Bukittinggi — Melalui berbagai upaya yang dilakukan, angka inflasi Kota Bukittinggi tidak lagi menjadi yang tertinggi di Indonesia.
Upaya pengendalian terus tersebut dilakukan Pemko Bukittinggi melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah, sehingga inflasi Kota Jam Gadang turun ke angka 7,49 persen.
Wakil Walikota Bukittinggi, Marfendi, didampingi Kabag Perekenomian dan SDA Setdako, Ahda Hidayat, menyampaikan, Bukittinggi sempat menjadi Kota dengan inflasi tertinggi di Indonesia dengan angka 8,4 persen. Melalui berbagai upaya terus dilakukan hingga angka inflasi Bukittinggi akhir Oktober lalu, turun ke angka 7,49 persen.
“Alhamdulillah, sejak akhir Oktober hingga awal November ini, terjadi deflasi di Bukittinggi. Dimana data akhir Oktober 2022, menempatkan angka inflasi Bukittinggi pada 7,49 persen. Angka ini cukup jauh turun dari awal inflasi September lalu,” ungkap Wawako, Senin (7/11) di Balaikota Bukittinggi.
Marfendi menambahkan, masalah tarif BBM dan juga cuaca cukup mempengaruhi inflasi di Bukittinggi. Karena dengan cuaca yang sering hujan, membuat produksi beras di Agam yang menjadi pemasok tertinggi di Bukittinggi menurun.
“Hal ini yang membuat harga beras melambung dan menjadi penyumbang terbesar inflasi Bukittinggi. Namun, beberapa waktu terakhir, produksi beras mulai lancar. Sehingga harga beras mulai stabil.
Selain itu, juga ada intervensi dengan memberikan bantuan transportasi. Akhirnya Bukittinggi mulai terjadi deflasi dan tidak lagi menjadi daerah dengan inflasi tertinggi di Indonesia,” jelasnya.
Mendagri, Tito Karnavian, dalam pasa rakor TPID se Indonesia, melalui zoom meeting, Senin (07/11), menyampaikan, peran pemerintah bekerjasama dengan Forkopimda, akan menjadi poin penting untuk menekan angka inflasi. “Banyak upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah untuk menekan angka inflasi. Salah satunya dengan memanfaatkan BTT dan Bansos,” ungkap mantan Kapolri itu.
Sementara itu, Gubernur Sumbar, Mahyeldi, menjelaskan, Kota Padang dan Bukittinggi merupakan dua daerah yang mengalami inflasi tertinggi di Indonesia. Namun, sejak Oktober, Sumatra Barat, khususnya Padang dan Bukittinggi merupakan salah satu daerah dengan deflasi tertinggi di Indonesia dengan 0,6 persen.
“Faktor pendorong naiknya inflasi, karena tingginya harga beras, ikan tongkol, angkutan udara, bensin, dan beberapa komoditi lain. Hal ini dipicu naiknya harga BBM dan juga kelangkaan solar. Upaya yang dilakukan, menjaga stok cadangan pangan pemerintah daerah dan melaksanakan program operasi pasar serta mencanangkan gerakan menanam bawang merah, serta beberapa program lainnya. Alhasil, terjadi deflasi sebesar 0,6 persen untuk Sumatra Barat,” jelas Mahyeldi. (Pon)
Discussion about this post