Oleh Syafri Piliang
Wartawan Muda
Dharmasraya – Di tengah derasnya arus informasi dan komunikasi yang disertai kecangihan teknologi digital saat ini. Tampaknya masih ada berita yang lahir tanpa jiwa, kosong dari etika, kering dari nurani. Kata-kata disusun bukan untuk mencerdaskan publik, melainkan untuk menggiring opini yang berlebihan.Tak ubahnya seperti panggung sandiwara, di mana kebenaran diseret ke kursi pesakitan dan fitnah diberi mahkota.
Ironisnya, karya seperti itu terus berulang kali dipublikasikan. Seolah-olah sensasi adalah kata kunci baru bagi sebuah berita. Padahal, jurnalisme yang sehat seharusnya menegakkan keberimbangan sesuai dengan aturan jurnalis, bukan melucuti suara yang berhak didengar dan di sajikan diruang publik.
Narasumber yang mestinya dilindungi hak jawabnya justru dibiarkan terhimpit. Suara klarifikasi tak pernah sampai ke telinga publik. Pantun berbalas pantun yang menjadi etika komunikasi, hilang tanpa jejak. Yang tersisa hanyalah tulisan melenceng dari konteks, cerita yang dipelintir jauh dari kenyataan yang terjadi.
Ketika pena kehilangan arah, jurnalisme tak lagi menjadi pilar demokrasi, melainkan alat untuk saling melukai. Publik pun dipaksa menelan informasi yang cacat, miskin integritas, dan sarat tendensi serta tak ada rasa. Ini jelas pembodohan terhadap publik bukan mencerdaskan.
Di sinilah titik rawan dunia pers saat ini, ketika sebagian oknum lebih gemar menulis untuk menyerang dari pada menjernihkan. Padahal, pers bukanlah arena balas dendam, melainkan cermin kebenaran. Jika cermin itu retak, yang tampak bukan lagi wajah publik yang sebenarnya, tapi melainkan bayangan palsu dari ambisi pribadi.
Jurnalisme nan elok mestinya seperti tetesan embun, jernih, sejuk, dan memberi kehidupan. Bukan seperti bara yang membakar padang hilalang tanpa kendali. Maka, setiap berita yang lahir dengan nyawa haruslah berdiri di atas prinsip yang adil, berimbang, dan bertanggung jawab.
Karena ketika hak jawab dipasung dan kebenaran dipelintir, yang dirugikan bukan hanya narasumber, melainkan publik yang haus dengan sajian informasi yang benar dan bukan karena berita tanpa ruh. Jika sudah begini tentu siapa lagi yang akan dipercayai publik dan jawabannya ada dikepribadian kita yang sudah melekat sejak dari lahir.***
Discussion about this post