Pariaman — Siapa yang tak kenal dengan Nopriadi Syukri? Di Kota Pariaman, bagi kalangan kontraktor dan media, oknum yang satu ini memiliki sosok yang tak asing lagi, terkenal dengan kurenah kontroversinya semenjak bertugas di ULP Kota Pariaman sebagai Pokja.
Dulu Nono, panggilan karib dari Nopriadi Syukri, sewaktu menjabat Pokja di ULP, wajahnya sangat akrab mengisi laman laman media massa akibat kurenahnya diduga kuat berperan sebagai tengkulak alias makelar proyek di sana. Namun itu telah lama sekali, bahkan sesudah itupun, nama calon Kepala Dinas PUPR Kota Pariaman ini seolah tak pernah redup karena dugaan permainannya di bidang pengadaan barang dan jasa serta pengelolaan proyek di Dinas PUPR.
Tak heran oknum satu ini sering mengisi pemberitaan miring media, karena saat ini pun, kurenah Nono masih seperti yang dulu. Kabid Bina Marga ini kembali santer disebut sebagai makelar proyek.
Pasalnya, CV Bintang Lintas Indonesia saat ini melakukan sanggahan di Pokja Pemilihan 3 Kota Pariaman, ihwal proses evakuasi kualifikasi lelang tender Peningkatan Jalan Pinggir Sungai Batang Manggor, yang dibidangi oleh Nono sebagai Kabid Bina Marga.
Selain menyanggah, perusahaan jasa kontruksi tersebut juga melaporkan Nono selaku PPK, Adlis selaku Ketua Pokja serta perusahaan pemenang lelang atas indikasi persekongkolan dalam mengkondisikan paket ini.
Pihak CV Bintang Lintas Indonesia mengadukan Nopriadi Syukri selaku PPK, Andi Putra/Adlis sebagai Ketua Pokja dan CV Taman Karya Manggala sebagai peserta lelang yang menang dalam tender yang disinyalir keras telah diatur sebelumnya ke KPPU Wilayah 1 Medan dan Ombudsman RI Perwakilan Sumbar.
Indikasi permainan Nono bersama Adlis dalam mengatur perusahaan pemenang CV Taman Karya Manggala, terkait dengan persyaratan yang diminta dalam lembaran data kualifikasi (LDK).
Pihak CV Bintang Lintas Indonesia menilai, persyaratan sertifikat manajemen mutu, sertifikat manajemen lingkungan, serta sertifikat keselamatan lingkungan hanya disyaratkan untuk kualifikasi usaha besar. Sementara item pekerjaan pada paket yang memiliki HPS Rp 2.500.000.000, sebagian besarnya, 70-80 persen adalah galian dan timbunan. Yang mana kualifikasi pekerjaan masuk dalam kategori SBU Kualifikasi Usaha Kecil.
Namun dengan kekoboyan Nono cs sangatlah kentara, memainkan standar sertifikasi manajemen mutu yang seyogyanya diperuntukkan sebagai kualifikasi usaha besar, yang sudah diatur lebih dulu untuk menjagal para peserta yang ikut dalam lelang paket ini.
“Jadi mereka diduga keras sudah melakukan penyetingan pemenang lelang sedari awal. Karena salah satu alasannya pada ketentuan Bab VIII tentang tata cara evaluasi kualifikasi di Poin (4) menjelaskan persyaratan sertifikat manajemen mutu, sertifikat manajemen lingkungan serta sertifikat keselamatan dan kesehatan kerja hanya disyaratkan untuk kualifikasi usaha besar,” terang Dwi Hardianto yang tak lain ialah Wakil Direktur CV Bintang Lintas Indonesia.
Lebih satire Dwi menohok, dirinya mempertanyakan mutu apakah yang akan dihasilkan untuk pekerjaan yang sebagian besar adalah galian dan timbunan. “Lantas mutu apa yang dihasilkan oleh galian dan timbunan yang bersumber pada galian. Sementara pekerjaan ini kualifikasi yang diminta beresiko tinggi? Ya jelaslah perbuatan ini mengada-ada. Sudah dikondisikan dari awal,” tukuknya menjelaskan. (Idm)
Bersambung..
Discussion about this post