Oleh: Syafri Piliang
Wartawan Muda
Dharmasraya – Ketukan palu pengesahan APBD Murni 2026 oleh DPRD Dharmasraya pada Jumat (28/11/2025) tidak serta-merta membawa kabar lega. Justru, angka yang disepakati sebesar Rp 916,38 miliar. Sementara defisit mencapai sebesar Rp111,91 miliar. Hal ini menggambarkan betapa tercekiknya ruang fiskal daerah pada tahun anggaran mendatang.
Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kini hanya menunggu hasil evaluasi Gubernur Sumatera Barat. Namun, berbagai pemangkasan yang harus dilakukan demi menutup lubang defisit telah menimbulkan kegelisahan di banyak sektor.
Salah satu keputusan paling mencolok adalah nihilnya alokasi dana pokok pikiran (pokir) bagi anggota legislatif. Bukan hanya itu, anggaran perjalanan dinas, yang selama ini menjadi salah satu pos rutin di sejumlah OPD, ikut terpangkas signifikan.
Namun, yang paling mencemaskan adalah nasib lebih dari 1.300 pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) paruh waktu di lingkungan Pemkab Dharmasraya. Hingga kini, belum ada kejelasan apakah gaji mereka dapat ditampung dalam APBD 2026.
Pertanyaan besar pun mengemuka, apakah ribuan P3K ini akan dirumahkan..?.
Sejumlah pejabat di lingkungan pemerintah daerah mengakui bahwa persoalan anggaran untuk P3K paruh waktu menjadi salah satu titik kritis dalam pembahasan. Minimnya sumber pendapatan asli daerah (PAD), meningkatnya beban belanja wajib, dan tersendatnya sejumlah transfer pusat membuat kondisi fiskal Dharmasraya semakin kaku.
Di sisi lain, kebutuhan pelayanan publik tidak dapat menunggu. Banyak unit teknis yang bergantung pada tenaga paruh waktu ini untuk menjalankan program, pelayanan administratif, hingga kegiatan sekolah dan kesehatan.
Kondisi ini menciptakan dilema baru untuk mempertahankan tenaga P3K tanpa dukungan anggaran yang memadai berpotensi menambah beban defisit, sementara merumahkan mereka dapat melumpuhkan pelayanan dasar dan menimbulkan gejolak sosial ditengah masyarakat.
Di tengah ketidakpastian tersebut, publik berharap evaluasi gubernur mampu membuka ruang kompromi , setidaknya untuk mengamankan gaji para tenaga P3K, yang selama ini mengisi celah kekurangan ASN.
Sementara itu, Pemkab Dharmasraya berkejaran dengan waktu. Tahun anggaran tinggal beberapa pekan lagi, sementara kepastian bagi ribuan tenaga yang menggantungkan hidup pada kontrak kerja mereka belum juga muncul.
Ketika pemerintah daerah diseret oleh defisit, angka-angka anggaran bukan lagi soal teknis. Ia menjelma menjadi pertarungan kepentingan, prioritas, dan nasib manusia. Dan di Dharmasraya, tahun 2026 tampaknya akan dimulai dengan pertanyaan besar, siapa yang akhirnya harus berkorban, entahlah yang pastinya memang begitu adanya.***



Discussion about this post