Pariaman — Upaya untuk menurunkan angka kemiskinan terus digenjot oleh Pemerintah Kota Pariaman. Salah satunya dengan pemberian bantuan rehablitasi rumah tidak layak huni (RTLH) yang menjadi salah satu indikator kemiskinan.
Kali ini bantuan rehablitasi RTLH tersebut diberikan di antaranya kepada 114 rumah warga Desa Naras 1 Kecamatan Pariaman Utara, Kota Pariaman guna menekan angka kemiskinan di daerah itu melalui dana alokasi khusus (DAK) tahun 2017. Namun, bantuan itu dapat dirasakan oleh warga hanya 20 persen saja yang bisa dihuni.
Ibarat kata pepatah, sudah jatuh ditimpa tangga pula. Kenapa tidak, rumah yang semula sudah dirobohkan itu tak kunjung terlaksana pembangunannya, akibat terhentinya pasokan material bangunan yang sejatinya disuplai oleh suplayer (toko bangunan). Namun kenyataan, hingga kini mereka terpaksa tinggal di rumah saudara dan tetangganya akibat rumah mereka tak kunjung selesai. Sementara pihak pemerintah belum memberikan jawaban yang pasti akan dilanjutkannya pembangunan rumah warga itu.
Dalam pelaksanaan RTLH di daerah itu, pihak pemerintah setempat telah mempunyai payung hukum yang dikemas dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) sebagai petunjuk bagi konsultan perencana palaksanaan RTLH itu sendiri, yang harus dipenuhi dan diperhatikan serta diinterprestasikan ke dalam pelaksanaan tugas, sehingga konsultan perencana dapat melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik.
Sebut saja Hariadi, salah satu ketua kelompok yang penerima manfaat dari program RTLH tersebut menyebutkan, hingga kini anggota di kelompoknya yang berjumlah 16 orang itu baru menerima 1 persen material bahan bangun yang diterima dari salah satu toko banguanan yang ditunjuk sebagai penyalur bahan bangunan.
“Sebanyak 16 KK yang tergabung dalam kelompok VI ini baru menerima 1 persen bahan bangunan dari toko bangunan yang dipercaya di daerah itu. Padahal, dalam mekanismenya, seharusnya masyarakat sudah dapat merasakan program RTLH itu lebih dari 50 persen,” kata Hariadi ketika dikonfirmasi, Rabu malam di Pariaman.
Ia mengatakan, pelaksanaan pembangunan RTLH itu dikerjakan pada tahun 2018. Namun, hingga kini masyarakat sebagai penerima manfaat RTLH belum menerima bantuan secara maksimal. Artinya, dari perencanaan semula tidak terwujud dengan sesungguhnya.
Ia menjelaskan, dalam pelaksanaan program RTLH itu, pihaknya menunjuk salah satu toko bangunan yang ada di daerah itu. Setelah program tersebut berjalan, pihak dari toko bangunan itu tidak sangup memenuhi material yang dibutuhkan warga. Akibatnya, terbengkalai lah pelaksanaan pembangunan RTLH itu, dan warga yang telah merobohkan bangunan rumahnya dari semula, terpaksa tinggal di rumah tetangga.
“Padahal, dalam perjanjian pelaksanaan pembangunan RTLH itu telah disepakati antara kelompok dari warga bersama pemilik toko material bangunan,” ujarnya.
Ironis, dari pelaksanaan RTLH di Desa Naras 1 pada tahun 2018 itu belum dapat diterima oleh masyarakat secara maksimal, dan masyarakat gamang akan terhentinya pembangunan RTLH oleh pihak pemerintah setempat. Kegamangan masyarakat itulah belum terjawab oleh pemerintah hingga kini.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup, M. Syukri mengatakan, pihaknya telah berupaya untuk mengurai benang merah permasalahan yang terjadi di Desa Naras 1 itu dengan cara memanggil ketua kelompok dan pihak yang ditunjuk oleh masyarakat sebagai penyalur bahan bangunan.
“Sebelumnya kami telah memanggil pihak fasilitator, pihak desa, dan ketua kelompok namun pertemuan itu tidak terwujud, lantaran pihak terkait ada yang tidak memenuhi panggilan kami,” kata Syukri di ruang kerjanya kemaren, Rabu (10/3).
Menurutnya, secara administarsi pembangunan tersebut tidak ditemukan permasalahan, karena seluruh warga yang menerima telah menandatangani pada berita acara menerima material bangunan pesanannya, dan begitu juga dengan pencairan dana bagi penerima manfaat RTLH itu sendiri.
“Uang dari pemerintah pusat dikirimkan langsung ke rekening masing-masing penerima tanpa perantara. Uang itu cair setelah material bangunan telah sampai ke rumah mereka,” ujarnya.
Namun, apa yang diterima oleh masyarakat itu baru beberapa persen bahan bangunan yang mereka terima. Nah, ini yang menjadi polemik di tengah-tengah masyarakat. Sehingga pembangunan tersebut tidak berlanjut.
“Apa dikata, pihak penyalur bahan bangunan itu tidak dapat memenuhi keinginan masyarakat dalam pembangunan rumah warga itu. Jadi artinya, benang merah permasalahan ini terletak pada toko bangunan yang ditunjuk oleh warga, fasilitator, dan ketua kelompok,” jelasnya.
Terkait hal itu, pihaknya tidak mempunyai kewenangan untuk mengusut masalah yang terjadi ditengah-tengah masyarakat itu. Namun, pihaknya bisa memfasilitasi dan memberikan solusi yang terbaik bagi warga.
“Tugas kami hanya sampai pada uang ditransfer dari warga penerima manfaat RTLH itu, dan uang itu telah di transfer kepada warga,” ujarnya.
Dengan adanya permasalahan ini, pihaknya telah membicarakan dengan walikota setempat untuk mencarikan jalan yang terbaik bagi masyarakat, agar masyarakat dapat menikmati pembangunan RTLH itu. Artinya, pihak pemerintah berupaya untuk melanjutkan pembangunan rumah warga itu dengan bentuk bantuan lain.
“Seperti bantuan yang ada di Dinas Sosial, Baznas atau bantuan lainya agar warga mempunyai tempat tinggal dan hidup layak,” tutupnya. (Syafrial Suger)
Discussion about this post