Pariaman — Tak hentinya Kepala Desa (Kades) Apar, Kecamatan Pariaman Utara, Kota Pariaman, Hendrik dipolisikan oleh warganya sendiri. Hal itu diperkirakan terjadi akibat sejumlah indikasi mewarnai dugaan tindak pidana korupsi dalam hal pembangunan di desa itu
Teranyar Senin (24/7), tokoh dan masyarakat setempat, yang akrab disapa Wan dan U, kembali melayangkan laporan pengaduan ke polisi, atas dugaan korupsi Kades Hendrik dalam pembangunan pembuatan lahan bibit ikan, yang notabene disinyalir sarat manipulasi.
Pasalnya, adanya indikasi ketidakwajaran dalam proyek pembuatan lahan bibit ikan itu sangatlah mengemuka. Agak saja mulai dari pembangunan kolam ikan dengan 2 kali tahun penganggaran (2022 dan 2023), hingga pengadaan bibit ikan dan pakan ikan yang dicurigai sarat manipulasi.
Menurut Wan, diamini oleh U menyebut, penggelembungan harga satuan, serta pengerjaan fisik yang acak-acakan pada pembangunan kolam ikan tahun anggaran 2022 dan 2023 yang masih dikerjakan saat ini, dinilai janggal.
“Awalnya tahun 2022 dibuat pembangunan kolam ikan dengan volume 50 × 5 M dengan nilai Rp 128 juta, itu terindikasi mark-up harga satuan. Pembuatan fisik juga diduga tak sesuai spek. Pekerjaannya pun tak sampai selesai. Padahal volume jelas 50 × 5 M, sebagian pasangan dinding kolamnya menggunakan bambu, bukan pasangan batu,” ujar Wan pada media dalam sebuah kesempatan, Selasa (25/7).
Kendati demikian, pembuatan fisik untuk kolam ikan tak sampai di situ saja, tahun 2023 ini, dengan menggunakan sumber dana yang sama yakni Dana Desa, kembali Pemdes Apar menganggarkan pembuatan kolam ikan untuk program pembibitan ikan. Anehnya kali ini dengan harga lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
Kades Hendrik, lanjut Wan, sebagai penanggung jawab pembangunan desa, menaikkan anggaran pembuatan kolam ikan tahap II dengan biaya Rp 174.194.155 dengan volume yang sama dari tahun sebelumnya yakni 50 × 5 M.
“Itu baru dari segi fisik pembuatan kolam ikan. Belum lagi indikasi manipulasi bibit ikan dengan bermain mata bersama penyedia bibit. Katanya bibit ikan nila sebanyak 10 ribu ekor bibit dianggarkan Rp 28.250.000. Berarti harga bibit ikan per ekornya adalah Rp 2.825 sama dengan harga induk ikan di pasar-pasar. Ini jelas ada permainan dengan oknum penyedia bibit,” tuturnya lagi.
Kecurigaan atas permainan pengadaan bibit ikan itu menguat setelah dilakukan pembongkaran pada Februari 2023 kemarin. Kata Wan, bibit ikan nila yang disebarkan 10 ribu ekor itu ketika dilakukan pembongkaran hanya ditemukan sebanyak 96 kg.
“Artinya kita estimasi saja, dengan berat ikan nila 96 kg itu biasanya, per kilonya berat ikan nila itu dapat 10 ekor paling banyak. 10 ekor dikali 96 kilo jadi dapatnya 960 ekor saja. Kemana sisanya bibit ikan yang lain dari 10 ribu ekor dikurangi 960 itu sebanyak 9.040 ekor lagi?,” tanya Wan mengira-ngira.
Belum lagi pengadaan pakan ikan dengan harga per kilo Rp 282.500 dikali 40 kilo menghabiskan uang dari dana desa Rp 11.300.000. “Jadi orang-orang ini berkutat dengan angka 2825 biar enak mereka menghitung. Harga bibit ikan per ekor 2.825, harga pangan ikan per kilo 282.500, secara awam saja ini sudah jadi indikasi awal. Ketara sekali permainannya,” ulas Wan lebih jauh.
Ia pun berharap, aparat penegak hukum segera mengusut dugaan permainan korupsi Dana Desa Apar ini, dengan tujuan tak menjadi fitnah bagi siapapun. “Kita berharap penegak hukum aktif lah dalam mengusut kasus ini. Kita masih percaya pada penegak hukum. Jika ada Indikasi ke arah korupsi, kami harap dituntaskan hingga ke penyidikan dan teruskan sampai terang benderang. Atau jika sebaliknya berikan kepada kami apa alasannya,” harap Wan bersama U. (Idm)
Bersambung
Discussion about this post