Payakumbuh — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Payakumbuh bersama Wali Kota Payakumbuh Riza Falepi mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Tentang Ketentraman dan Ketertiban Umum Kota Payakumbuh menjadi Peraturan Daerah (Perda) dalam Rapat Paripurna di Kantor DPRD Kota Payakumbuh, Senin (7/03).
Rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Wulan Denura didampingi Wakil Ketua DPRD Armen Faindal, dan dihadiri oleh Wali Kota Riza Falepi, Anggota DPRD, Sekretaris Dewan Yon Refli, serta Kepala Organisasi Perangkat Daerah dan jajaran di Lingkungan Pemko Payakumbuh.
Wakil Ketua DPRD Wulan Denura mengatakan Ranperda Ketentraman dan Ketertiban umum ini telah dibahas bersama dalam Rapat Kerja Tim Ranperda dengan Pansus DPRD pada tahun 2019, dan telah melalui proses harmonisasi dan Fasilitasi oleh Gubernur sebanyak 2 kali, yaitu pada tahun 2020 dan tahun 2021.
“Proses yang panjang tersebut dikarenakan adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri yang menjadi pedoman dalam pembentukan Ranperda ini yaitu Permendagri Nomor 26 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat serta Perlindungan Masyarakat yang ditetapkan dalam rentang waktu pembahasan dan fasilitasi dilaksanakan,” kata Wulan.
Laporan Hasil Pembicaraan Tingkat 1 Tentang Ranperda Trantibum ini disampaikan oleh juru bicara DPRD Fahlevi Mazni Dt. Bandaro Nan Balidah. Dimana semua fraksi di DPRD menyetujui dan dapat menerima Ranperda disahkan menjadi Perda Trantibum.
“Kami harapkan peran OPD terkait dan Tim 7 dalam mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat Kota Payakumbuh demi terciptanya situasi yang kondusif di kota kita tercinta,” kata Fahlevi Mazni.
Sementara itu, Wali Kota Riza Falepi mengatakan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah menentukan bahwa salah satu urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota adalah penyelenggaraan ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat.
“Selain itu, ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat merupakan bentuk dari perwujudan tata nilai budaya yang sudah tumbuh dan berkembang sebagai warisan leluhur masyarakat Kota Payakumbuh. Dan untuk mewujudkan masyarakat Kota Payakumbuh yang berakhlak mulia dan berbudaya berdasarkan “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabuilah“, perlu dilakukan tata kehidupan yang tertib, tentram, nyaman, bersih dan indah sesuai dengan norma-norma hukum agama, adat dan hukum positif negara,” kata Riza.
Terpisah, Ketua Bapemperda Kota Payakumbuh Ahmad Ridha saat dihubungi media menjelaskan Rancangan Peraturan Daerah ini yang merupakan unifikasi dari 2 Peraturan Daerah sebelumnya yaitu Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2007 tentang Ketentraman Ketertiban Umum dan Peraturan Daerah Nomor Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pencegahan, Penindakan dan Pemberantasan Penyakit Masyarakat/Maksiat beserta perubahannya.
Dijelaskannya, penyatuan ini dilakukan berdasarkan pertimbangan efektifitas serta sebagai upaya untuk mengakomodasi semua
materi aturan yang ada dalam kedua Peraturan Daerah sebelumnya agar lebih sesuai dengan prinsip-prinsip dasar penyusunan Peraturan Daerah.
“Kami di DPRD juga menambah beberapa ketentuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang baru, yang sekaligus diharapkan akan memudahkan aparat dalam penegakan Peraturan Daerah ini nantinya,” kata pria yang akrab disapa Rio itu.
Ditambahkan Rio, esensi dari pembaharuan dari perda ini adalah bagaimana mengoptimalkan regulasi yang sudah ada selama ini, ada hal yang sebelumnya terkait dengan aktifitas masyarakat belum diatur oleh Perda, sekarang sudah dijelaskan dalam aturan baru.
“Saat pembahasan, kami Tim Bapemperda juga telah sampaikan kepada Tim Perda Kota, agar kita bisa menyesuaikan hal-hal yang berbeda atau harmonisasi aturan dengan pemerintah provinsi. Mengingat aktivitas ekonomi kota kita di malam hari cukup banyak, karena wisata kuliner malamnya,” katanya.
Politikus Nasdem itu juga menerangkan kalau aturan-aturan yang berpotensi menimbulkan kontradiksi diselaraskan. Contohnya saja aturan waktu operasional antara organ tunggal dengan kesenian tradisional daerah, tentu keduanya perlu dibatasi secara berbeda dan konkrit oleh pemerintah.
“Perda Trantibum kita yang lama ini diperbaharui menyesuaikan dengan kebutuhan daerah saat kini, termasuk kita juga mengakomodir aspirasi dari masyarakat, apa saja yang menimbulkan keresahan seperti balap liar, hiburan malam, dan lain sebagainya,” ujarnya.
Rio juga menegaskan, khusus untuk hiburan kesenian tradisional daerah seperti saluang dendang diberi kompensasi atau batas waktu dengan ketentuan pengeras suaranya juga diatur dalam perda.
“Apabila mengganggu ketentraman umum dan berpotensi pidana, maka bisa dihentikan seketika oleh tim penergak perda kota,” pungkasnya. (rel)
Discussion about this post