Payakumbuh — Branding Payakumbuh sebagai Kota Randang yang gencar dimassalkan oleh Pemerintah Kota Payakumbuh sejak beberapa tahun belakangan bukan wujud sikap inkonsistensi pemko terhadap branding kota, tapi upaya untuk makin menggaungkan randang sebagai kuliner khas Payakumbuh.
Menurut Wali Kota Payakumbuh H. Riza Falepi, sejumlah branding yang selama ini melekat, seperti Payakumbuh Kota Gelamai dan Payakumbuh Kota Batiah masih tetap dipakai. Sebutan Kota Batiah dan Kota Gelamai, yang sudah lama mengakar di Payakumbuh, secara sosial budaya tidak bisa hilang begitu saja. Karena, kedua makanan itu sudah melekat di hati warga kota di masyarakat Sumatera Barat lainnya.
Gelamai dan batiah serta bareh randang, hanya ada di Payakumbuh. Makanya, bagaimanapun juga, branding Payakumbuh kota gelamai dan kota batiah tidak akan pernah hilang di kota ini. Meski sebutan kota randang suatu saat nanti, akan mendunia. Makin banyak, sebutan kota ini, kian banyak penduduk dunia kenal dengan Kota Payakumbuh.
Di bagian lain, kenapa belakangan Pemko Payakumbuh terkesan jor-joran memasalkan branding Payakumbuh Kota Randang, tujuannya tidak lain mengejar sejumlah nilai tambah yang ingin diraih dengan memasalkan randang,” katanya.
Wako Riza menampik tudingan sementara pihak yang menyebut pemasifan branding Payakumbuh Kota Randang sebagai wujud tidak konsistennya para pemangku kepentingan di kota ini terhadap branding kotanya.
“Dugaan semacam itu bisa saja muncul dari pihak-pihak yang tidak mengerti dengan maksud yang hendak dicapai, hanya terkesan mencari titik-titik lemah saja,” tambah Wako Riza.
Branding Payakumbuh Kota Randang yang akan ditetapkan melalui SK (surat keputusan) Wali Kota Payakumbuh itu, menurut Riza, mengandung maksud yang sangat besar. Yaitu agar kuliner khas Minang itu semakin mendapat penerimaan yang luas, baik di pasar regional, nasional, dan internasional; yang kelak diharapkan memberi dampak yang besar pula untuk pendapatan kota dan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Wako Riza mengakui, randang merupakan makanan khas masyarakat adat Minangkabau, yang bisa ditemui di 19 kabupaten/kota di Sumbar. Tapi Wako Riza mengingatkan, randang Payakumbuh memiliki spesifikasi tersendiri yang hampir tidak ditemui di sejumlah kabupaten/kota lainnya di Sumbar. Ia menyebut contoh randang talua, randang jaguang, randang ubi dan sejumlah varian lainnya, yang merupakan produk khas Payakumbuh.
Fakta yang tak kalah membuat miris, menurut Wako Riza, ada negara yang mulai mengklaim randang sebagai kuliner khasnya. Padadal dari informasi yang diterima, menurut Wako Riza, randang yang diklaim negara tertentu itu bukan produk yang dihasilkan oleh masyarakatnya, melainkan masyarakat Minangkabau yang merantau ke nagara dimaksud, lalu memproduksi randang.
“Tapi yang paling utama adalah mengejar nilai ekonomi yang dikandung oleh randang.” Dikatakan Wako Riza, randang khas Payakumbuh terus mendapat pangsa pasar yang luas, termasuk ke luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Jeddah, dan lainnya.
Imbasnya, UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah) dengan produk khas randang di Payakumbuh terus mengalami perkembangan yang signifikan. “Hal-hal seperti ini kan besar artinya untuk mengejar sumber-sumber pendapatan kota, selain juga upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Dengan memasifkan branding Payakumbuh Kota Randang, dijelaskan Wako Riza, diharapkan pangsa pasar jenis kuliner yang satu itu terus mengalami perkembangan, seiring dengan nama kota yang juga ikut terangkat karenanya. (Bbz)
Discussion about this post