PARIAMAN — Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gempur menyambangi kantor Ombudsman Perwakilan Sumbar, Rabu (26/10). Kedatangan Ketua LSM Gempur Ali Nurdin ke kantor Ombudsman di Kota Padang itu melaporkan indikasi pemufakatan jahat atas pengkondisian pemenang paket lelang Peningkatan Jalan Pinggir Sungai Batang Manggor Kota Pariaman.
Ketua LSM Gempur yang diberi kuasa oleh CV Bintang Lintas Indonesia (BLI) melaporkan beberapa oknum pejabat terkait yang diyakini bermain dalam mengkondisikan pemenang lelang di paket tersebut, di antaranya PPK Kegiatan Nopriadi Syukri sebagai Kabid Bina Marga, Panitia Lelang Andi Putra/Adlis sebagai ketua Pokja Pemilihan 3/Kepala ULP (UKPBJ) Kota Pariaman, serta penyedia jasa yang dikondisikan sebagai pemenang lelang CV Taman Karya Manggala (TKM).
Sebelumnya LSM Gempur sudah memasukkan laporan pengaduan itu ke Ombudsman Perwakilan Sumbar melalui form pengaduan secara online pada Jumat (30/9). Namun, Ali Nurdin kembali memasukkan laporan pemufakatan jahat atas pengkondisian pemenang lelang LPSE Kota Pariaman ke Ombudsman, Rabu (26/10) agar segera dievaluasi.
“Alhamdulillah laporan kita ditanggapi langsung Ombudsman untuk dievaluasi dan diteruskan. Sekarang kita dimintai memenuhi beberapa data pendukung agar laporan dibuktikan. Nantinya hasil LHP Ombudsman ini tentunya bisa dijadikan alat bukti kuat untuk dilaporkan tindak pidananya ke Tipikor dan kejaksaan,” terang Ali usai melaporkan.
Ali menilai, pengaturan pemenang lelang di LPSE Kota Pariaman pada paket pekerjaan ini sangatlah masif. Pasalnya, sedari awal panitia lelang terindikasi menyelipkan persyaratan yang seyogyanya tidak dimiliki oleh perusahaan kualifikasi kecil (CV).
“Biasanya jika paket itu kualifikasi usahanya besar, sifatnya beresiko tinggi, maka itu yang diminta syarat mutlaknya harus ada 3 sekaligus, yaitu sertifikat manajemen mutu, manajemen lingkungan dan K3. Tapi yang terjadi tidak demikian. Panitia Pokja cuma memasukkan persyaratan sertifikat jaminan mutu saja, sedangkan 2 syarat lagi dicoret. Jelas ini mengada-ada. Karna satu-satunya perusahaan yang melakukan penawaran yang memiliki sertifikat jaminan mutu itu hanya CV TKM. Sebab sudah dikondisikan dari awal,” sebut Ali menjabarkan.
Lebih jauh Ali mempertanyakan mutu dari pekerjaan yang didominasi oleh pekerjaan galian dan timbunan. “Jadi pertanyaannya, mutu apa yang dihasilkan kalau pekerjaannya itu cuma sebatas timbunan dan galian saja? Sementara segmentasi pasar jasa konstruksi itu sudah diatur pada Pasal 34, 35, 36 dan 37 PP 22/2020,” ulas Ali.
Jadi intinya, kata Ali, mempertanyakan apakah paket Jalan Pinggir Sungai Batang Manggor itu berkualifikasi resiko tinggi? Sedangkan yang diminta hanya sertifikat manajemen mutu. “Nah ini jelas ‘jebakan Betmen’ untuk menggugurkan peserta lain untuk memenangkan CV TKM. Sementara dalam persyaratan kualifikasi diminta SBU Kualifikasi Usaha Kecil. Banyak lagi keganjilan yang terdapat pada LDK,” kunci Ali.
Sebelumnya diberitakan
indikasi permainan Nono bersama Adlis dalam mengatur perusahaan pemenang CV Taman Karya Manggala, terkait dengan persyaratan yang diminta dalam lembaran data kualifikasi (LDK).
Pihak CV Bintang Lintas Indonesia menilai, persyaratan sertifikat manajemen mutu, sertifikat manajemen lingkungan, serta sertifikat keselamatan lingkungan hanya disyaratkan untuk kualifikasi usaha besar. Sementara item pekerjaan pada paket yang memiliki HPS Rp 2.500.000.000, sebagian besarnya, 70-80 persen adalah galian dan timbunan. Yang mana kualifikasi pekerjaan tersebut masuk dalam kategori SBU Kualifikasi Usaha Kecil.
Namun dengan kekoboyan Nono cs sangatlah kentara, memainkan standar sertifikasi manajemen mutu yang seyogyanya diperuntukkan sebagai kualifikasi usaha besar, yang sudah diatur lebih dulu untuk menjagal para peserta yang ikut dalam lelang paket ini.
“Jadi mereka diduga keras sudah melakukan penyetingan pemenang lelang sedari awal. Karena salah satu alasannya pada ketentuan Bab VIII tentang tata cara evaluasi kualifikasi di Poin (4) menjelaskan persyaratan sertifikat manajemen mutu, sertifikat manajemen lingkungan serta sertifikat keselamatan dan kesehatan kerja hanya disyaratkan untuk kualifikasi usaha besar,” terang Dwi Hardianto yang tak lain ialah Wakil Direktur CV Bintang Lintas Indonesia.
Lebih satire Dwi menohok, dirinya mempertanyakan mutu apakah yang akan dihasilkan untuk pekerjaan yang sebagian besar adalah galian dan timbunan. “Lantas mutu apa yang dihasilkan oleh galian dan timbunan yang bersumber pada galian. Sementara pekerjaan ini kualifikasi yang diminta beresiko tinggi? Ya jelaslah perbuatan ini mengada-ada. Sudah dikondisikan dari awal,” tukuknya menjelaskan. (Idm)
Discussion about this post