OKU Selatan — Bantuan sekolah untuk pendidikan yang digelontorkan pemerintah pada Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) berupa kucuran program dana BOS, untuk keberlangsungan kegiatan belajar mengajar memicu kontroversi.
Yayasan Sekolah Menengah Atas Hanura yang dikepalai Din Syafri AM, SH, saat ditemui awak media diduga memberikan keterangan yang tidak sesuai data Dapodik di Kemdiknas.
Pada data Dapodik yang diinput pihak sekolah menunjukkan perbedaan yang signifikan. Beberapa data terindikasi mark-up seperti jumlah guru pengajar, jumlah siswa dan penggunaan anggaran peruntukan pengembangan perpustakaan dan/atau layanan pojok baca pada tahap II di tahun 2024 sebesar Rp 20.000.000, juga tidak sesuai fakta di lapangan.
Menyoroti beberapa perbedaan angka yang tercatat pada jumlah siswa saja misalnya, terdapat selisih sebesar 13 murid yang diduga fiktif dibanding dari data Dapodik pada data Kemendiknas.
Hasil investigasi awak media di lapangan Rabu (8/01/25), tercatat jumlah siswa pada data jaringan pencegahan korupsi sebesar 69 siswa. Namun kenyataan di lapangan berdasarkan pengakuan pegawai tata usaha sekolah ini hanya sebesar 56 siswa, atau selisih 13 siswa yang diduga sengaja digelembungkan.
Sedangkan untuk jumlah tim pengajar tercatat 15 guru, namun berdasarkan pengakuan pada siswa yang ditemui awak media hanya 7 tenaga pendidik yang aktif mengajar selama tahun ajaran 2024.
Siswa Kelas XII Jurusan IPA ini misalnya menerangkan, bahwa hanya ada 7 tenaga pendidik yang aktif melakukan kegiatan belajar mengajar untuk tiga kelas (Kelas XII jurusan IPA, dan XII IPS dan Kelas XI).
Dalam hasil wawancara awak media dengan kepala sekolah yang sepi peminat ini, terkesan merekayasa data yang diajukan ke dinas terkait. Kuat dugaan bertujuan untuk pengelembungan penerimaan dana Bantuan Operasinal Sekolah (BOS) yang digulirkan pemerintah.
Selain itu ada juga indikasi lain yang diduga fiktif, yakni honorarium yang diterima guru pengajar yang tidak wajar. Pasalnya, salah satu guru pengajar SMA Hanura sebut saja S, tenaga pengajar ini menyebutkan bahwa honorarium yang ia terima jauh dari kata cukup.
“Kami hanya menerima honorarium sebesar Rp. 300.000 perbulan (atau 1.800.000 jika dihitung dalam 6 bulan),” aku guru berinisial S.
Pengakuan S ini berbeda dengan keterangan yang diberikan Kepsek Din Syafri AM, SH. Dalam penjelasanya, Kepsek SMA Hanura ini menjelaskan bahwa setiap honorarium guru diberikan telah sesuai aturan yang berlaku, yakni 59.000 perjam atau dibayarkan sebesar 132 jam X 6 : Rp. 46.728.000 untuk hitungan enam bulan masa kerja.
Nasib yayasan ke depan dikatakan Din Syafri kemungkinan besar untuk tahun depan, SMA Hanura tidak lagi menerima siswa didik, hal itu dikarenakan minat masyarakat untuk menimba ilmu di sekolah Yayasan Hanura kian tahun terus menurun.
Diketahui dari informasi yang diperoleh, untuk saat ini kegiatan belajar siswa hanya diisi 3 lokal yakni: Kelas XI satu lokal sebanyak 4 siswa, Kelas XII IPA hanya satu kelas diisi oleh 25 siswa dan Kelas XII IPS hanya satu kelas diisi oleh 25 siswa total 54 siswa.
Atas temuan ini, awak media mengharapkan kepada instansi dan aparatur yang berwenang untuk turun langsung dalam penindakan terhadap temuan data fiktif penggunaan dana BOS SMA Hanura Kec. Buay Pemaca Kab. Oku Selatan, Sumatera Selatan. (SRY)
Discussion about this post