PADANG PARIAMAN – Parah! Begitulah analogi yang pantas menilai proyek pembangunan infrastruktur nagari Sikucua Timur yang berasal dari dana ADD. Padahal nagari Sikucua Timur ini adalah nagari baru berdiri hasil pemekaran dari nagari Sikucua. Pembangunan yang dilaksanakan oleh TPK nagari yang dilaksanakan sejak bulan Juli s/d Desember 2018 itu terindikasi kuat menyimpang.
Proyek yang sejatinya berjudul Pembangunan Pengerasan Jalan Rabat Beton dengan nilai Rp 140 juta itu, dapat dikategorikan tidak layak mutu. Kira-kira saja, rabat beton yang seharusnya dibuat dengan standar mutu terendah K175 tersebut, dengan mudah amblas diremas.
Benar saja, berdasarkan hasil temuan tim media di lapangan menemukan sejumlah penyimpangan. Dari jumlah volume dengan panjang jalan 400 meter dan lebar 2.30 meter itu, ditemukan kekurangan ketebalan sebesar 6 cm. Padahal jika merujuk RAB ketebalan jalan betonisasi, dengan mutu terendah K175 ialah 12 cm. Dengan demikian, TPK nagari Sikucua Timur diduga menilep volume ketebalan 6 cm.
Tak cuma itu saja, harga satuan pembangunan ini pun diduga digelembungkan. Akibatnya, baru selesai beberapa bulan pengerjaan saja, jalan rabat beton ini sudah mengalami banyak kerusakan.
“Iya, baru beberapa bulan saja dibangun, jalan ini sudah banyak yang rusak,” kata warga setempat yang tak ingin disebut namanya, mengatakan kepada media.
Menurut Ali Nurdin, Ketua LSM Gempur, berdasarkan rincian analisa besaran volume anggaran pembangunan jalan rabat beton yang biasanya dipakai oleh Dinas Pekerjaan Umum, nilai satuan per 1 meter kubik pembangunan jalan rabat dengan mutu terendah K175 menghabiskan biaya sekitar Rp 642.000 m³ (meter kubik).
“Pembangunan jalan ini banyak dugaan tilepnya. Itu biasanya standar PU, per 1 m³ biayanya sekitar Rp 642.000 standar K175. Analisanya: jika speknya panjang kali lebar kali tebal sesuai RAB maka, 400 x 2.3 x 0.12 (12 cm) = 110.4 m³. Nah, 110.4 m³ dikali harga satuan per meter kubik Rp 642.000 hasilnya adalah Rp 70.876.800. Dari sini saja sudah ada indikasi penggelembungan harga jika merujuk standar PU. Sebab harga proyek pembangunan rabat ini anggarannya Rp 140.000.000. Ada selisih harga Rp 140.000.000 dikurang Rp 70.876.800 dapat selisih Rp 69.123.200, ” ungkap Ali Nurdin.
Belum lagi, indikasi kerugian negara lainnya yang disebabkan penyelewenangan ketebalan, sehingga katanya, proyek pembangunan ini tidak mencapai mutu. “Ditambah lagi proyek ini tidak mencapai mutunya, dari ketebalan saja dari 12 cm riilnya di lapangan ketemu hanya 6 cm, itu separuh dari RAB,” ungkapnya lagi.
Terhadap pekerjaan ini, Ali Nurdin bersama LSM Gempur sudah membuat laporan terkait temuan proyek yang terindikasi kuat merugikan keuangan negara. “Kita sudah buat laporannya dan sudah kita laporkan ke Polresta Pariaman, Kejari Pariaman dan Inspektorat. Jadi 3 laporan sekaligus sudah kita antarkan. Tinggal kita tunggu langkah dari aparat hukum selanjutnya. Dan ini akan kita kawal ketat,” paparnya menutup.
Sementara itu Walinagari Jendri yang dihubungi media ini, mengaku tidak tahu menahu tentang indikasi penyelewengan yang terjadi, kendati pertanggung jawaban ihwal indikasi kerugian dari pekerjaan proyek ini telah disetujui olehnya. “Saya benar-benar tidak tau tentang temuan ini. Saya berani sumpah, seribu rupiah pun saya tidak pernah menerima uang proyek ini,” dalihnya Jumat (17/5/19).
Discussion about this post