Miris juga awak menyimak berita daring di sebuah media online, yang memuat ulasan pembelaan Ketua PWI Pusat Atal S Depari atas sejumlah tudingan yang ia tuai, usai melantik Dosen ASN sebagai kepala wartawan di PWI Sumatera Barat.
Ihwal itulah Atal S Depari dinilai telah mengangkangi marwah organisasi, melakukan upaya inkonstitusional dengan mengabaikan sejumlah fakta hukum yang sejatinya merupakan konstitusi PWI. Di antaranya PD-PRT, KEJ dan KPW. Lantas mengakhiri realitas dengan “jurus mabuk” yang seolah jadi pembenaran dari sebuah kesalahan fatal.
Harusnya kredibilitas pemberitaan itu melihat sebuah kasus menggunakan perspektif teropong helikopter: luas dan kompleks. Apalagi hal ini menyangkut keberlangsungan kehidupan berorganisasi yang tengah diobok-obok. Jangan karena faktor dulu pernah berteman baik, sama-sama jadi wartawan di bidang ini, itu dan hantu blau segala macamnya, perbuatan yang salah dibenarkan, yang benar pun disalahkan. Jangan sesekali!
Dituliskan di sana, Dewan Kehormatan hanya sebatas rekomendasi. Tentulah salah besar! Tugas Dewan Kehormatan terdapat di Pasal 27 ayat (2) huruf a, b, c, d, Peraturan Dasar PWI :
a. Mensosialisasikan Kode Etik Jurnalistik dan Kode Perilaku Wartawan
b. Menegakkan penataan Kode Etik
Jurnalistik dan kode Perilaku Wartawan
c. Memutuskan ada atau tidak ada
pelanggaran Kode Etik Jurnalistik dan Kode Perilaku Wartawan
d. Menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran Kode Etik Jurnalistik dan Kode Perilaku Wartawan.
Sebenarnya Dewan Kehormatan sudah melayangkan surat kepada Ketua Umum PWI Atal S Depari, No: 49/DK-PWI/I/2023 tanggal 9 Januari 2023, perihal penolakan keputusan rapat pleno tanggal 6 Januari 2023.
Hal itu lantaran PH PWI keukeh melantik Basril Basyar sebagai Ketua PWI Sumbar periode 2022-2027, pada rapat pleno yang digelar 6 Januari 2023. Kendati dalam rapat itu 3 anggota DK tidak setuju dengan keputusan sepihak Ketum yang mengetukkan palu sendiri.
Ini semua menyangkut soal Basril Basyar. BB sedari awal pencalonan di konferensi sudah disorot, karena Pasal 16 ayat (2) Kode Perilaku Wartawan dengan tegas melarang PNS menjadi wartawan. Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan status sebagai pegawai tetap tidak dapat menjadi wartawan kecuali di lembaga yang terkait dengan kegiatan jurnalistik seperti LKBN Antara, LPP TVRI dan LPP RRI.
Mengakali itu, BB memakai secarik balasan “surat cinta” dari Dekan Fakultas Peternakan Unand agar terakuisisi seluruh persyaratan dirinya untuk dapat dipilih sebagai calon Ketua PWI Sumbar, dan melampirkan surat pengunduran dirinya sebagai Dosen Peternakan Unand yang ditujukan kepada Dekan tersebut di atas. Misi sukses, pemilihan berlanjut, persyaratan diterima Atal.
Inilah di kemudian hari jadi persoalan karena kekuatan “surat cinta” yang dijadikan dasar pengunduran diri BB sebagai ASN sesuai prediksi, tidak dapat diterima dalam rapat pleno PH PWI bersama Dewan Kehormatan dan Dewan Penasehat PWI Pusat tanggal 4 Agustus 2022, sehingga melahirkan SK PWI Pusat, Nomor: 360-PLP/PP-PWI/2022 tentang Pelaksana Tugas Ketua PWI Sumbar Masa Bakti 2022-2027.
Dalam konsiderans surat keputusan itu menerangkan kepengurusan PWI Sumbar masa bakti 2022-2027 belum dapat dilantik sampai dengan keluarnya surat keputusan dari Badan Kepegawaian Negara (BKN). Dengan memberikan tenggat waktu selama 6 bulan.
