Bukittinggi — Meski hanya berlangsung dalam hitungan bulan, namun sejarah telah membuktikan Sumatera Barat telah berperan mempertahankan kedaulatan negara di saat terjadi Agresi Belanda ke-2 melalui Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Gubernur Sumbar diwakili Kepala Kesbangpol, Jefrinal Arifin menegaskan kembali hal itu ketika membuka Seminar Nasional dalan rangka Hari Bela Negara (HBN) di Istana Bung Hatta, Minggu (18/12) siang.
Peristiwa tersebut menurut Gubernur, merupakan bukti nyata peran serta daerah dan sejumlah tokoh Sumatera Barat melanjutkan kedaulatan negara di saat presiden dan wakil presiden beserta sejumlah pejabat negara ditangkap Belanda, ketika Belanda melakukan Agresi ke-2, menyebabkan roda pemerintahan terhenti.
Dengan kondisi seperti presiden melakukan antisipasi dengan membuat dua telegram, satu kepada Mr.Syafrudin Prawiranegara selaku Menteri Kemakmuran yang sedang berada di Bukittinggi, untuk melanjutkan jalannya pemerintahan Republik Indonesia.
Mr. Syafruddin yang sedang berada di Bukittinggi, bersama sejumlah pemimpin di daerah ini,segera mengadakan pertemuan dengan sejumlah pemimpin dan tokoh yang ada di Bukittinggi, membahas telegram dari presiden Sukarno tersebut.
Kesimpulannya menyepakati dengan mendeklarasikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang langsung dipimpin Mr.Syafruddin Prawiranegara pada tanggal 19 Desember 1948, yang dibaca dan disebarluaskan melalui perangkat radio (RRI) Bukittinggi. Siaran menyebar dan ditangkap sampai beberapa negara, termasuk Calcuta, India.
Dari siaran radio itulah, dunia tahu sekaligus membantah provokasi Belanda yang menyatakan bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada lagi.
Setelah pendeklarasian itu, tambah Jefri, mengingat situasi saat itu, Mr.Syafruddin bersama pemimpin lain terpaksa melakukan perjalanan dari satu daerah ke daerah lain, menghindari tentara Belanda.
Disebutkan, pimpinan PDRI melakukan perjalanan ke berbagai di Sumbar, seperti di Bidar Alam, Solsel selama 95 hari, Sumpur Kudus dan Silantai 92 hari, kedua di kabupaten Sijunjung, dan di Bukittinggi hanya sekitar 22 hari, serta sejumlah daerah lain, terutama Kototinggi dan Halaban, 50 Kota.
Meski sudah diakui oleh negara dengan menetapkan peristiwa PDRI itu melalui penetapan Hari Bela Negara pada tanggal 19 Desember, gubernur berharap seminar ini mampu melahirkan sesuatu nilai baru, tentang keberadaan PDRI dan peranan Sumbar mempertahankan kedaulatan negara.
Ketua PWI Sumbar, Suprapto Sistro Atmojo memberikan apresiasi kepada PWI Kota Bukittinggi bersama wartawan yang telah melakukan kegiatan positif bagi daerah dan masyarakat selain menjalankan fungsi sebagai pemberi informasi dan kritik.
“Ini sebuah kegiatan sebagai wujud kepedulian wartawan Bukittinggi terhadap lingkungan termasuk sejarah perjuangan bangsa yang juga patut ditiru oleh PWI Kota dan kabupaten lain di Sumbar,” tegas Suprapto.
Seminar menampilkan Gubernur Sumbar sebagai keynote speaker dan dua nara sumber lain dari sejarawan, yakni DR. Anhar Gonggong dan Prof. DR. Gusti Asnan, dengan hampir 200 orang peserta dari guru sejarah dan pelajar SMA se-Sumbar. (Pon)
Discussion about this post