Bukittinggi — DP3APPKB Kota Bukittinggi mengadakan Sosialisasi Pencegahan Kekerasan terhadap anak dan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) di aula Badan Keuangan Pemko Bukittinggi Senin (30/9) pagi.
Sosialisasi Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak dan Anak Berhadapan Dengan Hukum (ABH) diadakan Dinas DP3APPKB Kota Bukittinggi yang dibuka Kepala DP3APPKB Nauli Handayani, SKM, M.Si.
Kegiatan diikuti 50 orang peserta di antaranya dari: LPM, KAN, TK PKK, Bundo Kanduang, Satgas Perlindungan Berbasiskan Anak dengan hadirkan Narasumber; Kasubsi Bimbingan Klien Anak Badan Pemasyarakatan/BKA BAPAS Kelas 2 Bukittinggi Aditya Maisa, Psikolog Klinis RSAM Zera Mendoza.,M.Psi.
Kepala DP3APPKB Nauli Handayani SKM. M.Si, menjelaskan, sosialisasi itu bukti “concern” dan perhatian pemerintah dengan telah lahirnya Perda Penyelenggaraan Kota Layak Anak Nomor 1 Tahun 2024 dalam rangka pemenuhan hak anak di Kota Bukittinggi.
Semua anak anak di Kota Bukittinggi menurut Nauli, bisa terpenuhinya hak-haknya supaya tidak mengalami kekerasan walaupun selama ini ditemui tapi terkendala di lapangan, di antaranya belum diketemukan pelaku sodomi dengan korban di bawah usia 4 tahun.
“Untuk itu semuanya harus memiliki komitmen kuat dalam mencegah kekerasan terhadap anak tidak hanya kekerasan fisik dihadapi si anak akan tetapi meliputi kekerasan psikologis kemudian kekerasan seksual bahkan juga kekerasan ekonomi,” ulas Nauli.
Karena itulah, dikutip dari KBRN RRI, ia berharap kepada peserta yang hadir bersama-sama melakukan pencegahan terhadap kekerasan anak di Kota Bukittinggi sehingga Kota Layak Anak didaerah ini bisa terwujud. Dibutuhkan tanggung jawab dan kesadaran agar tidak melakukan terhadap siapapun termasuk kepada sianak.
Hal senada diutarakan Kasubsi Bimbingan Klien Anak/BKA Bapas Kelas 2 Bukittinggi Aditya Maisa sebagai narasumber, bahwa pihaknya dalam lakukan pendampingan tidak berpakaian resmi.
Disebutkan bahwa potret Anak Berhadapan Dengan Hukum (ABH) di Kota Bukittinggi per September 2024 dari data BAPAS Kelas 2 Bukittinggi tercatat 1 kasus pencurian, 7 narkotika, 1 penipuan, 2 penganiayaan dan 2 perbuatan cabul di 2024.
Anak pelaku kejahatan merupakan bagian dari korban karena belum terpenuhi hak-hak di keluarga atau di lingkungannya.
Sesuai undang-Undang, anak di bawah usia 12 tahun tidak bisa diberikan hukuman dan dikembalikan pada orang tua, kemudian diikuti pembinaan dan dalam hal ini Peradilan Anak perhatikan Restoran Justice (JC)
Pada sisi lain, Psikolog Klinis dari RSAM Zera Mendoza, M.Psi menyebutkan, anak dalam gelombang zamannya dilihat suatu tinjauan Psikologis banyak alami kekerasan.
“Bahwa anak-anak beperilaku terjadi saat ini karena hilangnya hak-hak mereka, dan ini jelas bagian sesuatu kurang baik dari sisi agama,” tambahnya.
Diharapkan, dalam pencegahan kekerasan pada anak harus dibangun diterapkan falsafah di Minangkabau terhadap lingkungan sekitar dan tidak cukup diandalkan pada yang telah ada.(pon)
Discussion about this post