Pariaman — Isu pergantian Ketua DPRD Kota Pariaman belakangan seakan tak pernah habis jadi perbincangan. Isu ini tak hanya jadi buah bibir masyarakat Kota Pariaman di sesudut palanta lapau saja. Bakal tetapi isu pergantian ketua DPRD ini sudah menjalar hingga ke tanah perantauan.
Barangkali mungkin, sepanjang belum ada kata pasti atau bukti otentik yang bisa memperlihatkan, apakah Ketua DPRD Kota Pariaman yang diduduki oleh Bundo Kanduang, sekaligus aktivis perempuan hebat Fitri Nora, benar-benar dapat hengkang dari jabatannya, selama itu pula tak bisa dibuktikan kemungkinan isu ini tetap hangat tersaji.
Namun yang menarik dampak dari isu ini ialah, tanpa disadari mendapat reaksi khusus dari sejumlah tokoh-tokoh perempuan ranah dan rantau. Mungkin karena menyangkut status serta maruah Bundo Kanduang dalam kancah perpolitikan di ranah Piaman Laweh (kabupaten/kota Pariaman), serta kesetaraan mereka yang diakui dalam konstitusi.
Apatah lagi yang menguatkan, Fitri Nora merupakan satu-satunya Bundo Kanduang yang mampu menorehkan kariernya di bidang politik sebagai ketua DPRD, sepanjang sejarah peradaban Piaman Laweh yang tersaji hingga saat kini. Terang hal itu merupakan sesuatu yang tak dapat terbantahkan. Wallahu a’lam bishawab..
Kembali ke dukungan dan perhatian yang diterima Fitri Nora dari sejumlah tokoh perempuan yang ada di ranah dan rantau.
Usai mendapat kecaman dan kritikan menohok yang dilontarkan oleh tokoh eksponen Kota Pariaman, Dewi Fitri Deswati beberapa waktu lalu di media. Isu pergantian Ketua DPRD Kota Pariaman kali ini juga mendapat perhatian khusus dari tokoh perempuan di perantauan.
Adalah Putri Wahyu Novika, seorang tokoh akademisi muda yang terbilang punya jam terbang cukup tinggi bidang akademik. Ia menilai tidak tepat rasanya isu pergantian ketua DPRD tersebut berhembus lama, apa lagi jika benar-benar terjadi.
Alasannya, kata Putri yang sekarang berdomisili di Cilegon Provinsi Banten dan aktif di PKDP Cilegon ini, selain merugikan partai memasuki tahun politik 2024, isu tersebut juga membuat gaduh jalannya roda pemerintahan yang terintegrasi.
Pasalnya menurut perempuan asal Nagari Kapalo Koto, Nan Sabaris, Padang Pariaman ini, sudah seharusnya partai politik melakukan rekonsiliasi serta konsolidasi jelang memasuki tahun politik 2024 untuk seluruh kader di daerah.
“Bukan gaduh seperti ini yang diharapkan masyarakat sebagai konstituen, karena isu ini tak hanya menyangkut masa depan peraihan suara partai di Kota Pariaman saja, bisa-bisa berdampak lebih luas lagi. Terlebih ini juga merembet ke jalannya roda pemerintahan. Sebab jika gaduh terus, jalan antara eksekutif dan legislatif bisa tidak tersinkronisasi. Karena yang pegang palu waktu paripurna itu ketua DPRD. Belum lagi tekanan seluruh daerah kan harus bangkit dari keterpurukan ekonomi imbas dari wabah Covid-19,” alas dosen tetap Fakultas Ekonomi PGRI Banten itu menjabarkan.
Di luar itu katanya, stigma buruk juga menghantui nama besar partai di mata masyarakat, “Saya tidak mau berspekulasi, namun stigma negatif akan muncul di masyarakat pemilih Kota Pariaman, umumnya Sumatera Barat. Sebab isu pergantian ketua DPRD ini tak hanya muncul di Pariaman saja, tapi di beberapa daerah di Sumatera Barat yang notabenenya mereka adalah partai pemenang pemilu,” terang Putri.
Sebab itulah timbul pertanyaan besar yang seolah banang merah dari peristiwa-peristiwa yang ada tersebut, lanjut mantan dosen tetap STIE Galileo Batam ini menganalogikan, isu pergantian ini mengindikasikan sarat politik transaksional.
“Alasan isu dari pergantian ini tak logis. Sebab masyarakat tidak mengetahui apa penyebab kuat seorang Fitri Nora tercampak dari jabatannya. Apakah karena melanggar AD/ART partai, berkasuskah dia entah itu korupsi atau kasus lain yang berdampak mencemarkan nama baik partai, kan sampai sekarang tidak jelas,” tandas Putri.
Lebih jauh paradoks sebut Putri, masyarakat hanya mengetahui sisi positif dari Fitri Nora semenjak ia merintis karir sebagai aktivis perempuan di Pariaman. “Masyarakat taunya Fitri Nora adalah aktivis pejuang hak-hak perempuan sejak dulu, punya dedikasi yang tinggi dan loyalitas terhadap kemajuan daerah. Selalu membuka kran aspirasi demi kepentingan masyarakat,” jelasnya lagi.
“Semua itu dibuktikan dengan pencapaiannya yang mendapat suara terbanyak. Karena kepercayaan masyarakat sehingga dia pantas jadi ketua DPRD sesuai amanat konstitusi. Teranyar didaulat sebagai ketua partai. Kalau mau dicopot juga dari jabatan sebagai ketua DPRD, kenapa Fitri Nora dipilih jadi ketua partai kemaren?,” papar Putri akademisi cantik ini mengakhiri. (Idm)
Discussion about this post