesak, seperti kesehatan, pendidikan, atau pembangunan infrastruktur. Danpembatasan belanja rutin seperti perjalanan dinas, honorarium, rapat, dan konsumsi lainnya.
Peraoalan ini juga akan berdampak bagi ASN, terutama sekali bagi pengurangan tunjangan atau insentif non-gaji, termasuk penurunan frekuensi pelatihan atau diklat.
Kemudian, peningkatan beban kerja dimana ASN mungkin dituntut bekerja lebih efisien dengan sumber daya yang lebih terbatas.
Kekhawatiran dari Aparatur Sipil Negara (ASN) terkait efisiensi dalam birokrasi akan terjadi
pengurangan jumlah pegawai (PHK atau mutasi). Ini, sering diartikan sebagai pengurangan tenaga kerja. ASN bisa khawatir akan terjadi pemangkasan posisi atau mutasi besar-besaran yang mengganggu kestabilan pekerjaan.
Beban kerja bertambah
Ketika jumlah pegawai dikurangi atau proses disederhanakan. Beban kerja bisa bertambah bagi ASN yang tetap. Ini bisa memicu stres, kelelahan, atau menurunnya kinerja.
Ketidakjelasan peran dan fungsi
dalam proses efisiensi, perubahan struktur organisasi bisa membuat peran menjadi tidak jelas, tumpang tindih, atau bahkan hilang, menciptakan ketidakpastian.
Ancaman terhadap tunjangan dan fasilitas. Sementara
upaya efisiensi anggaran bisa berdampak pada pengurangan tunjangan kinerja, fasilitas dinas, atau anggaran perjalanan, yang dapat menurunkan kesejahteraan ASN.
Ketakutan akan digitalisasi
efisiensi biasanya disertai digitalisasi dan otomatisasi proses. ASN yang kurang akrab dengan teknologi mungkin merasa terancam, sebab belum siap menghadapi perubahan tersebut.
Kurangnya keterlibatan dalam pengambilan keputusan
ASN bisa merasa bahwa kebijakan efisiensi diputuskan secara top-down tanpa melibatkan mereka, sehingga merasa tidak dihargai atau dirugikan.
Dampak yang paling buruk dari efisiensi yang dilakukan oleh pemda bisa beragam, itu tergantung bagaimana efisiensi tersebut dijalankan. Penurunan kualitas layanan publik, jika efisiensi dilakukan dengan cara memangkas anggaran tanpa memperhatikan kebutuhan riil, layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur bisa terganggu.
PHK atau pengurangan tenaga kerja efisiensi yang menargetkan belanja pegawai bisa menyebabkan pemutusan hubungan kerja atau pengurangan honorer, yang bisa memicu keresahan sosial dan menurunkan kinerja birokrasi.
Menurunnya kesejahteraan ASN dan tenaga honorer akibat dari
pemotongan tunjangan atau honor juga akan berdampak pada motivasi dan produktivitas aparatur, bahkan memunculkan potensi praktik korupsi kecil-kecilan.
Terganggunya pembangunan daerah, bila memangkas belanja modal atau program strategis, yang pada akhirnya pembangunan bisa stagnan dan target RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) sulit untuk tercapai.
Kehilangan kepercayaan publik
warga bisa menilai bahwa pemda tidak mampu mengelola keuangan dengan baik, terutama jika pemotongan anggaran berdampak langsung pada pelayanan seperti yang dirasakan masyarakat saat ini. Tentunya, dengan hal ini pemda mencarikan solusi bagaimana mengatasi masalah tanpa ada masalah.
Di lain sisi ketua komisi III DPRD dharmasraya Adidas mengungkapkan bahwa efisiensi anggaran sangat dirasakan bagi 30 anggata legislator dan juga telah membawa dampak terhadap kinerja. Disamping itu kepala daerah agak terkesan lama untuk menandatangani surat perintah tugas dan termasuk persetujuan pembayaran GU.
Karena tak semua anggota DPRD memiliki uang untuk perjalanan dinas, terkadang mereka harus mencari dana lain agar dapat mengikuti kunker( studi banding ) untuk mencari referensi baru, yang nantinya akan dikembangkan di daerah melalui pengawasan terhadap program strategis daerah ini*
Discussion about this post