Sayangnya di salah satu pemberitaan media daring yang berjudul “Dewan Kehormatan PWI Pusat Tak Berhak Memecat, Kecuali Merekomendasikan” itu, ada yang mengutip stetmen Sekdaprov Sumbar Hansastri dengan menyadur salah satu Pasal di UU ASN, menjelaskan bagi ASN yang ingin masuk dunia politik cukup yang bersangkutan membuat surat pengunduran diri. Di tulisan itu juga dibahas bahwa waktu 6 bulan yang diberikan tak cukup memproses surat pemberhentian BB sebagai ASN di BKN.
Nasab institusi pemerintah dengan organisasi profesi tentu tidaklah sama. Organisasi profesi wartawan seperti PWI tidak mengenal dengan namanya UU ASN. Sebab konstitusi PWI itu adalah PD-PRT, KEJ dan KPW. Kalaupun boleh jujur, ketentuan dalam Peraturan BKN Nomor 3 Tahun 2020 tentang Juknis Pemberhentian PNS Pasal 6 menyatakan keputusan pemberian persetujuan penundaan atau penolakan pemberhentian atas permintaan sendiri ditetapkan 14 hari sejak permohonan lengkap diterima PPK. Dan BB lalai memanfaatkan kesempatan yang sudah diberikan. Ini semua sudah dijelaskan dalam Surat Dewan Kehormatan No: 49/DK-PWI/I/2023 tanggal 9 Januari 2023.
Lagi pula, oke! Walaupun ini agak lucu, waktu yang diberikan 6 bulan dijadikan alibi tidak mencukupi proses pengajuan pemberhentian ASN. Bukannya di diktum Ketiga Surat Keputusan PWI Pusat Nomor: 360-PLP/PP-PWI/2022 itu diterangkan bahwa : “Dan bilamana kelak di kemudian hari terdapat kekeliruan, akan disempurnakan sebagaimana mestinya”.
Terang diksi dari kalimat itu mengandung makna mengedepankan masyawarah mufakat apabila terjadi kekosongan hukum. Bukankah keputusan tertinggi dalam suatu organisasi adalah musyawarah dan mufakat.
Bak kata orang Minang bilang, bulek aia dek pambuluah, bulek kato dek mufakaik. Bukan malah ujug-ujug Atal mengeluarkan “jurus mabuk”, memutuskan sepihak rapat pleno pelantikan pengurus PWI Sumbar meski ditentang keras Dewan Kehormatan.
Benar kata DK, Atal inkonsisten, tidak tegak lurus dalam kasus ini gegara “surat cinta” yang menganggap BB sudah pensiun dini dari PNS, hanya berdasarkan persetujuan dari Rektor ditandatangani oleh Warek III Unand.
Atal inkonsisten karena menurut Ilham Bintang, belum lama ini Ketua Umum PWI Pusat baru saja bertindak tegas memberhentikan anggota PWI Jawa Tengah yang berstatus polisi aktif, Umbaran Wibowo, dan mencabut Sertifikat Kompetensi Wartawan (SKW) yang bersangkutan.
“PNS, polisi dan TNI dalam aturan organisasi PWI memang tidak bisa menjadi anggota. Lalu, kenapa Basril Basyar mendapat perlakuan istimewa? Adakah Atal ketakutan lantaran disomasi oleh Basril Basyar yang menuntut segera dilantik? Kalau ini benar, Atal telah gagal menjaga independensi dan kehormatan PWI, juga putusannya sendiri. Somasi tidak ditanggapi malah putuskan melantik Basril Basyar. Atau somasi itu bagian dari sandiwara, rekayasa belaka? Motif itu masih menjadi bahan perbincangan di internal PWI maupun masyarakat luas hingga hari ini,” tulis Ilham Bintang.
Awak mendukung upaya DK dalam memulihkan citra dan nama besar PWI yang sudah tercoreng akibat rentetan kasus demi kasus pelanggaran konstitusi PWI. Awak pun setuju dengan ketegasan DK, dengan status BB sebagai PNS, jelas dianggap sebagai pihak luar yang sudah menghina institusi PWI. Mohon selamatkan PWI.
Discussion about this post