Padang — Sebetulnya kisruh yang menerpa organisasi kewartawanan (PWI) di Sumatera Barat saat ini tak layak untuk dikonsumsi publik. Mengingat buruknya preseden yang dimunculkan oleh para pelaku, apatah lagi bagi kemaslahatan kehidupan berorganisasi di PWI ke depan.
Terang, secara otomatis kisruh ini sedikit banyaknya telah merontokkan pamor PWI sebagai organisasi profesi wartawan tertua di Indonesia.
Ceritanya perihal Dr. Ir. Basril Basyar, MM dengan NIP 195904071987031004; pangkat/golongan IV/a – Pembina.
BB, demikian orang menyapa. Hingga detik ini dirinya masih tercatat dalam laman website Direktori Dosen Unand berstatus sebagai PNS. Jabatannya Lektor Kepala, Unit Peternakan, Fakultas Peternakan.
BB terpilih kembali menjadi Ketua PWI Provinsi Sumatera Barat untuk kali yang ketiga, periode 2022-2027 dalam konferensi yang digelar Juli 2022, setelah dijeda satu periode (2017-2022), dengan 2 periode sebelumnya, yakni 2007-2012 dan 2012-2017.
Persoalan muncul ketika BB yang direstui Ketua Umum PWI Pusat, Atal S Depari lolos sebagai calon yang seharusnya dianulir. Dianulir bukan hanya sebagai kompetitor saja, dari keanggotaan PWI pun seharusnya dicekal.
Namun alhasil BB memenangkan kompetisi pemilihan Ketua PWI Sumbar, ia mengungguli perolehan suara dari rivalnya Heranof. Padahal status BB adalah PNS aktif, pun sampai detik ini. Tak ayal warga PWI Sumbar kecolongan dibuatnya.
Sebab mengingat keputusan Kongres XXIV PWI, September 2018 di Solo, Jawa Tengah, Pasal 16 ayat (2) Kode Perilaku Wartawan dengan tegas melarang PNS menjadi wartawan: Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan status sebagai pegawai tetap tidak dapat menjadi wartawan kecuali di lembaga yang terkait dengan kegiatan jurnalistik seperti LKBN Antara, LPP TVRI dan LPP RRI.
Huru-hara hasil konferensi PWI Sumbar yang menetapkan BB sebagai ketua terpilih pun terjadi. Padahal Atal sendiri pernah menegaskan, para ASN dinyatakan sudah tidak bisa menjadi wartawan lagi.
Mengutip Auranews.co.id Atal menyatakan, untuk menjaga independensi dan profesionalitas seorang jurnalis, PWI terbitkan Kode Perilaku Wartawan. Semenjak disahkan pada kongres di Solo tahun 2018 yang lalu, Kode Perilaku Wartawan tersebut sudah diberlakukan. Para ASN dinyatakan sudah tidak bisa menjadi wartawan lagi.
Atal menjelaskan, bahwa untuk seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) sudah tidak bisa menjadi wartawan lagi. Hal tersebut sudah diatur dalam Kode Perilaku Wartawan (KPW) berdasarkan hasil kongres di Solo tahun 2018 yang lalu. “Semenjak ditetapkan pada kongres tersebut, maka KPW sudah diberlakukan,” ungkap Atal S Depari.
Atal menambahkan, bagi anggota PWI yang sudah menjadi ASN, maka dengan sendirinya dia sudah terlepas dari keanggotaan PWI. “Namun banyak kawan-kawan yang tidak mau berhenti menjadi anggota PWI. Tetapi bisa dipastikan, apabila kartu keanggotaannya mati, maka tidak akan bisa diperpanjang lagi,” terang Atal.
“Bagi daerah-daerah yang melakukan konferensi, maka anggota PWI yang berstatus ASN tidak bisa mengikuti sebagai peserta dalam konferensi tersebut,” tegas Atal.
Atal Berubah Haluan
Wartawan senior Marah Sakti Siregar menyoroti pelantikan Basril Basyar (BB) sebagai Ketua PWI Sumatera Barat, Jumat 13 Januari 2022. Marah mengecam langkah Ketum PWI yang menggelar pelantikan BB.
Menurutnya, Ketum PWI yang semula merestui pemilihan pada Juli 2022 itu, belakangan sempat mengoreksi kesalahannya setelah ada kritik dari DK PWI.
