PD. PARIAMAN – Ada yang aneh dalam rincian laporan keuangan Kabupaten Padang Pariaman tahun anggaran 2018 yang didapat tim media ini. Perihal penerima aliran belanja dana bantuan sosial (Bansos) stimulasi pembangunan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (DAK 2018).
Belakangan, kegiatan ini diketahui berada di pos kegiatan Dinas Lingkungan Hidup, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (LHPKPP).
Seyogianya dana bantuan sosial untuk pembangunan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah ini bersifat swadaya. Sedangkan anggaran yang disediakan pada program swadaya ini bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) 2018 dengan total realisasi anggaran sebesar Rp 5.355.000.000.
Sebetulnya, besar belanja bantuan sosial yang direncanakan ialah Rp 5.490.000.000. Namun hanya terealisasi sebesar 97.54% saja. “Belanja Bantuan Sosial tahun anggaran 2018 direncanakan sebesar Rp 5.490.000.000, dan direalisasikan sebesar Rp 5.355.000.000 atau 97.54%. Dibanding tahun anggaran 2017 sebesar Rp 1.965.000.000, realisasi bantuan sosial tahun anggaran 2018 meningkat Rp 3.390.000.000 atau sebesar 172.52%,” bunyi laporan keuangan tersebut.
Kendati demikian, dari hasil telusuran tim media. Sedikitnya dari 409 nama penerima yang mendapatkan bantuan sosial tahun 2018 ini, seperti yang ditulis dalam laporan keuangan yang ditandatangani Bupati Ali Mukhni itu, sebagian besar terindikasi fiktif.
Kecurigaan 409 nama penerima bantuan yang terindikasi fiktif tersebut, bermula dari nomor KTP penerima bantuan yang tertera dalam laporan keuangan Kabupaten Padang Pariaman 2018 yang ditandatangani Bupati Ali Mukhni itu, tidak realistis. Pasalnya, sejatinya nomor KTP penerima yang seharusnya berjumlah 16 digit, pada kenyataan banyak ditemukan hanya 15 digit, bahkan anehnya banyak juga ditemukan 17 digit. Tentu saja hal tersebut mengindikasikan fiktifnya laporan keuangan itu.
Tak sampai di situ, masih menelusuri keabsahan 409 nomor KTP penerima bantuan. Indikasi fiktif lainnya yang ditemukan ialah banyaknya digit angka (0000) yang ditemukan dari 4 angka terakhir di nomor KTP penerima.
“Soal nomor NIK KTP itu berjumlah 16 digit angka. Itu kode penyusunannya terdiri dari 2 digit awal merupakan kode provinsi, 2 digit setelahnya merupakan kode kota/kabupaten, 2 digit sesudahnya kode kecamatan, 6 digit selanjutnya merupakan tanggal lahir dalam format hhbbtt (untuk wanita tanggal ditambah 40), lalu 4 digit terakhir merupakan nomor urut yang dimulai dari 0001. Jadi kalau ada nomor KTP yang 4 digit terakhir angkanya 0000, bisa dipastikan orang tersebut tidak ada. Apalagi nomor KTP nya berjumlah 15 atau 17 digit. Itu sudah pasti fiktif,” sebut petugas Dinas Catatan Sipil pada media (narasumber) yang disembunyikan namanya.
Benar saja. Ihwal tersebut diperkuat dengan telusuran tim media selama sepekan terakhir yang melakukan investigasi ke masing masing korong dari 409 penerima bantuan. Alhasil, sebagian besar nama yang ditulis dalam laporan keuangan 2018 itu diduga kuat fiktif.
“Kami sudah menelusuri beberapa korong penerima bantuan bansos di antaranya: Rimbo Panjang, Sungai Abang, Singguliang I, II, III, IV, V, baik itu yang wawancara langsung dengan walikorong yang bersangkutan maupun dengan menyambangi rumah penerima langsung. Pada dasarnya, kita menemukan aroma fiktif sangat kuat dalam kasus ini,” ungkap tim media ini Daralwi dan Khairul Azwar.
Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada walikorong tempat penerima bantuan berdomisili, sebut mereka, si walikorong tidak mengetahui adanya bantuan tersebut. “Bahkan selain itu, mereka tidak kenal dengan nama-nama orang yang menerima bantuan itu seperti yang tertulis dalam laporan keuangan tersebut. Dan ada lagi temuan kami menunjukkan, ada beberapa nama saja di antaranya yang dapat bantuan, tapi nama si penerima itu sudah meninggal sejak 2015, ada juga yang dapat tapi orangnya mampu,” terangnya membeberkan hasil temuan investigasi mereka.
Sekedar diketahui, bantuan sosial bersifat swadaya ini melibatkan beberapa OPD, selain Dinas Lingkungan Hidup Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (LHPKPP) yang digawangi Yuniswan, Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) yang tadinya dikepalai oleh Hanibal juga ikut terlibat dalam hal pencairan keuangan secara langsung ke masing-masing penerima bantuan.
Lantas, ke mana sajakah aliran dana bantuan sosial Rp 5,3 miliar ini mengalirnya? Tunggu edisi selanjutnya.
Discussion about this post