Padang — Perkembangan narkoba di Indonesia tiap tahun kian meningkat. Dibuktikan dari masih banyaknya pengedar dan pengguna yang tertangkap oleh pihak kepolisian yang kini berada di balik jeruji dan menjalani rehabilitasi. Diperlukan langkah-langkah pencegahan terutama bagi generasi milenial yang menjadi sasaran utamanya.
Termasuk di Sumatera Barat (Sumbar), kondisinya kian memprihatinkan. Karena itu berbagai upaya pencegahan terus dilakukan, diantaranya melalui sosialisasi seperti Talk show yang digelar oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) di Transmart Padang Jumat (24/6/22).
Dalam talk show yang membahas berbagai aspek yang mempengaruhi masyarakat untuk mencoba menggunakan dan mengedarkan, serta langkah-langkah preventif itu menghadirkan narasumber Wakil Gubernur Audy Joinaldy, Kepala Dinas Kesehatan Sumbar dr. Lila Yanwar, Ditrensnarkoba Polda Sumbar AKBP. Budi Siswono, Kasi Narkotika & Zat Adiktif Kejati Sumbar Adhi Setyo Prabowo, dan Sekretaris Ikatan Psikologi Klinis Sumbar Neny Andriani.
Dalam pemaparannya Wagub Audy menyebut bahwa salah satu alasan masih tingginya angka penyalahgunaan narkoba adalah karena kurangnya edukasi dan pemahaman terhadap bahaya penyalahgunaan dan pengedaran narkoba. Oleh sebab itu tindakan preventif pun diperlukan sebagai langkah pemutusan rantai pengedaran yang berimbas menghilangkan suplai dan demand.
“Tindakan preventif pun perlu dilakukan dalam masyarakat. Ketika orang sudah mengerti risiko dan berbahayanya narkoba maka para pengedar pun akan kesulitan dalam mengedarkannya. Di satu sisi ini bisa menjadi pemutus rantai agar generasi muda tidak terpengaruh dan self controling yang dibekali dengan wawasan tentang bahayanya penyalahgunaan narkotika” ujar Wagub.
Namun dalam satu sisi lainnya, mereka yang sudah menjadi korban tidak semestinya disatukan dengan pengedar dalam satu sel yang sama, dikarenakan berbedanya penanganan dan kebutuhan para korban pemakai narkoba membutuhkan rehabilitasi sehingga mereka bisa berhenti mengkonsumsi narkoba. Sedangkan para pengedar membutuhkan efek jera yang mengakibatkan mereka berhenti untuk mengedarkan ataupun menggunakan.
Setuju dengan Wagub, AKBP. Budi Siswono menjelaskan bahwa korban harus dibina jangan disatukan dalam satu lapas dengan pengedar karena kebutuhan penanganan yang berbeda. Korban membutuhkan rehabilitasi dan bandar membutuhkan efek jera agar berhenti.
“Sama seperti penyakit, ketika korban disatukan dengan pengedar maka tidak menutup kemungkinan ketika mereka keluar dari rehabilitasi mereka akan menjadi pengedar karena mendapat pergaulan dari pengedar,” kata Budi Siwono.
Selain pemisahan dan penanganan khusus dalam lapas, juga perlu perhatian khusus untuk mereka yang menjadi korban atau pengguna yang telah keluar dari rehabilitasi agar bisa diterima masyarakat dan tidak terjadi kesenjangan sosial yang berlabelkan mantan narapidana.
“Yang disayangkan disini ketika mereka sudah keluar dari pusat rehabilitasi maupun lapas terjadi kesenjangan sosial dalam masyarakat yang menyebabkan mereka merasa insecure dalam menjalankan kehidupan bermasyarakatnya. Maka dari itu kita harus beri mereka kesempatan untuk menjalankan kehidupan bermasyarakat bersama,” ucap dr. Lila Yanwar.
Turut hadir dalam talkshow yang digelar dalam rangka Hari Anti Narkotika Internasional Tahun 2022 ini sejumlah perwakilan kepala daerah se-Sumbar, LSM dan pemerhati. Acara talkshow ditutup dengan foto bersama dan pemberian plakat. (MC)
Discussion about this post