Hal itu dipertegas dengan melaksanakan Rapat Pleno bersama pengurus DK dan Dewan Penasihat PWI, pada tanggal 4 Agustus 2022, melalui SK tanggal 12 Agustus 2020, Ketum bersama Sekjen PWI mengangkat Wakil Sekjen PWI, R Suprapto sebagai Plt Ketua PWI Sumbar untuk masa tugas selama 6 bulan.
Langkah ini diambil karena BB, menurut pertimbangan SK itu belum bisa dilantik sebagai ketua PWI Sumbar sampai terbitnya SK BKN (Badan Kepegawaian Negara) yang mengesahkan pengunduran diri BB sebagai PNS.
Namun mendekati berakhirnya masa tugas Plt Ketua PWI Sumbar, BB sempat melakukan manuver-manuver untuk mempertahankan diri, di antaranya menulis Surat Terbuka, dengan menggunakan pengacara mensomasi Ketua Umum PWI Pusat. Somasi itu mempertanyakan alasan Ketum PWI yang belum melantik dirinya, yang menurutnya semua syarat untuk pelantikan telah dipenuhi.
Setelah somasi dilayangkan BB, Ketum PWI mengadakan Rapat Pleno tanggal 6 Januari 2022 dan memutuskan akan segera melantik BB. Meski pun tiga orang Wakil DK PWI Pusat yang hadir dalam rapat itu menolak keputusan tersebut.
“Wah, saya kaget ketika mendengar perubahan sikap Ketum PWI Pusat itu. Makanya, ketika ditanya seorang teman wartawan saya sempat mengimbau agar Ketum PWI tidak melakukan pelantikan Ketua PWI Sumbar,” ulas Marah.
Tapi, rupanya Ketum PWI tak terbendung lagi. Walhasil, sambungnya, dirinya amat kecewa dan mengecam keras langkah Ketum PWI itu.
Sebab menurutnya, langkah nekat itu kalau tidak ditolak, atau didiamkan saja, dan tidak segera dikoreksi bisa menjadi preseden buruk bagi citra dan marwah PWI sebagai organisasi profesi.
“Sekali lagi sebagai organisasi profesi yang mengedepankan etika dan moral serta ketaatan pada konstitusi. Ketum PWI Atal S. Depari, saya kira cukup paham dan semestinya sadar dampak buruk tindakan yang dilakukannya. Ini bisa memicu perpecahan di tubuh PWI,” tegasnya.
Marah mengaku, dirinya sampai tak bisa bicara atas jurus nekat itu. “Tak pernah terjadi setelah 40 tahun lebih saya menjadi anggota PWI. Ada seorang Ketum PWI yang terang-terang mengabaikan dan tidak melaksanakan keputusan Dewan Kehormatan berkaitan dengan sanksi atas pelanggaran aturan organisasi,” jabarnya.
Padahal, semua masalah yang membelit kisruh di Konferprov PWI Sumbar jelas diatur dalam aturan organisasi PWI. Misalnya, larangan PNS tidak boleh menjadi wartawan ditetapkan dalam Pasal 16 ayat (2) Kode Perilaku Wartawan.
Menyangkut wewenang pemberian sanksi atas pelanggaran KEJ PWI, PD/PRT, KPW PWI dan KEJ PWI jelas juga ditetapkan dalam Pasal 4 dan Pasal 5 Peraturan Rumah Tangga PWI.
Pasal 5 ayat (1) tegas menetapkan: “semua sanksi yang diputuskan DK PWI diserahkan kepada Pengurus untuk ditindaklanjuti”. Frasa “ditindaklanjuti Pengurus” dalam Pasal 24 ayat (5) Peraturan Rumah Tangga ini kemudian dipertegas maknanya “untuk dilaksanakan”.
“Sebab, jelas juga ditetapkan dalam ayat (2) Pasal yang sama PRT tersebut bahwa keputusan DK bersifat final dan mengikat,” tegas Tenaga Ahli Dewan Pers ini.
“Jadi, jika, merujuk semua aturan (konstitusi) organisasi tersebut, kita patut bertanya pada Ketum PWI Atal S Depari. Di Bab, Pasal dan ayat berapa dalam PD/PRT atau juga KPW PWI yang menyebutkan Ketum PWI atau Pengurus PWI bisa atau boleh mengabaikan atau tidak melaksanakan sanksi yang sudah diputuskan DK PWI?” tanya Marah Sakti Siregar yang pernah menjadi Ketua Bidang Pendidikan PWI Pusat. (Idm/zulnadi)
Discussion about this post