Bukittinggi — Pemerintah Kota (Pemko) Bukittinggi akan segera tentukan hak dan kewajiban, pasca diterimanya hasil salinan putusan Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia perkara nomor: 2108 K/Pdt/2022, tentang sengketa tanah antara Yayasan Pendidikan Universitas Fort de Kock selaku Penggugat dengan Pemko Bukittinggi selaku Tergugat.
Sekretaris Daerah (Sekda) Pemko Bukittinggi, Martias Wanto, dikutip dari DetakSumbar, Selasa kemaren menyatakan segera mengambil sikap atas putusan MA tersebut.
Pada 28 Juli 2022, Mahkamah Agung RI telah mengeluarkan putusan terkait perkara sengketa legalitas lahan atau tanah seluas 12.000 M2 yang sebelumnya terikat jual beli atau PPJB pada tahun 2005 antara Yayasan Universitas FDK dengan keluarga Syafri Sutan Pangeran Cs.
Namun pada tahun 2007, Pemko Bukittinggi ikut membeli sebagian dari tanah tersebut dari pihak keluarga Syafri Sutan Pangeran Cs. Dalam amar putusan MA menjelaskan bahwa putusan judex facti Pengadilan Negeri (PN) Bukittinggi dan Pengadilan Tinggi (PT) Padang tidak melanggar hukum dan/atau Undang-Undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: Pemko Bukittinggi harus ditolak.
Maka dalam amar putusan akhir MA menerangkan, bahwa:
1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya,
2. Menyatakan Perjanjian Perikatan Jual Beli tanggal 23 November 2005 dilegalisasi oleh Hj. Tessi Levino, S.H., Notaris di Bukittingi dengan Nomor 150/D/X1/2005 yang ditandatangani Para Tergugat dan Penggugat sebagai bukti yang mempunyai kekuatan hukum yang sah dan mengikat para pihak yang menandatanganinya dan pihak-pihak lain sesuai dengan hukum yang berlaku,
3. Menyatakan Para Tergugat dan terutama Tergugat I telah melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi) kepada Penggugat dan mengakibatkan kerugian bagi Penggugat:
4. Menyatakan Tergugat IV adalah pembeli yang tidak beritikad baik yang mengakibatkan kerugian bagi Penggugat sehingga tidak layak untuk mendapatkan perlindungan secara hukum,
5. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan;
dst.
Akhirnya Mahkamah Agung Republik Indonesia, MENGADILI:
1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: Pemerintah Kota Bukittinggi, tersebut:
2. Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sejumlah Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), itulah keputusan rapat musyawarah Majelis Hakim pada hari Kamis, tanggal 28 Juli 2022 oleh Dr. H. Hamdi, S.H., M.Hum., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. Ibrahim, S.H., M.H., LL.M., dan Dr. H. Haswandi, S.H., S.E., M.Hum., M.M., Hakim-hakim Agung sebagai Hakim Anggota.
Menurut Sekretaris Daerah Kota Bukittinggi, Martias Wanto bahwa secara resmi, pihaknya baru dapat rilis atau salinan putusan MA dari Pengadilan Negeri.
“Akan segera dipelajari apa yang menjadi hak dan kewajiban Pemko sesuai dengan keputusan MA,” ujar Sekda Bukittinggi.
Senada dengan Sekda, Kepala Bagian Hukum Pemko Bukittinggi, Lenni Harlinda, pada Rabu, 14 September 2022, bahwa ia baru menerima hasil putusan MA kemarin.
“Sudah kami terima kemarin, tanggal 13 September 2022, kami sedang lakukan kajian atas putusan tersebut,” ucap Lenni.
Sementara Wakil Ketua DPRD Bukittinggi Nur Asra menilai putusan MA belum final, masih ada upaya Ruislag.
Sedangkan Asril Anggota DPRD Bukittinggi menyarankan sekda segera beri solusi sebelum Fort De Kock melakukan eksekusi. (Pon)
Discussion about this post