Setelah Pemko Bukittinggi mengucurkan bantuan dana melalui APBD untuk mendukung keberlanjutan dan pengembangan Pedati, secara organisatoris kemudian dibentuk Panitia Tetap (Pantap), yang notabene personalnya merupakan pejabat/staf di Kantor (sebelum jadi Dinas) Pariwisata (Seni Budaya) sebagai “leading sektor” kegiatan.
Melalui dan oleh Pantap inilah dirancang program penyelenggaraan Pedati baik untuk tiap tahun maupun secara berkelanjutan, sehingga dari tahun ke tahun kegiatannya selalu bisa ditingkatkan.
Program dan sasaran itu sangat logis, karena lepas dari tujuan dari penyelenggaraan Pedati sebagai kedua pemersatu dan pengembangan potensi serta ekonomi Kota dan masyarakat Bukittinggi, bisa dijadikan sebagai ivent yang bahkan bisa bertaraf internasional.
Ini telah terbukti dengan apresiasi dan legitimasi dari pemerintah pusat melalui Departemen (Kementerian) Pariwisata dan Seni Budaya (Parsenibud), atas inovasi Pemko Bukittinggi melalui Award Pariwisata Indonesia (API), dan kemudian oleh Menteri waktu itu I Gede Ardika, Pedati diberi julukan Pesta Budaya Rakyat Pemersatu Bangsa, ketika membuka secara resmi Pedati ke-4 tersebut.
Menurut Emil Anwar, salah seorang personal Pantap dan sekaligus sebagai PPK Pedati yang sudah dianggarkan melalui APBD Kota Bukittinggi itu, dari organisasi dan progres yang dilakukan oleh Pantap, pada penyelenggaraan Pedati ke-6 ditingkatkan klasifikasinya menjadi Pedati Nusantara.
Peningkatan klasifikasi itu, ulas Emil, yang juga penggiat seni di Bukittinggi, peserta Pedati semakin melebar ke beberapa provinsi di luar Sumbar, bahkan sampai beberapa peserta dari negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura.
Dengan dukungan secara riil dari Departemen (Kementerian) tersebut, Emil sangat yakin Pedati Bukittinggi mampu menerobos (go) internasional . Namun sayang sebelum sampai ke tujuan, roda Pedati itu selama sepuluh tahun.
Discussion about this post