PARIAMAN, REPINVESCOM
Sejatinya masa tua adalah masa untuk menghabiskan hari dengan penuh kegembiraan, atau lebih identik dengan masa ‘menuai’.
Namun berbeda dengan Andam Dewi (96), hampir 36 tahun dia hidup sebatang kara di rumahnya Dusun Kajai, Desa Koto Marapak, Kecamatan Pariaman Timur, Kota Pariaman.
Andam Dewi yang biasa dipanggil Manih itu hidup sebatang kara dengan kondisi yang memprihatinkan, di sebuah gubuk reot yang sudah tak layak huni, tanpa lampu penerangan dan listrik, tanpa jamban serta saluran air bersih.
Agar bisa mendapatkan air untuk mandi dan minum saja, Manih harus menempuh perjalanan kurang lebih 600 meter ke rumah tetangga.
Rumah yang dihuni Manih pun merupakan rumah senyum bantuan gempa 2009 lalu yang sampai sekarang rumah tersebut belum pernah diperbaiki.
Suami Manih sudah lama mangkat sekitar tahun 1966. Manih memiliki dua orang anak, namun anak perempuannya meninggal akibat penyakit campak saat berusia belia.
Kini, Manih memiliki seorang anak laki-laki, satu-satunya keluarga yang masih peduli dan selalu mengurus kebutuhannya.
Anak semata wayang bernama Herman, kehidupannya juga tak bisa diharapkan banyak membantu.
Informasi ini tersebar ke publik ketika diunggah ke media sosial oleh Babinkamtibmas Koto Marapak, Bripka Subur Prayitno.
“Saya pertama kali melihat nenek Manih sekitar satu bulan yang lalu. Saat sang nenek hendak ke kedai meminta sesuatu yang bisa dimakan. Prihatin dan merasa terpanggil untuk membantunya,” jelas Subur ketika ditanya alasan mengunggah informasi itu ke Facebook.
Sementara itu, Kepala Desa Koto Marapak baru berencana akan membuatkan tower air yang akan mengaliri rumah-rumah warga yang mengalami krisis air bersih.
“Salah satu yang kita prioritaskan adalah mengalirkan air ke rumah Nenek Manih,” terang Yuhaldi, Kepala Desa Koto Marapak.
Discussion about this post