Reportaseinvestigasi.com.JAKARTA –Maraknya praktik prostitusi terselubung di sejumlah tempat hiburan di Jakarta Barat mengindikasikan lemahnya pengawasan dari pihak berwenang. Salah satunya adalah tempat massage Red Lite yang terletak di Jalan Meruya Ilir Raya, Kembangan, Jakarta Barat.
Tudingan terhadap tempat tersebut semakin menguat setelah tim wartawan melakukan investigasi mengungkap dugaan praktik prostitusi yang berjalan di balik layanan pijat yang mereka tawarkan.
Lemahnya Pengawasan Pemerintah DKI Jakarta
Praktik prostitusi terselubung ini menjadi perhatian serius karena menyoroti ketidakmampuan Suku Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Satpol PP Jakarta Barat dalam mengawasi tempat hiburan yang berpotensi melanggar Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 18 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata. Salah satu pasal yang dapat dijadikan dasar penutupan tempat hiburan seperti Red Lite adalah Pasal 55 dalam Pergub tersebut yang mengatur tentang pelaksanaan usaha pariwisata yang sehat dan tidak melanggar norma.
Namun, lebih jauh lagi, peraturan daerah juga memberi dasar hukum untuk menindak tegas praktik prostitusi yang terjadi di tempat hiburan. Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 Pasal 42 Ayat 2 menyebutkan bahwa setiap tempat usaha yang melanggar ketertiban umum, termasuk yang berkaitan dengan prostitusi, dapat dikenakan sanksi tegas, termasuk penutupan usaha.
*Tanggapan Red Lite yang Menghindar*
Tim investigasi wartawan yang melakukan konfirmasi ke lokasi Red Lite pada Senin (2/12/2024), mengungkapkan adanya sikap menghindar dari pihak pengelola. Ketika ditanya mengenai dugaan praktik prostitusi yang terjadi di tempat tersebut, pihak manajemen hanya memberikan jawaban standar yang terkesan menghindar dan tidak memberikan klarifikasi substansial. “Informasi tersebut sudah disampaikan ke manajemen,” ujar petugas yang ada di lokasi, tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.
Ketika media mencoba mendalami lebih jauh tentang kegiatan yang berlangsung di Red Lite, respons yang didapatkan sangat minim, bahkan tidak ada keterbukaan yang diberikan kepada publik. Hal ini semakin menegaskan adanya indikasi bahwa pihak pengelola tempat tersebut berusaha menutup-nutupi dugaan praktik prostitusi yang berjalan dengan modus pijat.
*Dugaan Penyimpangan SOP dan Terapi Tanpa Sertifikasi*
Lebih lanjut, temuan tim investigasi menyebutkan bahwa kamar-kamar yang disediakan oleh Red Lite diduga tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku. Terlebih, terapis yang bekerja di tempat tersebut tidak memiliki sertifikasi yang sah, sehingga menambah keraguan terhadap legalitas operasional tempat hiburan tersebut.
Dugaan kuat ini menunjukkan bahwa meskipun Red Lite mengklaim sebagai tempat pijat, tetapi kenyataannya mengundang potensi eksploitasi seksual yang melanggar norma-norma ketertiban umum yang diatur dalam peraturan daerah dan gubernur. Dengan tidak adanya sertifikasi terapis, kualitas layanan yang diberikan sangat dipertanyakan, terutama apabila berkaitan dengan praktik yang berisiko tinggi.
*Pentingnya Tindakan Tegas dari Pihak Berwenang*
Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah untuk tidak hanya fokus pada penutupan tempat hiburan yang terindikasi melanggar, tetapi juga untuk memperbaiki mekanisme pengawasan agar praktik serupa tidak terus terjadi. Pengawasan yang lebih ketat, baik dari segi operasional tempat hiburan maupun pemantauan terhadap keberadaan terapis, perlu diperketat guna melindungi masyarakat dari segala bentuk eksploitasi dan pelanggaran hukum.(**)
Red/amr
Discussion about this post