Solok Selatan — Kepolisian Resor (Polres) Solok Selatan menyatakan siap menindaklanjuti dengan penyelidikan terhadap aktivitas usaha pengelolaan hasil hutan kayu di wilayahnya menyikapi instruksi Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kementerian Kehutanan terkait penertiban kegiatan pemanfaatan kayu dan pencegahan illegal logging.
Kepala Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Satuan Reserse Kriminal Polres Solok Selatan, Ipda Henki Saputra, S.M, di Padang Aro, Sabtu, (8/11), mengatakan pihaknya akan menelusuri lebih jauh izin dan aktivitas sejumlah Perizinan Berusaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (PBPHH-K) atau usaha sarkel/somel yang beroperasi di daerah itu.
“Kami akan melakukan penyelidikan mendalam terhadap izin dan operasional sarkel atau somel, terutama yang berkaitan dengan sumber bahan baku kayu. Langkah ini untuk memastikan tidak ada kegiatan yang melanggar ketentuan hukum atau terindikasi illegal logging,” ujarnya.
Pernyataan itu menanggapi langkah Kementrian Kehutanan yang menegaskan bahwa hanya kayu dengan bukti legalitas sah yang boleh beredar dan diperdagangkan di Indonesia. Dalam surat bernomor S.132/PHL/SPHL/PHL-36/B/6/2025, Surat Edaran dari Kementrian Kehutanan Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari.
Direktur Jenderal Pengelolaan PHL Kementerian Kehutanan, Ir. Laksmi Wijayanti, MCP menekankan pentingnya penataan perizinan pemanfaatan hasil hutan, termasuk pengawasan terhadap aktivitas penggergajian kayu (sarkel/somel) yang menjadi bagian penting dalam rantai industri kayu.
“Langkah penertiban dilakukan untuk memastikan setiap produk kayu yang beredar berasal dari sumber yang legal dan berkelanjutan, bukan dari hasil illegal logging,” tegas Laksmi dalam surat tertanggal 23 Juni 2025 itu.
Sebagai tindak lanjut, pihaknya mewajibkan seluruh pelaku usaha kayu memiliki Dokumen V-Legal sebagai bukti sah sumber bahan baku dan Lisensi FLEGT (Forest Law Enforcement, Governance and Trade) bagi produk yang diekspor ke Uni Eropa.
Dua dokumen tersebut menjadi bagian dari Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang diterapkan pemerintah Indonesia untuk memastikan seluruh rantai perdagangan kayu berjalan secara transparan dan sesuai hukum.
Menurut Ipda Henki, kepolisian akan berkoordinasi dengan instansi teknis di tingkat daerah, termasuk Dinas Kehutanan dan Balai Penegakan Hukum KLHK, guna memastikan kegiatan sarkel/somel di Solok Selatan memiliki dasar perizinan yang jelas serta bahan baku yang legal.
“Kalau nanti ada temuan yang mengarah ke pelanggaran atau pemanfaatan kayu tanpa izin sah, tentu akan kami tindak sesuai ketentuan pidana kehutanan yang berlaku,” tegasnya.
Kemenhut sendiri tengah menyiapkan revisi terhadap Peraturan Menteri LHK Nomor 8 Tahun 2021 untuk memperkuat pedoman teknis tata kelola pemanfaatan hutan dan memperjelas mekanisme pengawasan di tingkat daerah. Langkah ini diharapkan dapat memutus rantai pasok kayu ilegal dari hulu hingga industri pengolahan.
Dengan dukungan penegakan hukum di tingkat daerah, sinergi antara aparat dan lembaga kehutanan diharapkan mampu menjaga kelestarian hutan serta menekan praktik illegal logging yang selama ini merugikan negara dan lingkungan. (Joko)

Discussion about this post